Ikuti Natsir …..

Ikuti Pak Natsir … entah dari mana bisikan itu, mengigau, dejavu  ataukah lamunan sambilalu yang terbawa ke alam mimpi. Entahlah hanya yang jelas kalimat ini pernah ku dengar sebelumnya meski lupa entah kapan. Sebuah wasiat sekaligus teka-teki yang sampai hari ini belum ku mengerti, terlebih generasiku hari ini bukanlah generasi beliau dimasa lalu. Perkenalanku pada generasi pejuang masa lalu hanya lewat buku yang tentu membutuhkan waktu untuk memahami dan menjiwai serta menapak tilasi segala aksi yang membawa perubahan pada negeri.

Memang sesekali ku bertemu dengan “sang pendongeng” yang asik berbagi cerita berbagi karya pejuang masa, “sang pendongeng” yang menumpahkan segala gundah , resah dan harap bagi generasi yang akan ditinggalkanya agar tak lemah termakan nafsu serakah. “Sang pendongeng” yang berharap banyak kepada “para pejuang kata” melanjutkan jejak “para pejuang senjata”. “Sang pendongeng” yang merindui sebagai penyaksi bagi kejayaan negeri dalam karunia Ilahi. Dan Natsir adalah pejuang kota penebar kata teladan para pengiat aksi “alifbata”.

“Dipanggilnya aqal dengan makanan akal, dipanggilnya rasa dengan makanan rasa, dilepaskanya umat yang terpencil tadinya itu, dari lingkungan mental yang sempit, dibawanya kemedan kesadaran yang luas, dibukakannya ruang sejarah, dibawakannya riwayat tentang timbul tenggelamnya umat-umat yang telah lalu, dibawakanya ibarat dan tamsil yang mudah difaham dengan fikiran, dapat ditangkap dengan rasa” Begitulah seharusnya aksi para penggiat “alifbata”.

Ikuti Pak Natsir … ku cari teka-teki ini dari “Capita selecta” dan “Fiqhud Da’wah” yang hanya sedikit buku yang kubaca tentu belum bisa menghadirkan dialog yang memperpendek jurang rentang pemahaman perjuangan, ku coba temukan juga teka-teki dengan menelusuri jejak maya dengan harap semoga ada jembatan yang menghubungkan tali fikri dari tulisan sang pengikut sejati. Tak sanggup sebenarnya ku menuliskan apa yang ku baca, ku dengar dan ku telaah karena kedangkalan memahami zaman dan kebodohan melihat kenyataan, hanya karena “kerinduan” buat berbagi, aku coba tuliskan dengan banyak kekhilafan dan kealfaan.

Aku yakin Natsir “masih hidup” karena pemikirannya bukan hanya untuk hidup dizamannya tetapi telah melintasi masa dan berjumpa dengan setiap generasi yang tak pernah putus asa membawa umat ke jalan selamat. Dari sedikit para pengikut Natsir, Syukur Alhamdulillah Allah SWT telah memanjangkan usia Buya H. Mas’oed Abidin yang sangat rajin dan tekun menulis rekam jejak pemikiran Pak Natsir terkhusus di dunia maya meski di masa lanjut usia beliau rela mengarungi zaman yang selalu berubah  “Inna az-zaman qad istadara”.

Diantara sumbangan berharga dari Buya H. Mas`oed Abidin berupa tulisan berjudul Taushiyah Dr. Mohammad Natsir, yang merupakan pendokumentasian suara dan bicara putera besar umat ini memang sungguh bermanfaat khususnya kepada generasi pewaris perjuangan cita-cita Islamiah. Taushiyah mempunyai arti dan nilai istimewa tersendiri kerana ia bukan sekadar muntahan kata-kata biasa.

Dr. Siddiq Fadzil dari  Insitut Kajian Dasar Kuala Lumpur  mengomentari  tentang  tulisan-tulisan Bapak Mohammad Natsir umumnya memang memiliki daya pukau yang luar biasa, amat terasa sekali perbedaannya, tidak seperti pidato-pidato ceremonial pemimpin-pemimpin yang hanya membaca teks (biasanya ditulis oleh orang lain), tanpa komitmen lahir-batin yang serius. Masih menurut Dr. Siddiq Fadzil , Keunikan tulisan Bapak Mohammad Natsir sebenarnya  tidak lain adalah penjelmaan dari keunikan peribadi beliau sendiri, yaitu watak terpadu yang sekaligus multidimensional. Beliau seolah-olah mensistesiskan beberapa peribadi besar -ilmuwan, pemikir, da`i, pendidik, ahli politik dan pemimpin perjuangan. Mungkin itulah antara yang dapat  menjelaskan tentang rahasia kekuatan tulisan-tulisannya.

