RAHMAH EL YUNUSIYAH ; Syaikhah Dunia Pendidikan Perempuan

rahmah-el-yunussiyahNegeri Minangkabau terkenal telah melahirkan begitu banyak  tokoh utama di negeri ini, baik alim ulama maupun para cendekia. Tidak hanya hanya kaum pria yang menonjol, tapi juga kaum wanitanya. Salah satu tokoh perempuan hebat dari negeri ini adalah Rahmah El-Yunusiyah. Tidak diragukan lagi Rahmah el-Yunusiyah adalah salah satu tokoh wanita hebat yang dimiliki negeri ini. Meskipun tidak diangkat sebagai salah satu pahlawan nasional, tetapi beliau menorehkan sejarah hidupnya denga tinta emas. Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang yang tetap eksis hingga hari ini merupakan  salah satu bukti perjuangannya. Bahkan beliau adalah perempuan pertama yang mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al-Azhar Mesir. Penganugerahan gelar syaikhah yang diberikan pada tahun 1957 ini dimaksudkan untuk menghormati jasa-jasa beliau dalam bidang pendidikan kaum perempuan.

Rahmah El-Yunusiyah dilahirkan pada hari Jumat 20 Desember 1900 di Bukit Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat. Anak bungsu dari lima bersaudara ini merupakan  putri dari pasangan Muhammad Yunus dan Rafiah. Rahmah berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang ulama besar yang menjabat  sebagai kadi di negeri Pandai Sikat, Padang Panjang. Dia juga seorang haji yang pernah mengenyam pendidikan agama selama empat tahun di Mekkah. Kakak sulungnya, Zainuddin Labay  merupakan  seorang  tokoh pembaharu sistem pendidikan Islam  Diniyah School yang didirikan tahun 1915. Zainudin Labay mengusai beberapa bahasa asing yaitu Inggris, Arab, Belanda. Dengan kemahirannya berbahasa asing menyebabkan wawasan Zainuddin sangat luas. Dialah yang menjadi guru, pemberi inspirasi, dan pendorong cita-cita Rahmah el-Yunusiyah.

Meski hanya mengenyam pendidikan dasar selama tiga tahun di Diniyah School, tapi Rahmah El-Yunusiyah memiliki wawasan yang  luas. Dia lebih banyak belajar otodidak dan juga belajar langsung kepada kedua kakak laki-lakinya, Zainuddin Labay dan Mohammad Rasyid. Seperti kebanyakan orang Melayu lainnya yang menyeimbangkan antara pendidikan umum dan agama, Rahmah pun intens belajar agama. Pagi hari sekolah di Diniyah School, sore hari mengaji kepada para ulama. Beliau mengaji kepada  Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, ayahanda dari ulama terkenal Buya Hamka. Selain mengaji kepada Haji Rasul, Rahmah juga mengaji kepada  Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, Syekh Abdul Latif Rasyidi, Syekh Mohammad Jamil Jambek dan syekh Daud Rasyidi. Lingkungan relijius  dan cendekia seperti inilah yang telah menumbuhkan kepribadian Rahmah.

Rahmah dikenal sebagai sosok yang cerdas,  lincah, menyukai  hal-hal baru, dan memiliki tekad baja. Jika sudah menginginkan sesuatu, maka tiada seorang pun yang mampu menghalanginya. Karena kecerdasannya, setelah lulus sekolah dia diminta menjadi guru bagi almamaternya. Disela-sela kesibukannya mengajar, dia mengikuti kursus  kebidanan di RSU Kayu Taman (1931-1935). Ia juga belajar ilmu kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan.

Pada saat itu masih sangat sedikit perempuan yang bersekolah. Paradigma masyarakat Melayu memandang perempuan hanyalah makhluk kelas dua yang tidak perlu bersekolah tingi. Percuma bersekolah jika akhirnya hanya masuk ke dapur. Perempuan masa itu sangat pasif dan belum mampu memberikan kontribusi riil bagi kemajuan agama dan bangsanya. Rahmah sangat prihatin dengan kondisi ini. Ia berpendapat pendidikan sangat penting bagi kaum perempuan. Dengan pendidikan maka kaum perempuan mampu mengangkat harkat dan martabatnya, mampu melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

Berangkat dari keprihatinan inilah Rahmah El-Yunusiyah bertekad untuk mendirikan sekolah khusus bagi kaum perempuan. Dibantu oleh kakak sulungnya  Zainuddin Labay, akhirnya Rahmah El-Yunisiyah berhasil mewujudkan mimpinya. Pada tanggal 1 November 1923 berdirilah Madrasah Diniyah Li al-Banat.

