Kezaliman Dalam Penulisan Sejarah Islam

Oleh Y. Herman Ibrahim

Saya harus minta maaf kepada ilmuwan sejarah untuk mengatakan bahwa sejarah adalah ilmu yang paling tidak ilmiah. Argumen saya adalah bahwa sesuatu dikatakan ilmiah pertama-tama harus objektif. Kedua, proses dan hasilnya harus terukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Ketiga, kebenarannya dapat dibuktikan secara empiris atau paling tidak secara laboratoris. Sejarah menjadi tidak objektif karena sejarah ditulis oleh penguasa dan disebarluaskan lewat kekuasaannya itu. Ukuran kebenarannya paling-paling hanya pada “waktu terjadinya peristiwa” bukan pada substansi. Juga ada kesulitan dalam menguji kebenaran sejarah secara empiris maupun laboratoris karena metodologinya sarat kepentingan kekuasaan.

Dalam penulisan sejarah nasional yang paling dirugikan dan dizalimi adalah Islam. Nyaris semua produk sejarah Indonesia yang diajarkan kepada anak sekolah sejak SD sampai perguruan tinggi adalah sejarah yang anti dan menegasikan Islam. Para pemuda kita dibutakan atas sejarah masa lalu dari kebesaran Islam. Para ilmuwan sejarah pun bisu atau membisukan diri atas penulisan sejarah yang tidak berpihak kepada kebenaran. Determinasi kekuasaan sejak zaman penjajahan Belanda sampai pemerintahan sendiri sangat kuat, tetapi mereka paranoid terhadap Islam.

Tengok kisah kebohongan sejarah ihwal pertemuan Kartosoewiryo dengan Westerling di Gedung Pakuan Bandung. Kisah ini sangat keji karena sumber sejarahnya adalah pengadilan sandiwara atas kasus Schmidt dan Jungschlaeger. Hal ini ditulis ulang oleh Her Suganda di Pikiran Rakyat (5/2). Tentu saja Her Suganda mengambil dari sumber resmi yang dalam hal ini dibuat penguasa pada saat itu. Haris bin Suhaemi yang dijadikan saksi dan dikutip kesaksiannya dalam tulisan itu digambarkan sebagai orang yang dekat dengan Imam Negara Islam Indonesia (NII), S.M. Kartosoewiryo as syahid. Padahal, nama Haris bin Suhaemi tidak dikenal di kalangan pimpinan tinggi maupun menengah NII.

Di pengadilan dia membual pernah menyaksikan pertemuan antara S.M. Kartosoewiryo dan wali negara Pasundan R.A.A. Wiranatakusumah dan bekas kapten Westerling. Dia juga berkisah melihat kapal selam menurunkan perlengkapan perang, senjata, dan munisi, serta droping dari pesawat terbang asing untuk melengkapi mesin perang DI/TII. Anehnya, di tulisan Her Suganda dikatakan bahwa Kartosoewiryo gagal melaksanakan ambisinya karena lemahnya persenjataan dan kesulitan komunikasi. Menurut Her Suganda, Kartosoewiryo hanya bisa mengacau di daerah Sukaraja dan Cikalong, Tasikmalaya Selatan.

Kebohongan dan fitnah yang dilansir oleh saksi lain di pengadilan tersebut sangat memojokkan perjuangan Islam NII. Meskipun demikian, harus diakui bahwa NII memang mengalami fragmentasi yakni NII pro-Proklamasi 17 Agustus 1945 pimpinan H. Zainal Abidin dan Ajengan Patah, NII pro-Belanda yang dipimpin Sultan Hamid II yang bersekutu dengan Westerling, serta NII pimpinan S.M. Kartosoewiryo yang menajiskan berhubungan dengan kaum kafir. Dalam pernyataan bantahan yang dilansir oleh Komandemen Tertinggi Angkatan Perang NII No. IX/7/1955, dinyatakan bahwa usaha merangkaikan dan mencampuradukkan (samansmelten) perjuangan Islam NII dengan gerakan subversif yang dilakukan oleh Westerling dan sekelompok orang Indonesia adalah sangat absurd dan sama sekali tidak mengandung kebenaran sedikit pun. Bantahan ini tidak memperoleh tempat di media karena bias kekuasaan.