Dalam kesukaran aku membaca pikiran natsir lewat tulisan-tulisannya, tiga kunci yang ku teladani dari beliau sebagai khadim al-ummah adalah menjadi problem solver terhadap masalah-masalah kepemimpinan, kaderisasi dan persatuan umat.

Kegundahan beliau terhadap permasalah kepemimpinan, kaderisasi pejuang umat dan persoalan persatuan umat termuat dalam tulisannya di Capita Selecta 2 :

“Dahulu, mereka girang gembira, sekalipun hartanya habis, rumahnya terbakar, dan anaknya tewas di medan pertempuran, kini mereka muram dan kecewa sekalipun telah hidup dalam satu negara yang merdeka, yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak berpuluh dan beratus tahun yang lampau…

Semua orang menghitung pengorbanannya, dan minta dihargai. Sengaja ditonjol-tonjolkan kemuka apa yang telah dikorbankannya itu, dan menuntut supaya dihargai oleh masyarakat. Dahulu, mereka berikan pengorbanan untuk masyarakat dan sekarang dari masyarakat itu pula mereka mengharapkan pembalasannya yang setimpal…

Sekarang timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu dan merajalela sifat serakah. Orang bekerja tidak sepenuh hati lagi. Orang sudah keberatan memberikan keringatnya sekalipun untuk tugasnya sendiri. Segala kekurangan dan yang dipandang tidak sempurna, dibiarkan begitu saja. Tak ada semangat dan keinginan untuk memperbaikinya. Orang sudah mencari untuk dirinya sendiri, bukan mencari cita-cita yang diluar dirinya. Lampu cita-citanya sudah padam kehabisan minyak, programnya sudah tamat, tak tahu lagi apa yang akan dibuat!” (M. Natsir, Capita Selecta 2, (Jakarta: PT Abadi, 2008, cet. Ke-2)).

Bagiku, atas persoalan yang digambarkan oleh M. Natsir adalah persoalan masa lalu dan masa kini yang semakin kronis dan tentunya membutuhkan para khadim al-ummah yang hidup dan memberi hidup, bukan yang bernafsu berebut hidup. Maka kunci pertama adalah sang pemimpin

Di saat sekarang ini,  para pemimpin pejuang beranjak pulang kembali dari jihadnya untuk menghidupkan jiwa umat, agar selalu terjaga ruhnya tetap hidup, Bapak Mohammad Natsir, mengingatkan dengan ungkapan yang teramat politis dan puitis tentang kriteria pemimpin yang pulang itu. Empat cara, pulang bagi Pemimpin dari Perjuangan. Dia pulang dengan kepala tegak, membawa hasil perjuangan.” Maka dia harus bersyukur kepada Allah, dengan selalu menjaga umat tetap berada pada garis perjuangannya. Dia tidak boleh berhenti.

Ada pula yang, “Dia pulang dengan kepala tegak, tapi tangan di belenggu musuh untuk calon penghuni terungku (tempat pembakaran), atau lebih dari itu, riwayatnya akan menjadi pupuk penyubur tanah Perjuangan bagi para Mujahidin seterusnya”. Seorang pemimpin penjuang, semestinya memiliki kerelaan tinggi, berkorban diri untuk kepentingan umatnya. Bukan sebaliknya, minta di sanjung oleh umat yang di pimpinnya.

Tidak jarang, seorang pejuang pemimpin, terpaksa harus menyerahkan jasadnya. Namun, rohnya tetap hidup dan menghidupi jiwa umat yang di pimpinnya. Karena itu, ada pemimpin,  “Dia pulang. Tapi yang pulang hanya namanya. Jasadnya sudah tinggal di Medan Jihad. Sebenarnya, di samping namanya, juga turut pulang ruh-nya yang hidup dan menghidupkan ruh umat sampai tahun berganti musim, serta mengilhami para pemimpin yang akan tinggal di belakangnya”. Tentu, bukanlah pemimpin sejati, yang pulang dengan menyerah kalah. Atau menjadi pengikut arus tasyabbuh, berlindung pada hilalang sehelai, karena mendandani diri sendiri.