Bahu membahu dengan Zainuddin Labay, Rahmah mengelola sekolah ini.  Awalnya  murid sekolah ini hanya 71 orang yang terdiri dari kaum  ibu-ibu muda. Bertempat di serambi  masjid Pasar Usang, mereka belajar ilmu-ilmu agama  dan Bahasa Arab.  Seiring berjalannya waktu, murid Rahmah pun bertambah. Akan tetapi baru sepuluh bulan sekolah ini berjalan, Zainuddin Labay dipanggil oleh Alloh SWT, meninggal dalam usia muda. Rahmah sangat terpukul dengan musibah ini. Dia kehilangan seseorang yang selalu membimbing, mengarahkan dan memberi semangat untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Tapi Rahmah pun segera bangkit, tidak larut dalam kedukaan. Dia tetap melanjutkan keberadaan Madrasah Diniyah Li al-Banat  bahkan membuat keputusan untuk memberikan pengajaran klasikal lengkap dengan sarananya seperti gedung, meja, bangku, papan tulis, kapur dan sebagainya.

Rahmah berjuang keras untuk mendirikan gedung bagi sekolahnya. Berkat kegigihannya, gedung sekolah itu pun dapat berdiri diatas tanah wakaf dari ibundanya sendiri, Ummu Rafiah. Diatas bangunan sederhana dari bambu berukuran 12 X 7 m inilah kegiatan belajar-mengajar berlangsung setiap hari.

Rahmah El-Yunusiyah selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi lembaga pendidikannya. Dia ingin mendirikan gedung yang layak bagi para muridnya, bukan dari bambu. Akhirnya Rahmah memutuskan untuk mengadakan tour penggalangan dana .

Pada tahun 1927, dia menggalang dana di Aceh dan Sumatera Utara selama tiga bulan.  Selain penggalangan dana, tour ini juga bertujuan sebagai ajang study banding bagi para calon guru di Madrasah Diniyah Li al-Banat. Rahmah menghadap para sultan, mempresentasikan visi dan misi sekolahnya. Dia juga mengunjungi  sekolah-sekolah ternama pada masa itu. Dari penggalangan dana ini, Rahmah berhasil membangun gedung dan asrama yang mampu menampung 275 murid dari 350 total murid keseluruhan. Selain perbaikan sarana fisik, Rahmah juga mengadakan perbaikan kurikulum.  Jika sebelumnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama, maka selanjutnya Rahmah memasukan pelajaran  umum seperti Bahasa Indonesia,  Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, menulis latin,  berhitung, tata buku, hitung rugi laba,  kesehatan, ilmu alam, ilmu tubuh manusia,  ilmu bumi, ilmu tumbuhan, ilmu binatang dan menggambar. Sedangkan program ekstra kurikulernya meliputi renang, musik, menganyam, bertenun.

Berkat kegigihannya, lembaga pendidikannya mengalami perkembangan yang sangat pesat.  Di tahun 1926 ia membuka kelas Menjesal School. Kelas ini ditujukan bagi para wanita yang belum bisa baca tulis. Kemudian tahun 1934 Rahmah berhasil mendirikan sekolah Taman Kanak Kanak (Freubel School) dan Junior School (setingkat HIS). Ia juga mendirikan Diniyah School Putri tujuh  tahun yang terdiri dari tingkat Ibditaiyah selama empat  tahun dan tingkat Tsanawiyah selama tiga tahun.

rahmah-el-yunussiyah2Dalam kenyataannya, Rahmah el Yunusiyyah menghadapi problem tenaga pendidik untuk lembaga pendidikan yang dibukanya. Guna memenuhi tuntutan tersebut, ia membuka Kulliyat al Mu’alimat al Islamiyah pada tahun 1937. Kulliyatul Mu’alimat al Islamiyyah ini bertujuan untuk mencetak tenaga guru muslimah profesional. Jangka waktu pendidikannya ditempuh selama tiga tahun. Setahun sebelumnya, yaitu tahun 1936 Rahmah berhasil mendirikan sekolah tenun.

