Antara Haji, Negara dan Sejarah Islam Indonesia

Merekonstruksi masa lalu dan menafsirkannya adalah semata-mata agar sejarah bisa dimengerti dan dipahami. Kuntowijoyo menyatakan dalam tulisannya “Penjelasan Sejarah“, bahwa sejarah bertumpu pada metode Verstenhen, yaitu pengalaman “dalam” yang menembus jiwa dan seluruh pengalaman kemanusiaan. Verstehen atau understanding adalah usaha untuk “meletakan diri” dalam diri yang “lain”. Verstehen adalah mengerti “makna yang ada di dalam”, mengerti subjective mind dari pelaku sejarah.  Dengan terus memahami arti penting sejarah maka sejarah akan memberikan pencerahan dalam memahami kehidupan kekinian.

Kesadaran sejarah, yang dalam ilmu sejarah disebut dengan historisitas, adalah gambaran tingkat kesadaran suatu kelompok masyarakat terhadap arti penting masa lalu. Gambaran ini akan terlihat dari cara memandang masa lalu itu sebagai suatu hal yang penting untuk diungkapkan secara benar. Berbagai kepentingan dapat saja memboncengi pengungkapan masa lalu itu, seperti untuk kepentingan politik dalam menjaga legitimasi suatu golongan dalam masyarakat, mungkin untuk tujuan mengukuhkan keberadaan suatu ideologi atau kepercayaan tertentu ataupun sekedar memperoleh kenikmatan kenangan masa lalu. Pengungkapan sejarah masa lalu (historiografi) dari suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kesadaran sejarah yang mereka miliki, karena, baik bentuk ataupun cara pengungkapannya, akan selalu merupakan ekspressi kultural dan pantulan keprihatinan sosial masyarakat yang menghasilkan sejarah itu sendiri (lihat “Islam dan Awal Kesadaran Sejarah“).

Salah satu buku yang menurut saya adalah bagian dari proses ijtihadi untuk merekonstruksi sejarah khususnya “sejarah Islam di Indonesia” adalah buku “Manhaj Bernegara dalam Haji” karya Muhammad Rasuli Jamil yang baru terbit bulan november 2011 dalam rangka memperingati 100 tahun Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII 1911 – 2011) yang diterbitkan oleh Media Madania. Kenapa disebut sebagai proses itjihadi ? karena butuh “pisau” pemikiran yang tajam untuk bisa menemukan pola-pola sejarah masa lampau. Penulis buku ini menyebutnya sebagai pisau pengrajin untuk interpretasi (tafsir) dalam mendesain satu ukiran, “pisau bedah”, untuk alat analisa mengenai aktifitas keagamaan (Islam) sebagai alat ukur: apakah suatu gerakan Islam (harakah) masih pada jalan yang tepat (on the track) atau telah terjadi penyimpangan (distorsi) dan “pisau kombat” untuk propaganda (dakwah)  menghadapi lawan politik dan ideologi.

Pisau yang digunakannya itu adalah “pisau Ilahi” pisau wahyu yang tidak begitu lazim digunakan bahkan tidak pernah digunakan oleh sejarawan-sejarawan pada umumnya. Penulis menyebutnya dengan metode 3 M,  3 marhalah atau manhaj atau metode yaitu marhalah Iman, marhalah Hijrah dan marhalah Jihad. Metode 3M ini  bisa berfungsi sebagai metode penulisan sejarah, juga untuk menganalisa serta menilai perjalanan ide dan proses Islam dalam bernegara.

Sejarah adalah ilmu diakronis sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas. Realitas sejarah yang terus menerus mengalir tanpa sekat dibutuhkan klasifikasi atas waktu, dibuat periodisasi sehingga pembabakan waktu adalah hasil konseptualisasi dan rasionalisasi sejarawan. Dalam buku “Manhaj Bernegara dalam Haji” saya menemukan jalan panjang sejarah Islam mulai dari Nabi Ibrahim sampai Nabi Muhammad SAW serta sejarah Islam bernegara di Indonesia yang diikat oleh penggalian makna ibadah haji. Cerita sejarah yang memanjang dalam waktu, seperti dimasukan dalam ruang “manasik haji” sebagai napak tilas risalah Nabi Ibrahim.

