Kematian Rezim

Taqdir teu beunang di pungkir, kadar teu beunang di singlar … apa yang ada menjadi tidak ada, apa yang belum ada menjadi ada … dunia kena fana  alias rusak tak ada yang kekal abadi kecuali Dzat Yang Maha Hakiki,  hidup di makhluq karena dihidupkan dan bakal menemukan kematian. Kelahiran dan kematian tak hanya dialami oleh perorangan, tetapi juga oleh sebuah rezim, umat, bangsa, negara atau komunitas masyarakat lainnya. Allah SWT berfirman, “…setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila telah datang ajal, mereka tak dapat mengundurkannya sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).” (QS Yunus [10]: 49).

Ibnu Khaldun menganalogikan proses kelahiran dan kehancuran suatu negara dengan kehidupan manusia. Ada tahap-tahap yang mesti dilalui, masing-masing dengan pasang-surut dan pahit-manisnya. Menurut Ibnu Khaldun yang memandang proses sejarah dalam kerangka siklus (ketimbang proses linear ataupun dialektikal), runtuhnya suatu imperium biasanya diawali dengan kezaliman pemerintah yang tidak lagi mempedulikan hak dan kesejahteraan rakyatnya  serta sikap sewenang-wenang terhadap rakyat .

Akibatnya timbul rasa ketidakpuasan, kebencian dan ketidakpedulian rakyat terhadap hukum dan aturan yang ada. Situasi ini akan semakin parah bila kemudian terjadi perpecahan di kalangan elit penguasa yang kerap berbuntut disintegrasi dan munculnya ‘petty leaders’.

Bangsa yang dikalahkan cenderung meniru bangsa yang menaklukannya karena mengira hanya dengan begitu mereka dapat menang kelak. Jika kejayaan suatu bangsa hanya bertahan empat atau lima generasi, hal itu dikarenakan generasi pertama adalah ‘pelopor’, generasi kedua ‘pengikut’, generasi ketiga ‘penerus tradisi’ (tradition keepers), sedangkan generasi keempat berpaling dari tradisi (tradition losers).

Ibn Khaldun juga menuturkan bahwa sebuah Peradaban besar dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan kehidupan keras, kemiskinan dan penuh perjuangan. Keinginan hidup dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan ‘Ashabiyyah diantara mereka membuat mereka berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras. Impian yang tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru. Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan kemunduran suatu peradaban lain (Muqaddimah: 172). Tahapan-tahapan diatas kemudian terulang lagi, dan begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal dengan Teori Siklus.

Berdasarkan teorinya ‘ashabiyyah, Ibn Khaldun membuat teori tentang tahapan timbul tenggelamnya suatu Negara atau sebuah peradaban menjadi lima tahap, yaitu: (Muqaddimah: 175).

  1. Tahap sukses atau tahap konsolidasi, dimana otoritas negara didukung oleh masyarakat (`ashabiyyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.
  2. Tahap tirani, tahap dimana penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya. Pada tahap ini, orang yang memimpin negara senang mengumpulkan dan memperbanyak pengikut. Penguasa menutup pintu bagi mereka yang ingin turut serta dalam pemerintahannya. Maka segala perhatiannya ditujukan untuk kepentingan mempertahankan dan memenangkan keluarganya.
  3. Tahap sejahtera, ketika kedaulatan telah dinikmati. Segala perhatian penguasa tercurah pada usaha membangun negara.
  4. Tahap kepuasan hati, tentram dan damai. Pada tahap ini, penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibangun para pendahulunya.
  5. Tahap hidup boros dan berlebihan. Pada tahap ini, penguasa menjadi perusak warisan pendahulunya, pemuas hawa nafsu dan kesenangan. Pada tahap ini, negara tinggal menunggu kehancurannya.

Tahap-tahap itu menurut Ibnu Khaldun memunculkan lima  generasi, yaitu:

  1. Generasi Perintis atau Pelopor, Biasanya mereka adalah orang-orang yang memiliki semangat juang tinggi, pantang menyerah, cerdas, dan berkomitmen besar dalam membangun peradabannya.
  2. Generasi Pembangun, yang dengan segala kesederhanaan dan solidaritas yang tulus tunduk dibawah otoritas kekuasaan yang didukungnya. Mereka masih mewarisi semangat dan ruh perjuangan bapak-bapak mereka. Biasanya pada masa merekalah sebuah peradaban akan mencapai puncak kemajuannya.
  3. Generasi Penjaga Tradisi, Di mulai dari sinilah sebuah peradaban menjadi stagnan. Tidak lagi berkembang, namun masih tetap memiliki eksistensi kewibawaan. Semangat untuk mengembangkan sebuah peradaban sudah tidak seperti para pendahulunya, walaupun masih terbilang eksis.
  4. Generasi Penikmat, yakni mereka yang karena diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem kekuasaan, menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara. Pada fase ini para penguasa dan masyarakatnya sudah mulai senang berfoya-foya dan meninggalkan akhlakul karimah. Mereka hanya menikmati apa yang sudah di beli oleh para leluhurnya dengan keringat dan darah. Maka, Kedholiman dan ketidakadilan mulai tampak dimana-mana. Sehingga tatanan sosial yang sudah disusun rapi menjadi tidak stabil.
  5. Generasi Penghancur, yakni generasi yang tidak lagi memiliki hubungan emosionil dengan negara. Mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai tanpa mempedulikan nasib negara. Jika suatu bangsa sudah sampai pada generasi kelima ini, maka keruntuhan negara sebagai sunnatullah sudah di ambang pintu, dan menurut Ibnu Khaldun proses ini berlangsung sekitar satu abad.

