Yang Tersisa Dalam Cerita

Sardjono Kartosoewirjo, putra bungsu Kartosoewirjo. Saat ayahandanya ditangkap Kodam Siliwangi, Sardjono berusia 5 tahun. Setelah beranjak dewasa ia cukup banyak tahu tentang gerakan NII. Maklum kedua kakaknya, Dodo Muhamad Darda dan Rahmat Tahmid Basuki adalah termasuk anggota DI/TII yang masih terus bergerak pasca meninggalnya Kartosoewirjo.

Sardjono sekarang aktif di Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB), wadah berkumpul anak cucu  tokoh-tokoh yang di masa lalu menjadi korban politik. FSAB diinisiasi oleh Amelia Yani (putri Jenderal Ahmad Yani), Suryo Susilo (Putra Kolonel Ngaeran, anggota opsus pimpinan Ali Moertopo), Perry Oemar Dani (putra Marsekal purn Omar Dani, mantan KSAU),  Caterine Panjaitan (putri pahlawan revolusi, DI Panjaitan) Sardjono Kartosoewirjo (putra Imam Besar DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo),  serta Ilham Aidit, (putra almarhum Ketua PKI DN Aidit) serta yang lainnya.

Berikut ini kompilasi wawancara Sardjono Kartosoewirjo yang dilakukan oleh wartawan Vivanews.com dan Beritasatu.com di tempat serta waktu yang berbeda.

Siapa nama asli Kartosoewirjo?
Nama ayah aslinya Soekarmaji. Soe itu artinya bagus, Karma itu pekerjaan, Aji itu Raja. lahir di Cepu, Jawa Tengah, 7 Januari 1905. Lalu pindah ke Jawa Barat berubah menjadi Sekarmaji.

NII Kartosoewirjo itu seperti apa?
Kartosoewirjo itu tidak pernah ada perlakuan khusus. Kalau PKI ada imej bahwa dasarnya adalah ateis. Kalau kami sama-sama Islam, apanya yang dimusuhin. Waktu ayah meninggal, saya sudah umur enam tahun. Ibu saya dari awal ikut gerilya. Saya lahir di daerah Denu, Tasikmalaya Selatan. Saat itu saya lahir di tengah hutan. Jangankan orang, kera saja tidak betah di situ, kami terdesak. Saat itu 14 April 1957, kami masuk ke hutan bambu. Sekitar Gunung Galunggung, Gunung Ciremai, kemudian di Gunung Talaga Bodas, Garut, Bandung.

Apa yang diingat saat itu?
Semua menyedihkan. Jadi yang terkesan itu yang sedih. Saat itu staf Imam (panggilan Kartosoewirjo) ada 500 orang, termasuk pengawal. Jadi itu besar sekali. Saat mulai turun, itu di gugusan Gunung Batara Guru, perbatasan antara Garut dengan Bandung, Danau Ciharu, sekarang ada PLTU Kamojang, di sanalah pasukan mulai terpotong oleh TNI. Pasukan kami terpecah. Saya pisah dengan bapak, saya ikut ibu. Bapak bawa pasukan pengawal, saya juga. Saya dapat pengawal sekitar enam orang. Pengasuh saya namanya Mustiah, itu penduduk setempat. Kemudian komandan pasukan pengawal mencari induk pasukan. Saat itu yang masih ada Agus Abdullah (Perwira DI/TII) ke Gunung Ciremai. Itu sekitar bulan Juni tahun 1962.

Kemudian di Desa Tambak Baya, di daerah Garut sekitar PLTU Kamojang saat ini. Di sanalah ada kejadian yang saya anggap patut dihargai. Saat itu saya tertangkap, saat turun pada jam 9 pagi. Saat itu pula kami sudah menemukan seruan (tertulis) dari Imam yang ditanda tangani kakak saya, Muhammad Darda. Seruannya, pertama hentikan tembak menembak, kedua, kembali ke pangkuan NKRI. Sebelah kiri ada tambahan kalimat Pangdam VII Siliwangi, Ibrahim Aji. Kalimat itu, segera hubungi pos-pos TNI terdekat dan membawa perkakas perang dan dokumen. Ini sudah imbauan tapi kalau pasukan, ya silahkan saja. Harus ada perintah dari komando setempat, itu namanya Kompas, komando setempat.