Ibadah haji sebagai rukun Islam ke-5, berasal dari sejak Millah-Ibrahim adalah semacam simulasi yang mengajarkan orang-orang beriman mengenai cara (thariqoh) merebut atau mempertahankan Baitullah, Ka’bah. Dari mulai “Miqat” tempat bermulanya haji meliputi makna waktu dan tempat, jama’ah haji mulai mengenakan pakaian ihram adalah penanda titik masa lalu dan masa depan. Dari titik miqat telah lahir manusia baru, seorang mujahid yang sanggup dan siap menyempurnakan tugas dengan penuh disiplin.  Dari “Miqat” jama’ah haji akan bergerak menuju Kota Makkah yang disana ada Rumah-Alloh (Baitullah), rumah berkumpulnya manusia yang mengesakan Rabb-nya. Inilah marhalah Iman, marhalah pertama yang wajib dilalui, sebagai marhalah dakwah menuju Iman dan Tauhid. Di marhalah ini berpisah antara al-Haq dan al-Bathil yang memisahkan pengikut masing-masing. Selanjutnya para jama’ah haji akan melalui “Hari Tarwiyah” hari penghayatan dan persiapan menempuh Hijrah menuju “Arafah” tempat berhimpun berbagai bangsa dan bahasa, dijalin dalam aqidah yang satu serta hukum syari’ah yang satu. Di hari inilah bermula marhalah Hijrah, hari yang selaras dengan do’a harapan Rasululloh : “Ya.. Rabbi, masukanlah aku (ke Yastrib) dengan cara yang benar dan keluarkanlah aku (dari Makkah) dengan cara yang benar dan jadikanlah bagiku dari sisi-Mu kekuatan (Sulthon/pemerintahan) yang menolong“. Di padang Arafah, jama’ah haji melaksanakan wukuf  dengan membawa kenangan akan peristiwa moyang manusia-tauhid pertama, Adam dan Hawa, disitulah mereka dipertemukan Allah Ta’ala dan Jabal Rahmah menjadi saksi pertemuan anak manusia.

Di Muzdhalifah, jama’ah haji melaksanakan “Mabit” bermalam dan di dalam kegelapan malam ini mereka berusaha mengumpulkan batu-batu kerikil (hashah) untuk digunakan pada pagi 10 Zul-Hijjah. Muzdalifah dan mabitnya merupakan perjalanan menuju Marhalah Jihad, masa konsolidasi membuat persiapan yang matang bagi meraih karunia Ilahi. Setelah shalat Shubuh, dan matahari pagi mulai menampakan dirinya, jama’ah haji bergerak meninggalkan Muzdalifah menuju Mina, dipenghujung lembah yang dipisahkan bukit terakhir pada perlintasan ke Makkah, tempat terdapat satu tiang sebagai tanda tempat melontar, Jumrah al-Aqobah yang biasa di sebut Jumrah al-Kubra. Disinilah mereka beramai-ramai melontar jumrah, menggunakan tujuh kerikil mengikuti sunnah dari Millah Ibrahim dalam hal memerangi setan sebagai musuh manusia yang merintangi misi (tugas), amanah Allah. Tersungkurnya musuh yang membisikan keraguan ini ditandai dengan penyembelihan hewan kurban. Darahpun mengalir sebagai bentuk kesyukuran dan kemenangan.

Selesai melaksanakan semua itu, jama’ah haji bisa bertahalul, melepaskan kain ihram, menggantinya dengan pakaian biasa. Mereka telah kembali ke Makkah dan berusaha mengsucikan dengan melakukan Thawaf Ifadhah dan Sya’i. Seakan-akan mereka adalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang membersihkan Rumah-Allah, atau sebagai Nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman bersamanya saat “Fath al-Makkah“.

Penggalian makna ibadah haji dalam buku ini sungguh sangat dibutuhkan bagi pemahaman umat Islam yang bukan hanya bagi para jama’ah haji agar khusu’ dalam melaksanakan ibadahnya tetapi bagi umat Islam semuanya agar tergerak untuk memahami, menjiwai dan membentuk sikap serta sifat mujahid yang berdisiplin, berani, membela pimpinan, jujur dan hemat, kasih sayang dan membela sesama, serta bijaksana. Suatu sikap mental yang menjadi prasyarat bagi lahirnya generasi futuh Islam.