Diniyah School Putri Padang Panjang mendapat tempat di hati masyarakat. Lulusannya sangat diminati. Tidak hanya di Sumatra dan Jawa bahkan hingga masyarakat Malaysia dan Singapura. Rahmah kemudian membuka cabang Diniyah School di beberapa tempat. Ketika ia mengikuti Kongres Perempuan Indonesia mewakili Sumatera Barat di tahun 1935, Rahmah sekaligus membuka cabang di Kwitang dan Tanah Abang. Kemudian di tahun 1950, ia membuka cabang di Jatinegara dan Rawasari.

Rahmah juga berusaha menyempurnakan institusinya dengan cara memiliki lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi. Cita-cita ini terlaksana pada tahun 1967 dengan berdirinya Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Pada tahun 1969. Kedua fakultas ini berubah namanya menjadi Fakultas Dirasah Islamiyyah. Ijazah Sarjananya diakui setara dengan Ijazah Fakultas Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).

Dalam mengelola lembaga pendidikannya, Rahmah memilih sikap independen tidak berafiliasi kepada pihak manapun, baik pemerintah maupun partai.Sikap ini terlihat jelas ketika Rahmah menolak subsidi dana pendidikan dari pemerintah kolonial Belanda. Rahmah juga menolak penggabungan sekolah-sekolah Islam di Minangkabau. Dia berpendapat, independensi menyebabkan sekolah bebas untuk berjalan sesuai dengan visi dan misi sendiri, sehingga mampu menghasilkan para pelajar yang cerdas, shalihah dan militan.

Disamping berjuang di bidang pendidikan, Rahmah juga turut berperan aktif dalam organisasi kemasyarakatan. Dia pernah aktif di beberapa organisasi, diantaranya yaitu Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS), Taman Bacaan, Anggota Daerah Ibu.

Pada masa pendudukan Jepang Rahmah aktif di organisasi Gyu Gun Ko En Kai, Haha no Kai. Sewaktu pecah perang pasifik, Rahmah menjadikan Diniyah School sebagai Rumah Sakit darurat.  Kemudian ketika berita proklamasi kemerdekaan belum sampai kepada khalayak ramai, Rahmah adalah orang yang pertama kali mengibarkan bendera merah putih di Sumatera Barat. Sungguh luar biasa keberaniannya. Di era kemerdekaan, Rahmah mengayomi Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbulwatan. Ia juga turut mempelopori terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat.

Keberhasilannya dalam mengelola Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang  mendapat apresiasi tidak hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Rektor Universitas Al Azhar Mesir, Dr.Syaikh  Abdurrahman Taj mengadakan kunjungan ke Perguruan pada tahun 1955. Kemudian beliau mengadopsi sistem pendidikan Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang tersebut ke Universitas Al Azhar yang pada waktu itu belum memiliki pendidikan khusus bagi perempuan.

Rahmah El-Yunusiyyah berhasil mewarnai kurikulum Al-Azhar. Atas jasanya tersebut, Rahmah mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al Azhar pada tahun 1957. Beliaulah wanita pertama yang mendapat gelar syaikhah. Prestasi yang sangat membanggakan bagi Rahmah khususnya dan bagi bangsa Indonesia umumnya.

Rahmah El-Yunusiyyah telah berhasil membuktikan kepada dunia bahwa muslimah Indonesia bukanlah perempuan yang terbelakang.  Bahwa muslimah taat bisa berkontribusi bagi agama dan bangsanya. Beliau berhasil mewujudkan cita-citanya karena keyakinannya yang teguh kepada Alloh serta tekadnya yang membaja. Rahmah tutup usia pada tanggal 26 Februari 1969. Meskipun beliau telah tiada tapi semangatnya tetap mengalir hingga hari ini. Kisah hidupnya tetap memberi inspirasi bagi seluruh muslimah Indonesia. Selamat jalan Syaikhah….perjuanganmu akan selalu kami kenang

* Penulis : Widi Astuti

38 Komentar

  1. MSF berkata:

    Syaikhah hendaklah ditulis juga Profesor; Beliau merupakan prof perempuan pertama nusantara yang diakui al-Azhar. Salam.

    1. Zulak Halik berkata:

      lucu ya … banyak yang belajar ke negari lain bahkan sampai mengadopsi model pembelajaranya hingga lahir Sekolah Berstandar Internasional ( SBI ), tapi pejuang yang mendapat penghargaan dari bangsa lain malah diabaikan … jadi problematikanya bukan dimana anda belajar … tapi apa yang anda pelajari dan karyakan di masyarakt … Rahmah el Yunusiah telah membuktikannya … lalu kita ???