Lebih parah lagi kalau terjadi pencampur bauran haq dan bathil, sehingga jiwa umat jadi mati. Pemimpin yang sedemikian, kata Pak Natsir , serupa dengan ”Dia pulang dengan tangan ke atas, kepalanya terkulai, hatinya menyerah kecut kepada musuh yang memusuhi Allah dan Rasul. Yang pulang itu jasadnya, yang satu kali juga akan hancur. Nyawanya mematikan ruh umat buat zaman yang panjang. Entah pabila umat itu akan bangkit kembali, mungkin akan diatur oleh Ilahi dengan umat yang lain, yang lebih baik, nanti. Ia “Pemimpin” dengan tanda kutip.”

Namun, ada pemimpin pejuang yang tidak pernah pulang dari medan jihadnya. Mereka itu “Adakalanya ada nakhoda berpirau melawan arus.Tapi berpantang ia bertukar haluan, berbalik arah. Ia belum pulang.” Berpirau artinya maju. Maju menyongsong angin dan arus. Waktu berpirau, perahu di kemudikan demikian rupa, sehingga angin dan gulungan ombak tidak memukul tepat depan, tetapi menyerong. Adapun haluan pelayaran tetap kearah tujuan yang telah ditentukan, tidak berkisar. Dalam suasana sulit sekalipun, pemimpin umat harus bisa istiqamah mencapai arah dan tujuannya, walaupun untuk itu dia terpaksa melawan arus dan gelombang.. Pesan ini disampaikan beliau dalam satu ungkapan indah di Medan Djihad, 24 Agustus 1961/ Maulid    1381. Setahun setelah Masyumi membubarkan diri. Demikianlah suatu sunnatullah di bebankan kepundak pejuang untuk selalu di ingat oleh  pemimpin pejuang.

Kunci kedua dari persoalan umat adalah kaderisasi. Dalam Tafsir risalah “At Taushiatul Khamsah” Bapak Mohammad Natsir menyebutkan akan pentingnya persoalan kader. Diantara tulisan beliau :

“Karena zaman terus beredar dan tiap-tiap zaman dan rijalnya. Babakan pentas bisa beralih, pemainnya bisa berganti. jalan cerita sudah wajar pula menghendaki peralihan babak dan penggantian pemain sesuatu waktu.

Memang itulah yang menjadi latar belakang pikiran kita, dalam usaha pembinaan umat yang akan  lebih panjang  umurnya dari pada usia seseorang pemimpin sesuatu waktu. Maka yang tidak boleh tidak kita lakukan sebagai suatu “conditio sine quanon”, ialah meletakkan dasar bagi kontinuiteit aqidah dan qaidah, diatas mana khittah harus didasarkan.

Satu-satunya jalan itu, ialah membimbing dan mempersiapkan tunas-tunas muda dari generasi yang akan menyambung permainan di pentas sejarah.

Mempersiapkan jiwa mereka, melengkapkan pengetahuan dan pengalaman mereka, mencetuskan api cita-cita mereka, menggerakkan dinamik mereka, menghidupkan “zelf – disiplin” mereka yang tumbuh dari Iman dan Taqwa.

Bukanlah itu suatu pekerjaan tersambil, sekedar pengisi-pengisi waktu yang kebetulan berlebih. Tempo-tempo ini adalah pekerjaan yang “masuk agenda”, yang untuknya harus disediakan waktu, harus dilakukan dengan sadar dan pragmatis.

Selanjutnya dalam sebuah tulisan yang puitis, M. Natsir berpesan kepada Fi‑atin Qalilatin :

Kepada Fi‑atin Qalilatin

Cukup Allah Tempat Berlindung
Telah bertingkah guruh dan petir
Seakan kilat akan menyambarmu
Telah menghitam awan di hulu

Seakan gelamat hendak melandamu
Telah berdendang lagu dan siul
Seakan rayuan membawamu hanyut
Tegakkan kepalamu dini hari…!