Ikutilah jejak langkah Muhammad, perhatikan Sirah Nabawi-nya. Sebagai tanda, bukti kamu cintakan Allah dan Rasul-Nya. Jadikan itu satu-satunya jalan menuju Mardhatillah, keridhaan Allah kini dan hari esok.

Sejalan dengan seruan itu, buku ini mendiskripsikan sejarah politik dan ideologi Pergerakan Islam di Indonesia abad 20, yang mempengaruhi peta politik Indonesia, dengan “tafsiran baru” berdasarkan fakta sejarah sebagai peristiwa. Jalan panjang perjuangan umat Islam bangsa Indonesia dikaji dalam metode penulisan dan kajian sejarah menggunakan “Metode Tiga Marhalah” Iman – Hijrah dan Jihad.

Melalui pendekatan tiga tokoh pergerakan yang sangat berpengaruh bagi perjalanan perjuangan Islam di Indonesia yaitu Haji Samanhudi, Haji Omar Said (H.O.S) Tjokroaminoto dan Sekarmadji Marijan Kartosoewiryo, buku ini telah menemukan “benang merah” ide, gagasan, jejak langkah dan perjuangan yang dibedah oleh “pisau bedah” diinterpretasi oleh “pisau pengrajin” yang menghasilkan periodisasi sejarah Islam bernegara pada tiga tahap perjuangan yaitu Marhalah Iman, Marhalah Hijrah dan Marhalah Jihad.

Buku ini layak dijadikan referensi argumentatif bagi “Pisau Kombat” propaganda dalam menghadapi tatangan dakwah global dimasa kini. Dinamika dan romantisme sejarah masa lalu tidak hanya mengagung-agung kiprah jejak para pelaku sejarah tetapi wajib memberi arti bagi jejak perjalanan di masa kini. Hanya jalan juang yang “on the track” dari “miqat” sampai “thawaf ifadhah” yang bakal menurunkan curahan karunia Ilahi bagi umat, bangsa dan negara.

“In het verleden ligt het heden, in het nu wat worden zal” (yang sekarang (hadir) ada terkandung di dalam yang lalu (madhi); yang sekarang ada mengandung yang akan datang (mustaqbal) ~ H.O.S Tjokroaminoto ~

Sejarah adalah jejak “koma” bukan “titik”. Pemikir pejuang dan pejuang pemikir H.O.S Tjokroaminoto telah menemukan jawaban tepat bagi perjuangan melawan imperialis kolonialis Belanda dengan motto aksi perjuangan yang ada dalam lambang Partai Syarikat Islam Indonesia yaitu Kerso, Koewoso, Mardiko ” atau Kuat – Kuasa – Menang dengan membentangkan misi perjuangannya kemerdekaan bangsa, kemerdekaan umat dan kemerdekaan sejati. “Kerso, Koewoso, Mardiko”  inilah yang menjadi “pisau kombat” dari Tjokro dan SI-nya yang menurut pemahaman saya di ambil dari makna Iman – Hijrah dan Jihad…. dan pemaknaan-pemaknaan untuk masa kini haruslah ditemukan oleh pemikir pejuang dan pejuang pemikir di zamannya.

Terakhir hatur tararengkyu buat Bapak Muhammad Rosuli Jamil yang telah “menghadiahkan” buku berharga ini kepada kami dan semoga bermanfaat bagi ummat Islam khususnya bangsa Indonesia.

Semoga sejarah menemukan jalan kembali ……..

*Referensi utama : Manhaj Bernegara dalam Haji (Kajian Sirah Nabawi di Indonesia), Muhammad Rasuli Jamil, Media Madania, Jakarta, November 2011

16 Komentar

  1. Ejawantah's Blog berkata:

    Semoga semakin banyak para generasi muda dapat mengetahui melalui buku yang bagus tersebut Mas.

    Sukses selalu
    Salam
    Ejawantah’s Blog

    ————-
    Kopral Cepot : Amin Ya Robbal Alamin …. Salam sukses selalu.