Rakyat Indonesia selalu dicekoki tuduhan seakan-akan gerakan Islam identik dengan pemberontakan. Kehadiran dan deklarasi NII sebenarnya tidak berada pada posisi ada negara di dalam negara karena Republik Indonesia berdasarkan Perjanjian Renville hanya berada di Yogyakarta dan sekitarnya. Lebih tepat dikatakan kehadiran NII adalah sebuah negara dengan negara yang sejajar jika disandingkan dengan RI. Lain halnya dengan negara Pasundan yang benar-benar merupakan produk Belanda. Orang-orang nasionalis bisa tidak sependapat dalam perkara ini, tetapi kebenaran sejarah tidak bisa ditutupi terus-menerus.

Menurut Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, M.A., M.Phil., sejarah Islam perlu dipaparkan dengan jujur dan diinternalisasi terus-menerus untuk membangun semangat perjuangan dan peradaban. Orang Yahudi sangat berkepentingan memalsukan sejarah Islam karena mereka paham bahwa sejarah bisa menjadi sumber inspirasi yang tiada habisnya bagi kemajuan umat manusia. Dengan segala cara mereka melakukan manipulasi sejarah seakan-akan sumbangan Barat terhadap peradaban manusia lebih hebat daripada Islam. Banyak contoh, betapa sejarah Islam bukan saja ditutup-tutupi, tetapi dikisahkan dalam bentuk kekalahan dan ketertinggalan.

Pembodohan bisa direkayasa lewat sejarah. Lihat sejarah Islam Nusantara yang tidak pernah sungguh-sungguh menggambarkan kejayaan Samudera Pasai, Ternate, dan Tidore serta pengislaman Papua oleh Kerajaan Islam Bacan. Anehnya, yang selalu dibanggakan adalah kisah kejayaan Majapahit dan Sriwijaya yang konon bisa mempersatukan nusantara. Para ulama yang oleh pujangga Mataram Ronggowarsito pada abad XIX disebut Walisongo sebenarnya adalah penyebar dan penegak syariat Islam lewat kekuasaan yang dibangunnya dari mulai Giri, Demak, dan Cirebon. Di masa Mataram yang telah meramu Islam dengan sinkretisme, para ulama tersebut dimistifikasi sebagai tokoh-tokoh keramat dan digjaya tetapi pada saat yang sama direduksi menjadi para pengembang ajaran tasawuf.

Krisis sejarah berikutnya adalah pengaburan Kebangkitan Nasional yang dimanipulasi seakan-akan berawal dari berdirinya paguyuban Boedi Oetomo. Bandingkan dengan Syarikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan 25 tahun lebih tua daripada Boedi Oetomo. Organisasi ini menjelma menjadi Syarikat Islam yang terbuka untuk seluruh rakyat Indonesia dari segala lapisan yang mayoritas beragama Islam. Faktanya, pendiri Syarikat Islam H.O.S. Cokroaminoto dan murid-muridnya adalah kaum pergerakan yang menjadi pejuang politik dan militer.

Hizbullah adalah laskar Islam yang menjadi inti peristiwa heroik 10 November di Surabaya. Di Jawa Tengah tatkala TNI di bawah pimpinan Soedirman mengalahkan sekutu sebenarnya terdiri atas elemen-elemen tentara Islam. Peristiwa yang dikenal Palagan Ambarawa 15 Desember 1945 dan dijadikan Hari Kartika Eka Paksi (hari TNI AD) itu sama sekali tidak mengisahkan keterlibatan laskar santri. Menjadi catatan penting bahwa pemberontakan PKI Madiun lebih banyak dihancurkan oleh Hizbullah, namun yang ditonjolkan dalam sejarah adalah prestasi Divisi Siliwangi.

Akhirnya di hari-hari kehidupan bangsa yang konon telah merdeka selama 63 tahun ini, umat Islam selalu terpinggirkan. Bangsa ini memilih pendidikan sekuler dan mengikuti strategi Yahudi yang memisahkan agama dengan politik. Mayoritas umat Islam terbawa arus pemikiran yang menolak nilai-nilai agama menjadi sumber hukum positif. Sekarang dengan kecanggihan media yang dikontrol asing, perlawanan Islam politik pada tingkat tertentu dikategorikan sebagai tindak terorisme. Hasbunallah wa nimal wakil. Amin. ***

Penulis, pengamat politik dan militer.