Allahu Akbar, Allahu Akbar waLillahil hamd

Hanya Allah Yang Maha Besar
Kepada‑Nya pulang puji dan syukur
Kembalilah kamu ke dalam hidayat dan taufiq‑Nya
Pancangkan Petunjuk Ilahi dalam kalbumu

Cukuplan Allah bagimu tempat berlindung
Dialah yang akan menegakkan pendirianmu
dengan perolongan langsung daripada‑Nya
dan kekuatan Mukminin sama seiman

Innahu la yakhliful mie’aad

Mohammad Natsir, 30 Maret 1961

(Judul asli: Minal Aidin wal Faizien, Sumber dari blog Buya Mas’oed Abidin)

Kunci ketiga dari umat adalah persatuan umat. Menghimpun yang berserakan inilah solusi dari persoalan-persoalan umat di masa lalu yang wajib dituntaskan di masa kini bila hendak menyongsong kebangkitan umat yang kuat, kuasa dan menang. Upaya yang ditempuhnya adalah dengan Konservasi – yakni menghimpunkan atau pemeliharan apa yang ada. Maksud konservasi itu untuk membukakan jalan bagi re-integrasi yakni “menghimpun yang tadinya berserakan”.

Re-integrasi hanya akan bermanfaat apabila disusuli oleh konsolidasi, penyatuan bagi apa yang sudah dihimpun. Bila konsolidasi sudah terjelma, segala langkah dapat diajukan secara tertib, dalam konfrontasi terhadap pelbagai peristiwa dan keadaan.

Re-integrasi dalam bentuk ini, adalah hal yang primer, dan tidak boleh tidak. Baik untuk jangka  pendek maupun dalam jangka panjang, dalam suasana keadaan bagaimana pun coraknya, walaupun sudah ada juga di samping itu bentuk dan saluran-saluran lain.

Dia merupakan generator yang memancarkan aliran listrik, untuk penggerakkan lain-lain saluran itu.

Jangan kita lupakan bahwa yang paling  menderita kerusakan oleh keadaan yang sekarang ini, bukanlah kehidupan materi, tetapi kehidupan rohani.

Sejarah cukup membuktikan bahwa kendatipun keadaan pada suatu waktu pulih dalam bentuk lahirnya, tetapi masih panjang sekali masa yang diperlukan lagi, untuk pemulihan kesehatan dan kemantapan rohani itu.

Untuk merawat luka “kehidupan rohani” itu,  kemanakan lagi akan di cari obatnya, selain daripada kepada “lembaga risalah” yang hidup dan dapat memancarkan ….?

Ikuti Natsir …. maka dibutuhkan nahkoda yang berpirau melawan arus. Tapi berpantang ia bertukar haluan, berbalik arah. Ia belum pulang para pemimpin umat untuk hidup yang memberi hidup, bukan bernafsu berebut hidup, bimbing dan persiapkanlah tunas-tunas muda dari generasi yang akan menyambung permainan di pentas sejarah, dan himpunlah tenaga umat yang berserakan.

“Jangan berhenti tangan mendayung, agar arus tidak membawa hanyut .. Mulailah dengan apa yang ada .. karena yang sudah ada itu semuanya anugerah dari Allah, sudah amat cukup untuk memulai .. dan selalu mencari redha Allah”(M. Natsir)

13 Komentar

  1. itempoeti berkata:

    salah seorang pejuang besar yang memberi warna bagi kemerdekaan Indonesia.

  2. nBASIS berkata:

    fikhuddakwah

    ——————-
    Kopral Cepot : Hatur tararengkyu koreksinyah pak 😉

  3. anak nakal berkata:

    ya pertarungan kepemimpinan yg mengabaikan kepemimpinan kolektif yg terus berulang, jgn2 sekarang sayup2 terdengar di pemnjuru dunia bahwa ada bisikan HANYA PRIBUMI DAN ANJING yg BOLEH MENJADI RAKYAT NUSWANTARA(ingat rakyat bukan warganegara)?

  4. anak nakal berkata:

    btw napa cerpen harian tempo minggu kemarin 16 januari 2011, kok isinya mirip dengan buku pustaka solomon judul perjanjian rahasia malaysia dgn israel di hal 101?

  5. sedjatee berkata:

    hmm… Bung Natsir adalah contoh pemimpin bangsa yang arif bijaksana
    simbol pemimpin berakhlak terpuji
    semoga bisa dicontoh oleh para penguasa zaman kini
    salam sukses..

    sedj

  6. kharisma kadi berkata:

    Hmmm……. bergejolak qolbu ku membaca setiap kata yang ditorehkan…. Subhanalloh…. Hatur nuhun pisan…..