  2. media madania berkata:

    assalamu’alaikum
    terima kasih kang untuk resensinya.
    resensi yang serius.
    tidak hanya membedah inti kandungan materi buku, tapi juga “ruh” dan maknanya.
    izin tayang di lapak wordpress kami: media madania.
    hatur nuhun
    Jazakallahu ahsanal jaza..
    wassalam

    ————
    Kopral Cepot : Wa’alaikum salam wr.wb … sami2.. hatur nuhun

  3. diko berkata:

    @kang kopral n media madani: pami tos beredar di bandung..pasihan terang nyak..’ nuhun pisan. jzklloh

    1. Muhammad Syam Farhan berkata:

      Maaf…
      Sebagai Informasi saja, saya dapat buku tersebut di toko buku Gramedia Blok M, Jakarta tanggal 9 Nop 2011 kemaren.
      Makasih.
      Wassalam

      1. diko berkata:

        duch di jakarte yah…melayani paket kiriman gak yach kang farhan.?

        kalau bisa kabari yach..jzkalloh

        1. Muhammad Syam Farhan berkata:

          katanya…
          disemua toko buku Gramedia ada tuh.
          Kata kawan di TB Dewan Da’wah dan Jaringan TB Serambi
          juga di jual.

    2. media madania berkata:

      Distribusi dan penjualan buku ini ditangani oleh distributor PT
      Websitenya: http://us.serambi.co.id/About.

      Kang Kopral Cepot, punten numpang promosi (gratis)
      Hatur nuhun

    3. Noto berkata:

      di bandung di kapalasari udh ada 🙂

  4. haji-negara-sejarah islam tiga kata yang saling bertautan betapa tidak diibaratkan sebuah pohon ada akar ada batang pohon dan ada berbuah. haji dengan persiapan – persiapan bekal materi phisik dan ilmu supaya bisa mengerjakan rukun dan wajib haji dengan lancar sehingga pelaksanaan baiat dengan sang pencipta benar-benar tepat sasaran. ( hakekat haji menurut SAYA adalah pembaiatan antara ciptaanya dengan penciptanya ). sebagai konsekwensi sepulang berhaji paling tidak mau belajar memperdalam dan mengetrapkan ajaran agama. menjadi contoh,suritauladan bahkan panutan ditengah masyarakat dan melebar ditengah negara ( lihat definisi negara ). itulah berhaji yang sedikit banyak sudah menyandang petugas agama tanpa imbalan selain pahala.sejarah islam dan negara indonesia ( dengan mayoritas muslim ) tentu hak dan kewajiban dari pemimpin untuk mensejahterakan ummat dalam perspektif pergerakan – pergerakan islam. dan berhaji lebih memenuhi kriteria itu daripada yang belum berhaji untuk menjadi yang terdepan dalam menegakan panji-panji agama. boleh ditanyakan kepada siapapun juga kepada yang pernah berhaji fanatisme terhadap agamanya lebih menancap ( fakta dan realitanya seperti itu ). tentunya tidak bergerak ngawur seperti babi hutan atau lempeng lurus seperti mata kuda semua sudah ada aturanya ISLAM SEBAGAI RAKHMATAN LIL ALAMIEN . kalau boleh saya menyimak kalimat haji ,negara, sejarah islam akan saya balik menjadi SEJARAH – SEJARAH ISLAM ( DIPELAJARI ) , HAJI KEMUDIAN BERNEGARA. ( doktertoeloes malang )

  5. Usup Supriyadi berkata:

    penulisan sejarah adalah sebuah proses penggambaran fakta manusia secara obyektif, tapi pada saat yang sama meletakkan obyek itu dalam neraca konsep yang terdapat dalam realitas kitab Tuhan yang tertulis dan tidak tertulis. Maka sebagaimana kata sejarawan Yunani Dionysius of Halicarnassus (hidup 1 SM), sejarah adalah filsafat yang mengajar dengan contoh.

    Sejarah sebagai sebuah contoh, dapat dikaji dari firman Allah yang berbunyi, “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Ibrahim : 24-25).

    Ini berarti bahwa sejarah dalam pandangan Islam bermula dari sebuah ajaran yang difahami dan dikembangkan oleh manusia, yang kemudian tumbuh seperti sebuah pohon, yakni kehidupan (syajarah). Pohon itu kemudian memberikan manfaat (rahmat) atau buahnya kepada manusia lain dengan melalui hukum dan kehendak Tuhan. Jadi, sejarah dalam pandangan Islam adalah interaksi antara nilai dan praktek kehidupan manusia yang dinaungi oleh kehendak dan hukum Tuhan. Itulah syajarah yang tumbuh dan itulah sejarah yang hidup.

    karena sejarah dalam Islam harus ditulis dengan menggunakan cara pandang historis dan normatif, maka tepatlah imbauan: Ikutilah jejak langkah Muhammad, perhatikan Sirah Nabawi-nya. Sebagai tanda, bukti kamu cintakan Allah dan Rasul-Nya. Jadikan itu satu-satunya jalan menuju Mardhatillah, keridhaan Allah kini dan hari esok.