  2. Widi Astuti berkata:

    Makasih atas masukannya MSF 🙂 Sungguh luar biasa perjaungan Rahmah El-Yunussiyah hingga Al Azhar pun menganugerahi gelar tertinggi tersebut…..tapi ironisnya bangsanya sendiri hanya memandang sebelah mata, tak mengakui jasa-jasanya….Nama Rahmah tenggelam tak berjejak….

  3. bener sungguh mati baru kali ini mendengar perjuangan2 para kaum hawa dari pulau seberang . menakjubkan ………. apa aku yang kuper yaaa ?????

    ” aset bangsa yang semoga tidak hilang ” amien 3X.

  4. Widi Astuti berkata:

    bukannya kuper pak doktertoeloes 🙂 tapi memang selama ini yang di blow up cuma Kartini aja, Jawa sentris banget. Jadi ya wajar2 aja perjuangan perempuan hebat lain
    nya tertutupi 😦

    1. Zulak Halik berkata:

      kalau saya sih melihatnya bukan hanya jawa sentris mba’ … tapi upaya peminggiran peran umat islam dari panggung sejarah … ironi memang, Islam kehilangan jejak sejarah emasnya dipanggung bangsa yang mayoritas menganutnya. sebuah pelajaran sekaligus peringatan bahwa ada yang salah dari bangsa ini … tugas kitalah memperbaikinya bukan membelokkannya.

      1. Widi Astuti berkata:

        Setuju banget pak Zulak Halik, memang Sejarah Islam Indonesia masih berwarna abu2…referensinya masih dari Sarjana Barat, jadinya ya Islam selalu ditempatkan pada posisi kalah dan terpinggirkan….padahal Bangsa Ini adalah karya nyata dari Umat Islam. Saya berterima kasih sekali kepada Blog Kopral Cepot yang telah menampilkan Sejrah dalam warna lain 🙂 Terima Kasih Kopral, ditunggu selalu karya2nya 🙂

  5. kalo tak salah belakangan di ranah itu dilahirkan perda yang membatasi aktivitas perempuan malam hari. jika itu benar, akankah menguntungkan atau merugikan untuk Rahmah Yunus moderen?

  6. Widi Astuti berkata:

    Kalau malem2 kan memang perempuan nggak boleh keluar pak, kecuali ada keperluan darurat 🙂 saya pikir perda tersebut bagus sekali, tidak menghambat aktifitas 🙂 kan aktifitas umumnya siang hari, kalau malam ya browsing aja cukup
    ,hehehe….

    1. Artinya perda itu mencerminkan satu hal: kekhawatiran keselamatan perempuan. mengapa ia harus tak selamat di ranah bundo kandung? krn itu ia “digembalakan” oleh perda agar tak merusak tanaman sendiri dan tanaman orang lain demi “setetes air kehidupan”? Sangat mencemaskan tentu saja

      1. Widi Astuti berkata:

        Artinya Perda tersebut mengamalkan pepatah “Lebih baik mencegah daripada mengobati”. Kejahatan itu disebabkan oleh 2 hal : 1. Kemauan 2. Kesempatan. Bila ada kemauan tapi tak ada kesempatan, maka kejahatan tak bisa terealisasi. BIla perempuan tak keluar malam, berarti tak ada kesempatan bagi perencana kejahatan 🙂 Jadi justru Perda justru menjadi payung bagi perempuan 🙂

      2. Zulak Halik berkata:

        cermati saja perdanya … karena pada dasarnya Islam dan mayoritas budaya bangsa ini tidak membatasi perempuan untuk hal hal yang positif … tapi kalau bebas diartikan ” bisa apa saja ” nah ini baru masalah …

    2. Ulil berkata:

      perempuan Minang tahu dengan alur jo patuik, berjalan malam, hendak apa?
      Bertanyalah pada wanita Minang, jangan membawa fahaman liberal anda ke sini, takkan laku..kalau kata sopir angkot mah, fahaman anda itu Islam Amerika..tak berguna di kampung kami..bawalah ke Prancis sana, cocok tu..bebas semau anda

    1. 'nBASIS berkata:

      Ya. Oh. Oh. Apalagi setelah membaca argumen berdali (1) kemauan (2) kesempatan.Mungkin terlalu simplistis utk diucapkan bahwa sejak Rahmah El-Yunusiyah dilahirkan pada hari Jumat 20 Desember 1900, baru pada era reformasi inilah ada kemauan dan kesempatan. Sebab jika pada era Rahmah ada kemauan dan kesempatan itu, mustahil “umi” kita ini begitu leluasa tumbuh menjadi legenda Bundo Kandung.

