Jangan Titipkan Perjuangan Umat Pada Pemerintah

Ustadz Didin Hafidhuddin

Bagi saya, siapapun yang terpilih menjadi presiden, tak terlalu signifikan dalam upaya membangun umat. Karena membangun umat sangat tergantung pada kekuatan dan arah perjuangan kita sendiri. Di mana-mana yang namanya praktik kekuasaan selalu berorientasi pada ”netralitas” karena ingin merangkum semua pihak. Di negara-negara Arab pun yang hampir 100% Muslim, penguasannya selalu berada dalam dataran netral. Apalagi di negara kita, yang memiliki slogan Bhineka Tunggal Ika.

Karena itu, solusinya, jangan titipkan perjuangan umat hanya kepada pemerintah. Perjuangan umat harus dilakukan sendiri oleh umat, harus dilakukan oleh para ulama, para kiyai, pimpinan ormas, dan pimpinan pondok pesantren. Mereka harus mengkaji lagi ke depan, strategi apa yang memungkinkan untuk dijalankan. Dari pada kita menyalahkan pihak lain atau menyalahkan penguasa justru akan kontra produktif. Karenanya, mari kita menyalahkan diri sendiri, kita berbuat untuk umat, kita dekati umat, buat program-program yang memang dibutuhkan umat. Di sinilah letak kekuatan umat Islam sebenarnya.

Terkait partai Islam yang tergabung dalam koalisi SBY–Boediono, paling-paling mereka mendapat jatah menjadi anggota kabinet. Yang penting, jatah kekuasaan ini harus dimanfaatkan sebagai amanah untuk memperjuangkan kepentingan umat. Harus diperlihatkan bahwa ketika kader-kader umat memimpin departemen misalnya, kualitas kepemimpinnnya lain, kejujurannya lain, akhlaknya bisa terlihat, kemajuan departemen terbukti. Jadi jangan sama dengan pemimpin lain. Jika dalam praktiknya ternyata sama saja, justru akan merusak citra Islam itu sendiri.

Karenanya, kita jangan terlalu banyak memberikan amanah pada mereka, jangan terlalu banyak memberikan titipan perrjuangan, biar mereka menjadi anggota kabinet yang kuat, punya integritas, tidak bisa disuap, tidak memperkaya diri dan kelompoknya, tapi memperlihatkan dirinya sebagai anggota kabinet yang berpihak pada umat dan bangsa. Jika terlalu banyak berharap pada mereka, seakan-akan dapat berbuat banyak terhadap perjuangan umat Islam, ternyata dalam praktiknya tidak, kita akan kecewa. Karenanya, sebaiknya kita biasa-biasa saja, jangan berekspektasi terlalu tinggi pada mereka.

Pasalnya, yang berubah hanya menteri, sekjen, dirjen, atau direktur, sedangkan birokrat yang menopangnya tidak berubah. Bahkan masih banyak orang orba di dalam birokrasi yang memiliki team work dan main seat tersendiri, sehingga menteri sering kalah oleh kekuatan mereka. Karenanya, kader-kader umat jangan hanya mengejar jabatan politis saja, tapi juga harus mempersiapkan untuk menjadi tenaga birokrasi dan tenaga ahli yang handal. Di sinilah letak perubahan birokrasi yang harus segera ditangani.

sumber :http://sabili.co.id

24 Komentar

  1. arkasala berkata:

    kok saya sependapat sekali ya dengan artikel ini Kang. Umat dan beberapa organisasi islam menurut saya peranan keislamannya lebih kuat dari partai Islam itu sendiri.
    Masalah Birokrasi di satu sisi memang tidak berubah di satu sisi juga malah lebih kaku terutama ketika berhadapan dengan orang kecil.
    Nuhun Kang. Salam

    ———
    Kopral Cepot : Saya juga setujuuuuh makanya di posting ulang di sini he he he 🙂 … jadi kepengen nge bahas “Islam Yes .. Partai Islam No” nya Cak Nur… hatur tankyu juga ..

    1. kopral cepot berkata:

      ormas-ormas Islam yang lahir sejak awal abad ke-20 telah memainkan peranan yang signifikan di tengah percaturan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ormas Islam, dalam sejarahnya lahir sebagai respons terhadap situasi zaman yang dihadapinya terutama masalah sosial, politik, dan keagamaan….

      Partai2 islam sekarang tidak bisa dipungkiri adl sebagai anak cucu dari ormas2 Islam yang lahir sejak awal abad ke-20 … hanya sayang .. tidak dimungkiri, perkembangan peran dan kiprah ormas Islam dewasa ini seolah telah mengalami pergeseran dari napas awal sejarah kelahirannya. Perhelatan politik di Indonesia mulai dari pemilihan pemimpin kepala daerah, wakil rakyat, sampai pemimpin negara “menyeret” ormas Islam untuk secara langsung terlibat di dalamnya. Konsekuensinya, ormas Islam tidak lagi memiliki kesetaraan sebagai satu kekuatan moral, tetapi lebih terkesan bagian dari mesin politik dari suatu kekuatan politik tertentu. Celoteh kecil, selapis tipis beda ormas dengan partai politik.