Yang turun pertama itu, saya, kakak saya Komalasari, Kartika, Cecep itu anaknya Jaja Sujadi (Ketua Majelis Keuangan). Lalu ditanya, ini anak siapa dan nama-namanya ditulis. Kami ini dibilang anak pengasuh. Sampai ke markas itu, diperiksa lagi dari pemeriksaan pendahuluan, lalu BAP diubah, akhirnya ketahuan kami bukan anak pengasuh. Dan ternyata ini anak Imam lalu BAP kami diubah, termasuk BAP anak Jaja Sujadi. Kemudian, pengasuh ditanya, kenapa tadi mengatakan ini sebagai anak ibu? Ya untuk melindungi, takut ditembak.

Lain seperti apa?
Setelah itu, kami diantar lagi ke markas batalyon, di Cicalengka, menginap lagi. Setelah itu saya dibalikin ke Garut, di Wisma Korem di Cipanas. Di sanalah saya bertemu bapak, sedang sakit. Bapak acak-acakan ambutnya, pakai piyama, itu sekitar bulan Juni tahun 1962. Setelah itu keluarga saya dipindah ke Ciumbuleuit (Bandung). Tapi bapak masuk rumah sakit, saya hanya dengan ibu masuk ke wisma Siliwangi. Di Ciumbuleuit itu di atasnya Rumah Sakit paru-paru.

Proses hukum setelah penangkapan?
Setelah setahun lebih, ada berita bapak dipanggil ke Jakarta karena harus ke pengadilan. Setelah itu, bapak divonis mati. Berarti bapak tidak akan ketemu kami lagi, ya kami tidak bisa mengerti persis waktu itu usia saya 6 mau 7 tahun. Saya dengar dari kakak saya, ada permintaan bapak sebelum meninggal.

Pertama, ingin bertemu dengan perwira-perwira terdekat untuk terakhir kalinya. Tapi ditolak, karena dianggap mereka ada unsur politik. Kedua, ingin eksekusi ini disaksikan oleh wakil salah seorang dari keluarga, karena katanya di negara lain itu boleh disaksikan. Ini juga ditolak, karena mereka menganggap itu mengerikan. Ketiga, ingin jenazahnya dikembalikan ke pekuburan keluarga di Malangbong (Garut). Ini pun tidak dikabulkan, karena nanti akan banyak yang ziarah. Keempat, ingin ketemu dengan keluarga. Nah ini boleh. Kami bertemu di Jakarta, di sekitar Lapangan Banteng. Di sana ada Mahkamah Darurat Perang, itu tahun 1963.

Setelah itu kami berpisah dengan bapak. Kemudian saat akan dieksekusi, bapak boleh meminta satu permintaan lagi. Kata bapak, “saya hanya ingin bertemu sang pencipta”. Itu yang saya kagum, bapak percaya akan adanya hari berbangkit, hari dipertemukannya manusia dengan Tuhan. Hari dievaluasinya seluruh kebijakan-kebijakannya selama ini. “Saya hanya ingin melihat dari kebijakan-kebijakannya itu, diterima atau ditolak oleh Tuhan“. Itulah yang saya terkesan sampai sekarang kenapa saya menempelkan nama Kartosoewiryo kepada nama saya. Inilah sebagai bentuk pengabdian saya, saya pakai nama Kartosoewiryo inikan harus berhati-hati sikapnya. Hingga akhirnya tahun 2010 saya berziarah untuk pertama kalinya ke makam bapak saya karena sudah ditemukan di Pulau Onrust di gugusan Pulau Seribu.

Waktu perpisahan terakhir dengan bapak apa yang dibicarakan?
Ya bicara umum. Bapak minta maaf, karena tidak bisa bertemu lagi. Bapak juga titip anak-anak pada ibu. Yang datang ada lima anggota keluarga. Itu karena banyak anak yang sudah meninggal. Salah satu kakak saya masih ada di Jawa.

Di mana sebenarnya makam Kartosoewirjo. Apakah keluarga tahu?
Sekarang sudah tahu, yaitu di Pulau Onrust di Kepulauan Seribu. Eksekusinya di Pulau Ubi. Saya sudah dua kali ziarah ke sana. Kami sekeluarga tahu juga baru-baru saja, tahun 2010. KIta tahu pertama kali dari media massa yang menyebutkan lokasi makam Kartosoewirjo. Lalu kami telusuri dan memang mendekati kebenaran. Di sana ditulis di makamnya: salah seorang tokoh DI/ TII yang dieksekusi tahun 1964. Ada satu lagi makam di sebelahnya bernama Hasan. Kedua makam itu berbeda dengan lainnya yang dikeramik, pakai penutup, pagar. Mungkin juga sebagai obyek wisata supaya banyak yang ziarah. (Berita tentang Makam SM Kartosoewirjo di posting disini tahun 2010 – red)

Pemberitahuan dari Kodam itu tahun 1964, kami dipanggil ke Kodam dan diberitahu kalau eksekusi sudah dilaksanakan di sebuah tempat di Kepulauan Seribu. Lalu diserahkan barang-barang pribadi: piyama, jam Rolex putih tidak berlapis emas, tempat rokok yang ada gambar kuda (lapis emas), pipa gading. Pakaian terakhir Kartosoewirjo ya yang banyak beredar itu menggunakan piyama.