  7. atmokanjeng berkata:

    mereka adalah manusia-manusia yang peka jaman. punya integritas. kita belajar dari keteladanan mereka. terimakasih om kopral menyediakannya dengan gratis 🙂

  8. ardhan berkata:

    Kegundahan beliau terhadap permasalah kepemimpinan, kaderisasi pejuang umat dan persoalan persatuan umat termuat dalam tulisannya di Capita Selecta 2 :

    “Dahulu, mereka girang gembira, sekalipun hartanya habis, rumahnya terbakar, dan anaknya tewas di medan pertempuran, kini mereka muram dan kecewa sekalipun telah hidup dalam satu negara yang merdeka, yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak berpuluh dan beratus tahun yang lampau…

    Semua orang menghitung pengorbanannya, dan minta dihargai. Sengaja ditonjol-tonjolkan kemuka apa yang telah dikorbankannya itu, dan menuntut supaya dihargai oleh masyarakat. Dahulu, mereka berikan pengorbanan untuk masyarakat dan sekarang dari masyarakat itu pula mereka mengharapkan pembalasannya yang setimpal…

    Sekarang timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu dan merajalela sifat serakah. Orang bekerja tidak sepenuh hati lagi. Orang sudah keberatan memberikan keringatnya sekalipun untuk tugasnya sendiri. Segala kekurangan dan yang dipandang tidak sempurna, dibiarkan begitu saja. Tak ada semangat dan keinginan untuk memperbaikinya. Orang sudah mencari untuk dirinya sendiri, bukan mencari cita-cita yang diluar dirinya. Lampu cita-citanya sudah padam kehabisan minyak, programnya sudah tamat, tak tahu lagi apa yang akan dibuat!” (M. Natsir, Capita Selecta 2, (Jakarta: PT Abadi, 2008, cet. Ke-2)).

    Thanks atas 3 paragraf ini.

    Sekarang, semua berkorban untuk menjual pengorbanan. Menjual topeng, membeli topeng, memakai topeng dan bersandiwara dengan topeng pengorbanan.

    Pengorbanan yang telah menjadi korban atas pengorbanan masyarakat yang tetap ikhlas berkorban!

  9. Kakaakin berkata:

    Lagi2 saya baru kenal seorang tokoh disini 🙂

  10. mimpi yg terbeli berkata:

    ya kumaha deui?idealis mah ga jamannya, ga realistis

  11. majorprad berkata:

    “Jangan berhenti tangan mendayung, agar arus tidak membawa hanyut .. Mulailah dengan apa yang ada .. karena yang sudah ada itu semuanya anugerah dari Allah, sudah amat cukup untuk memulai .. dan selalu mencari redha Allah”(M. Natsir)

    teguran dan kasih sayang yang menyadarkan kekeliruan dalam mendayung sampan di segara dari Kopral Cepot untukku…

    —————–
    Kopral Cepot : Amien ….. dan untuk pengigat kita semua.

  12. ? berkata:

    kalian akan segera tahu dampak dari gerojokan dollar baru, inflasi sudah mulai terlihat, saya ga tahu arti dari pertahanan ekonomi jika menghadapi kenaikan harga cabe aja tak mampu?apakah jika suatu negara kelebihan produksi suatu barang yg berulang maka ia akan berusaha mengekspornya dgn melakukan operasi intelijen dgn memanfaatkan kelemahan institusi dan perlindungan yg lemah?bukankah kalo kita bisa menentukan jumlah permintaan/kebutuhan domestik suatu komoditas, kita bisa merencanakan untuk memenuhinya mayoritas berasal dari dalam negeri?bentuk pertahanan ekonomi yg terbaik adalah rrc, mereka juga banyak melakukan operasi intelijen demi eksistensi dan lepas dari ketergantungan terhadap dollar, sekali mereka terinject full, mereka dalam kendali penuh dalam segala hal kehidupannya, apa akar dari kejatuhan uni soviet?berusaha mandiri dgn kediktatoran?sementara daya cengkeram dollar pada waktu sudah meluas dan sudah hal umum setelah bretton woods 2?

    25 Januari 2011 18.26

Tinggalkan Komentar