    Aamiin, semogalah sejarah menemukan jalannya kembali, ya. 🙂

  6. Sangsaka berkata:

    Berkunjung melepas rindu (wayah kieuuuuu?????) sambil mengenang sejarah – Damang kang?

    ————-
    Kopral Cepot : Aw.. aw.. aw.. dapet kunjungan tamu istimewa…. kuangeeen .. Alhamdulillah

  7. Noer berkata:

    Dari judul buku yang cukup menarik, tebakan saya, karena belum mbaca, isi buku ini bagus. Kalo setahu saya sih, HOS Cokro Aminoto merupakan tokoh yang berjasa besar bagi Indonesia. Tokoh pergerakan sekaligus guru dari para tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Walaupun pada akhirnya, beberapa anak didiknya (Bung Karno, diantaranya) menganut ideologi yang berbeda dengan dirinya.
    Analisis sejarah merupakan pendekatan yang baik dalam upaya memahami proses masa lalu, termasuk sisi keunggulan dan kekurangannya. Sehingga, pemahaman ini dapat menuntun upaya ke arah masa depan yang lebih baik.
    Selamat malam mas, sukses selalu untuk anda…

    1. media madania berkata:

      Ada pepatah bilang: “don’t judge a book by the cover”…
      Jadi segeralah beli. (hehe..promosi.com).

      Ada juga yang ngasih saran tambahan, lihat juga dari harganya… kalau kemahalan, cukup pinjam dari teman, dan berharap untuk lupa ngembalikan… hehehe.

      Salam silaturahmi..

  8. saya telah membaca buku berjudul ” Manhaj Bernegara dalam Haji – Kajian Sirah Nabawi di Indonesia ” oleh : Muhammad Rasuli Jamil – Penerbit : Media Madania . tanpa menjunjung-tinggi ataupun melebih – lebihkan pada dasarnya memang isinya maupun bobotnya sangat bagus bagi saya ada semacam kisah yang menyentuh ( bagaimana tidak ) dengan secara rinci penulis menceritakan secara detail dan akurat tahapan – tahapan rukun haji maupun wajib haji . ada semacam kerinduan dari diri saya untuk menjalankan ibadah haji bersama – sama dengan keluarga besar saya . terus terang termotivasi untuk melaksanakanya ,disamping ada tambahan ilmu ( pengetahuan politik ) yang selama ini belum pernah saya mendengarnya maupun mengetahuinya . ( kalau boleh ) saya berkomentar pada edisi pertama ini – Nopember 2011 penyajianya sudah sangat bagus baik sampul buku , penulisan dlsb – nya.
    saya memprediksi ( insya ALLAH ) buku ” Manhaj Bernegara dalam Haji – Kajian Sirah Nabawi di Indonesia ” penulis : Muhammag Rasuli Jamil akan bisa diterima oleh masyarakat kita dan akan sangat bermanfa’at bagi kita semua tentunya . SALAM HYPPOCRATES CERDAS !!!
    ( dari dhan gulla taretan dhibiq : doktertoeloes malang ).

  9. Muhammad Syam Farhan berkata:

    Membaca buku yang sama (buku yang dibaca doktertoeloes malang) dan merenungkannya, malah menghasilkan keputusan yang berbeda dalam diri.
    Malahan saya berkesimpulan “menunda” keinginan yang menggelora untuk pergi ke Makkah berhaji.
    Sehingga … “Allah menzahirkan kerajaan-Nya di bumi tercinta”
    Tampaknya Penulis “Manhaj Bernegara dalam Haji, Kajian Sirah Nabawi di Indonesia” berhasil “mempermainkan” perasaan insan. Bandingkan dengan buku Ali Syariati: Rahasia Haji berjumpa Allah di Ka’bah hati, Mizan, Bandung.
    Salam kang KP, juragan SS.

Tinggalkan Komentar