Karena anaknya banyak, maka barang-barang itu dibagikan. Barang-barang itu kami bagi ke seluruh anaknya yang masih hidup. Dulu bapak rokoknya Escott produksi BAT. Ketika bapak dieksekusi, anaknya tinggal enam. Tiga laki, tiga perempuan. Setelah dieksekusi anggota keluarga yang sekolah cuma Rahmat Tahmid Basuki dan saya. Ibu saya meninggal tahun 1990an. Waktu saya sudah dewasa dan sudah menikah.

Saya tidak punya kenangan soal ayah saya karena saya masih kecil. Saya bangga dengan bapak saya. Dia orang yang teguh, disiplin untuk mencapai cita-cita. Karakter itu yang membawanya untuk meraih cita-citanya. Bapak itu tahunya kalau hitam ya hitam, putih ya putih. Ia tidak mengenal istilah abu-abu (grey body). Bapak saya itu orangnya to the point, tidak mau muter-muter.

Hubungan dari keluarga bapak ya masih ada. Suadaranya bapak cuma satu, kakaknya bernama Wa Mantri tapi saya tidak tahu nama aslinya. Dia itu istri kepala penanaman jati di Cepu. Dia punya anak satu, namanya Mbak Sri yang jadi pemeluk Kristen karena dulu sekolah di Kristen.

Setelah 1962 bagaimana kehidupan keluarga Kartosoewirjo?
Setelah tahun 1962 kami semua turun dari gunung. Dulu berpindah-pindah dari Gunung Galunggung, Cianjur, Garut, Tasik, tapi semua di Jawa Barat. Saat turun dari atas kami turun dari Galunggung. Selama setahun kami keluarga ditahan di Ciumbuleuit. Istilahnya ditampung. Kita ditampung di Wisma Perwira, makanan bagus standar perwira. Lalu diasimiliasi di Jalan Banda. Dari sana harus ada keluarga yang menerima, itu syarat dilepas. Kita diterima keluarga di Malangbong. Di sana kita punya tanah warisan, masih ada tanah seluas 13,5 Ha. Yang tidak punya keluarga dikirim ke transmigrasi ke Lampung. Maka di daerah trasmigrasi Lampung banyak daerah di beri nama Ciamis, Tasik. Garut dan daerah di Jawa Barat lain.

Kami sendiri pindah ke Malangbong. Di atas tanah itu kami bercocok tanam. Baru tahun 1964 Kartosoewirjo dieksekusi. Pada tahun 1963 kita sudah dipanggil ke Jakarta untuk diberitahu bahwa bapak sudah dijatuhi hukuman mati dan grasi ke Presiden Soekarno sudah ditolak. Jadi sudah tidak ada lagi jalan hukum lagi kecuali eksekusi dilaksanakan.

Dari 4 permintaan hanya satu yang bisa dilaksanakan yaitu bertemu dengan keluarga untuk terakhir kali. Permintaan lainnya adalah: bertemu dengan semua perwira terdekat, tidak bisa dilaksanakan karena masih berurusan dengan politik. Permintaan agar saat eksekusi ada wakil keluarga yang menyaksikan. Di Amerika itu boleh. Tapi pemerintah bilang tidak bisa takut meninggalkan trauma. Dan permintaan untuk dimakamkan di makam keluarga di Malangbong, juga tidak bisa. Jadi dianggap hilang. Di istilah perang hilang atau meninggal dunia itu sama.

**********

Kami sadar masalah negara Islam tidak bisa dipaksakan di Indonesia. Perlu dijelaskan ke seluruh masyarakat apa itu Islam. Perjuangan itu ada waktunya. Obama dibawa dari Afrika sama nenek moyangnya itu baru 250 tahun kemudian berkuasa. Khomeini berkuasa setelah 350 tahun lebih. Mandela juga berkuasa setelah 300 tahunan. Hanya Muhammad yang hanya butuh waktu 23 tahun. Bahkan kalau dihitung dari hijrah hingga penaklukan Mekah itu hanya tujuh tahun. ~Sardjono Kartosoewirjo~

12 Komentar

  1. hana89 berkata:

    ini….wawancara sendiri pak kopral?