sumber : Koran PR/Opini/18 Februari 2009

10 Komentar

  1. Pantja berkata:

    Pernyataan tsb memang benar,tpi stu hal yg perlu dketahui bahwa pernyataan tdntang ketidakilmhahan sejarah tdak bisa
    Kami terima,karena sejarah punya metode tersndir dlm penelitianya..moho hti2 klo memgeluarkan pernyataan..terkait dengan ketidakadilan terhadap penulisan sejarah islam memang benar,bahkan diperguruan tinggipun kurikulumnya didominasi oleh sejarah barat dan eropa,dan klaupun sejarah islam yang dikaji maka yang lebh ditonjolkan lebih pada hal2 yang negative,..jadi yg perlu kta kaji adalah bagaimana sejarah secara umum dan sejarah islam nusantara dikaji secara objektif,mendapat porsi yg lebih besar dalam kurikulum pendidikan di indonesia..

    …………..
    Kopral cepot : untuk mendapatkan porsi yg lebih besar “pendidikan sejarah” dalam kurikulum sampai sekarang masih dalam kata “semoga” n “mudah-mudahan”. Entahlah…. apakah karena tidak tahu urgensi/arti penting pendidikan sejarah?? saya kira bukan… Tapi kalo sejarah dikaji secara obyektif dan open kepada rakyat terkhusus kaum yang dididik untuk menjadi terpelajar.. apa dampaknya? padahal sejarah adalah cerita para pemenang..

  2. tedja tirta arum berkata:

    memang penulisan sejarah selalu berbeda, tergantung kepentingan si penulis.Harus diakui ada pihak-pihak yang tak mau islam itu muncul kepermukaan,dan itu menjadi PR kita selaku generasi penerus dan pelurus

  3. anak kecil berkata:

    ga ngerti :/

  4. kholid berkata:

    yg hak pasti mndpt ridho allah dan yg batil nerakalah jahanamlah tmptnya.,

  5. Anak Kampung berkata:

    1. Penulis menilai sejarah sebagai yang tercatat saat ini yang menurutnya penuh dengan kebohongan.
    => menurut saya, sejarah yang sesungguhnya masih sedang dituliskan dan itu terus berlanjut sampai seterusnya. Kisahnya akan tersaring, teruji seiring waktu tapi kebenarannya tidak akan hilang oleh waktu, betapapun orang/golongan mencoba menutupinya.

    2. Pendapat penulis mengatakan sejarah yang ada tidak ilmiah — Dengan logikanya sendiri mengenai sesuatu yang ilmiah saya menantangnya untuk menunjukkan bahwa pendapat/pikiran-nya dalam tulisan ini adalah bersifat ilmiah.

    Tentu dengan memenuhi syarat yang dia sendiri ajukan:
    i) Bersifat objektif —
    ii) terukur kuantitatif /kualitatif
    iii) pembuktian empiris/paling tidak secara laboratoris

    Apakah tulisan ini memenuhi 3 syarat yang dia sendiri gunakan untuk menilai sejarah yang ada?
    Mana uraikan fakta-fakta yang dia temukan sehingga mengatakan sesuatu itu bohong?
    bagaimana ukuran kuantitatif/kualitatif-nya?
    apa pembuktian empirisnya/laboratorisnya?

    Kalau itu memenuhi syarat penulis barulah mungkin layak penulis ini membuat suatu penilaian.

    Jika tidak, maaf saja–penilaian penulis ini absurd.

  6. halabi berkata:

    asislam ya,lu wala yu,la alaihi semoga para pejuang muslim mendapatkan balasan yang setimpal atas amaliyahnya dan para penyembunyi kebenaran ditambah siksanya dineraka sana

  7. Jangan tanyakan mengapa seseorang membencimu sebelum kamu tanyakan dirimu sendiri mengapa kamu peduli akan hal itu.

  8. terimakasih 🙂

  9. sutar berkata:

    bagi yang merasa dirinya manusia yang diciptakan dan diberi akal pikiran agar menggunakan kepintarannya untuk mengungkapkan kebenaran sejarah, maka kejadian masa lalu itu seharusnya diungkap, dipaparkan apa adannya, bukan dipaparkan apa untungya bagi seseorang atau kelompok, karena itu akan merusak kebenaran yang sebenarnya. silahkan simak kalam alloh yang mengungkap sejarah dengan kebenaran mutlak dan tujuan keselamatan manusia yang menerima sejarah secara mutlak pula

    12:111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

    7:176. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

Tinggalkan Komentar