  2. dasir berkata:

    DUATUJUH sama artikel ini….Partai Islam hanya ingin kekuasaan bukan membina umat,,,,

  3. itempoeti berkata:

    Ustadz Didin Hafidhuddin itu yang pernah mencalonkan diri jadi presiden itu ya? kalau gak salah dulu dia gabung di Partai Keadilan sebelum berubah jadi PKS…

    1. wah, kata siapa? mungkin yang dimaksud itempoeti Din Syamsudin kale, ya?

      1. ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin ?

      2. kopral cepot berkata:

        Mas Itempoeti bener … Ustadz Didin Hafidhuddin pernah diusung oleh PK sebagai Capres tahun 99 pasca reformasi … ingat debat capres-an pertama (krn tdk resmi) antara Ustadz Didin H dengan Bang Yusril di UI ..

      3. itempoeti berkata:

        coba lihat di tulisan ini.
        wakakakakakakak…. 😀

  4. Odol Gigi berkata:

    Setuja… Ku setuju sama yg dibilangin di postingan diatas..

  5. omagus berkata:

    Birokrat mempunyai kepentingan lain yang lebih mereka pentingkan ketika mereka telah menjabat.
    Dan itu sudah menjadi rahasia umum

  6. dedekusn berkata:

    No komeng kang….
    Pis ajah…

    1. dedekusn berkata:

      Sekali lagi peace.. kang… 😀

      1. haniifa berkata:

        Idem dulu ahh @kang 😀

  7. jadi kita titipkan ke siapa dunkz gan??heehhe..

    Salam Anak Bangsa..
    Salam Perubahan..

    http://celotehanakbangsa.wordpress.com/2009/07/28/foto-ayam-kampus-gan-igo-nich/

  8. sangat setuju dengan apa yang dikemukan oleh Prof. Dr. Didin Hafidhuddin,

    jelas, umat harus dierdayakan oleh para ulama. namun, disayangkan sekarang umat terbengkalai karena para ulama terjun kedunia politik yang penuh dengan kenistaan….dan topeng….

    kembalilah wahai para ulama,
    untuk umat yang sedang dalam keterpurukan….

  9. alamendah berkata:

    nitip

    ikutan vote di sini: Jadikan Pulau Komodo Sebagai 7 Keajaiban Dunia Jangan sampai kita kehilangan ‘Borobudur’ lagi! (he.. he..)

  10. alamendah berkata:

    Biasakan berjuang dengan tenaga sendiri, gitu, ya?

  11. qarrobin berkata:

    Saya setuju sama judulnya,

    berjuanglah, buktikan meski hanya sendiri, cukup untuk dunyaa, ambillah tongkat perjuanganku

    1. haniifa berkata:

      Idem lagi sama @Kang Qarrobin Djuti, tapi agak setuju dengan isinyah ding. 😀

  12. Mulyana berkata:

    Jadi artinya mesti jalan sendiri-sendiri? Hemat saya sih, ulama memang tak perlu menitipkan amanah pada umara, tetapi justru mereka harus saling melengkapi dan mengkoreksi.

    Kalau umat islam apriori pada birokrasi, saya pikir justru umat lain akan ambil kendali… Wallahu a’lam.

    ———–
    Kopral Cepot : wokeh juga …. Qiyamuhu bi nafsihi

    1. majorprad berkata:

      Islam punya sistem politik sendiri.
      Demokrasi juga punya sistem politiknya.

      apriori? ih ga level sama sistemnya (demokrasi) Kang Mulyana yang bijak… 😀
      berpikir takut diambil alih sama umat lain itulah yang apriori.
      semurni-murni tauhid, setinggi-tinggi ilmu, dan sepandai-pandai siyasah…

      Salam pemberontakan!
      Patria o muerte!

  13. Gmasgats berkata:

    Perjuangan diawali dari diri sendiri, kalau semua di serahkan orang lain tak akan merubah keadaan.

  14. asri berkata:

    assalam, saya asri di kisaran , kab,asahan -sumut, saya penaasaran dengan kopral cepot , sebenarnya bapak itu siapa , apa orang yang sama ddengan kolonel marwan pada blog strategi kita ,

    ——————
    Kopral Cepot : Maaf’s Mba Asri, saya bukan Kolonel Marwan… blog strategi kita cukup inspiratif bagi kalangan muda. Yang jelas saya lebih muda dari Kolonel Marwan, Hatur tararengkyu 😉

Tinggalkan Komentar