    ———–
    Kopral Cepot : Bukan… ini kompilasi wawancara dari vivanews.com sama beritasatu.com, Sengaja tidak mengkopas smua wawancara, hanya yg berkisar cerita sejarahnya saja

  2. dennydublin berkata:

    stigma anak pki smpai anak cucu masih melekat dan amat sulit dihilangkan ditengah tengah masyarakat indonesia ada diskriminasi apalagi menjadi pegawai pemerintahan , sangat lain dengan anak cucu nii/tii yang nota bene pengikut sm – kartosoewirjo yang praktis seperti masyarakat kebanyakan pada umumnya -bagaimana bung kopral , ditunggu jawabanya ….salam .

    ———-
    Kopral Cepot : Mungkin iya… mungkin juga tidak. Ada juga anak2 pki yg skrg jadi pegawai pemerintah bahkan jadi anggota DPR. Dulu jaman orba ada istilah “eka” dan “eki”, stigma ideologis yg dilekatkan pada geneologis… mungkin krn sekarang sudah cerdas2, tidak identik antara ideologis dng geneologis. Yg jelas ideologi Komunis dengan Islam sangat berbeda dalam penerimaannya di masyarakat.

  3. diko berkata:

    ni yg gue suka. lu kopral tapi wawasan jendral….good job..’

  4. ra Wa Liang Mieng THOQ berkata:

    itu yang dimaksudkan anaknya pki ( istilah dulu “eka” dan “eki ” ) yang menjadi anggota dpr namanya dr.rifka ciptaning yang menulis sebuah buku ” aku bangga menjadi anaknya pki ” itu yang dalam suatu wawancara diwawancarai salah satu televisi swasta itu ucapan2nya atau jawabanya ” penuh dengan pernyata’an kontrovesiil alias ngawur (dalam bahasa jawa ” sak penak’e udhelle dhewek “)”salah satunya adalah mengatakan era orde baru-kalau pemuda rakyat dirangkul merupakan kader2 golkar (kemudian) dipertanyakan oleh ketua umum sayap golkar (prof dr soehardiyono) tetapi sayangnya tidak berkelanjutan. ini juga merupakan bagian dari sejarah indonesia khan ?

  5. itu yaa salah2 atau jangan2 anggota dpr ri yang menulis ” aku bangga jadi anaknya pki ” yaitu dr rifka ciptaning itu nantinya akan menulis lagi untuk sebuah buku yang judulnya ” aku bangga jadi anaknya maling ” – bisa2 saja , gitu kok bisa jadi anggota dpr ri tho ?

  6. Assalaamu’alaikum wr.wb, Kang KC

    Hadir untuk menyapa sesudah lama tidak bersilaturahmi dan ingin mengucapkan

    Sejalan dengan berlalunya Ramadhan tahun ini.
    Kemenangan akan kita gapai
    Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi
    Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa
    Dalam kesempatan hidup ada keluasan ilmu
    Hidup ini indah jika segala karena ALLAH SWT

    Di hari yang FITRI ini, dengan TULUS HATI
    Saya mengucapkan mohon MAAF LAHIR & BATHIN
    Semoga ALLAH selalu membimbing kita bersama di jalan-NYA

    SELAMAT HARI RAYA AIDIL FITRI
    Salam Ramadhan dari Sarikei, Sarawak. 😀

    ————–
    Kopral Cepot : Hatur tangkyu bunda 😉 … Maaf lahir bathin

  7. Noer berkata:

    Keteguhan prinsip yg dimiliki oleh kartosuwiryo, membuatnya dihormati kawan dan disegani lawan. Semoga sejarah semakin menjadi terungkap …

  8. Fajar berkata:

    Yang saya tahu terlepas dari statusnya sebagai pemberontak, SMK adalah seorang pahlawan besar yang ikut mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Beliau juga lah yang berperang melawan belanda di Jawa Barat saat pemerintahan pindah ke Yogyakarta akibat dari perjanjian Renville.

    ———–
    Kopral Cepot : Setubuh alias sa7 😉

  9. kopral jono berkata:

    itulah politik yang kalah pasti di cap berontak.di derah saya banyak korban komplik DI.TII

  10. lahirnya di tengah hutan ya @_@

Tinggalkan Komentar