      Seolah hendak berkata: “Alam Minangkabau lah buruk bana kini, indak sanggup lai ka mambuek elok. kito batasi sajolah padusi kalua rumah malam hari. Islam iyo bana menginginkan tindakan-tindakan prevensi”.

      Ondeh, mandeh. Sakitnyo ka ubun-ubun.

      1. Ulil berkata:

        oh..oh..haha!
        Plz deh, hermeneutika, pluralisme, sampah orientalisme!

  7. Udhe berkata:

    Reblogged this on R.I.P and commented:
    Inilah beliau pendiri pesantren yang membesarkanku dengan lika-liku yang menyenangkan 🙂

  8. Kang hasyim berkata:

    lucu negara kita ini orang seperti kartini malah yang di agung2kan seperti halnya budhi utomo ( golongan peryayi ) yg tidk pernah mengobarkan perjuangan malah di jadikan kebangkitan nasional kalo mau juga oemar said cokro aminoto

    1. lucu sih, tidak. itu sebuah dinamika bernegara di sebuah bangsa majemuk saja apalagi ditambah dengan fakta-fakta keterbatasan. bahasa kita bukan bahasa Jawa meski secara demografis berpenduduk mayoritas Jawa. ketika hendak menginventaris siapa-siapa saja pahlawan kita, maka keterbatasan membuat penyederhanaan. generasi terbaru tentu lebih mampu memperbaiki itu untuk Indonesia. Begitu saya rasa.

  9. suatu nilai perjuangan yang tak ternilai harganya pada zamanya , dan kini hanya

    terkooptasikan oleh sebatas sebuah perda yang valuenya dibawah permen atau –

    pp bahkan undang2. syaikhah tentu akan bangkit dari kuburnya bagaimana tidak

    buah dari hasil perjuanganya masih belum menggeneralisasi kaumnya kaum hawa

    ironis memang , cabut saja perda itu.

  10. tahanan abadi demokrasi berkata:

    Piagam jakarta

  11. Hada berkata:

    kerennnn seorang perempuan yang satu ini..

  12. perempuan hebat semoga byk penerus nya

  13. Chaerunnisa berkata:

    Luar biasa bunda Rahmah, sungguh saya baru mengenalnya setelah mengunjungi pesantren Dinniya Putri Padang Panjang, … Bagiku beliau adalah perempuan hebat yang salah satu karyanya bisa kita lihat saat ini, dan rasa syukurku yang mendalam karena saat ini pesantren Dinniyah Putri ada ditangan yang tepat, titisan langsung bunda Rahmah, …Sukses selalu bunda Zizi, saya seperti melihat bunda Rahma el Yunussiyah junior…

  14. ayatayatadit berkata:

    Kartini adalah tokoh yang “dibuat” Belanda sedang Rahmah El-Yunusiyah adalah orang yangbenar-benar mengembangkan pendidikan untuk wanita, dan ia tiada banyak diperbincangkan khalayak.

    Saya reblog ya bung?

  15. ayatayatadit berkata:

    Reblogged this on ayatayatadit and commented:
    Adakah anda mengenal Rahmah El Yunusiyah?

  16. munawwarg berkata:

    Trimakasih. Mencerahkan. Kenapa ya yang lebih nyaring terdengar justru wanita islam terkekang /terbelakang. Paling tidak begitulah sepertinya pandangan para “pejuang” feminis Indonesia. Rupanya klaim mereka a historis ya..Diperlukan munculnya publikasi seperti ini ke permukaan, saya rasa.

  17. ikan hias berkata:

    terimaksih atas potiingannya, semoga dengan adanya artikel ini mampu menyadarkan pembaca akan orang2 yang sangat berjasa pada negeri ini dan perlu kita kenang sepanjang hayat kita.

  18. Jeanny berkata:

    Subhanallah.. Mengagumkan ..
    Mhn izin share ya.. Terimakasih

  19. ARMAWATI berkata:

    Profesor pertama Perempuan diakui International…..

Tinggalkan Komentar