Seperti apa yang telah di uraikan diatas, Ibnu Khaldun menjelaskan persoalan jatuh bangunnya kekuasaan. Menurut pandangannya kekuasaan akan jatuh apabila melupakan solidaritas kelompok pendukungnya, sebaliknya akan tetap bertahan selama solidaritas tersebut tetap terjaga dengan baik. Solidaritas inilah yang menggerakan dan mendorong orang untuk terus maju dan mencapai tujuan. Masyarakat dan negara yang kuat adalah masyarakat dan negara yang padanya terdapat tiga perkara;

Pertama, solidaritas kebangsaan yang kokoh, dimana sikap dan perilaku menzalimi, membenci dan menjatuhkan satu sama lain bertukar menjadi saling memberi, saling menghargai dan saling melindungi. Ibnu Khaldun menyebutnya ‘ashabiyyah atau ‘group feeling’ –meminjam terjemahan Rosenthal.

Kedua,
kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya. Rakyat yang setia kepada negara akan bertambah makna strategis maupun dampak positifnya secara ekonomis dsb jika setiap individunya unggul dan mumpuni. Sebaliknya, keunggulan sumberdaya manusia semata tidak akan banyak berarti jika suatu negara dilanda krisis demografis yang mengantarkannya kepada kepunahan.

Ketiga, kebangkitan suatu bangsa dan kejayaan negara berawal dari dan hanya akan langgeng apabila orang-orangnya selalu optimis dan mau terus-menerus bekerja keras. Kesuksesan tidak dicapai sekonyong-konyong (la yahshulu lahum zhafarun bil munajazah), ujar Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah, iii/49.

Maka jika generasi ini mampu memelihara sendi-sendi ideal rezimnya, rezim tersebut akan mampu bertahan dan berumur panjang. Sebaliknya, jika sendi-sendi itu tidak lagi diindahkan, lahirlah generasi penghancur yang akan mengakhiri kejayaan rezim tersebut.

Kematian rezim karena kufur nikmat

Panjang pendeknya umur sebuah rezim ditentukan seberapa besar rezim tersebut mensyukuri nikmat yang dianugerahkan Allah SWT. “Sesungguhnya, jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian. Dan, jika kalian mengingkarinya, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7).

Rezim yang tidak pandai bersyukur ialah mereka yang mengingkari karunia yang telah Allah anugerahkan kepada mereka. Rezim seperti itu dalam Alquran diancam dengan tegas, “…dan jika kalian mengingkarinya, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7).

Rezim yang kufur nikmat banyak dicontohkan kisah-kisah umat terdahulu yang tercantum dalam kitab suci Alquran. Rezim yang hancur karena kufur itu antara lain hancurnya umat Nabi Luth karena gempa bumi, umat Nabi Nuh yang punah dengan banjir Tsunami, umat Nabi Saleh dengan penularan virus binatang kepada manusia, dan penderitaan sejumlah kaum durhaka karena paceklik dan kekeringan yang berkepanjangan.

Azab Tuhan juga bisa muncul dalam bentuk merebaknya rasa takut dan cemas karena tumbuh suburnya tingkat kriminalitas, penyebaran wabah penyakit menular, atau peperangan antarkaum yang mengorbankan orang-orang yang tak berdosa.

Kufur nikmat bisa pula muncul dari pemimpin rezim atau rakyat. Jika pemimpin tidak lagi mengindahkan hak dan kewajibannya terhadap rakyat, pemerintahan akan dijalankan secara zalim dan otoriter; sementara rakyat tidak henti-hentinya mengintip kesalahan pemimpin, lalu mendramatisirnya sedemikian rupa sehingga terjadi chaos dan anarkisme. Ini semua adalah contoh kufur nikmat. (ref)

Likulli ummatin ajalun ….. maka setelah kematian sebuah rezim akan datanglah generasi pengganti … “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)

“Idza ja\’a ajaluhum la yasta\’khiruna sa\’atan wa la yastaqdimun” (Apabila telah datang ajal, mereka tak dapat mengundurkannya sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya)), maka dari itu bersiaplah wahai generasi pengganti jangan menunggu ajal tiba dari generasi sebelumnya !!!! Mendekatlah dalam dekapan-Nya … Cintailah yang berhak di cintai … Merdeka-kanlah penduduk negeri … berpihaklah pada kebenaran dan keadilan… maka taqdir mu akan tiba jua.

 

 

30 Komentar

  1. Tari-ssi berkata:

    postingan ini banyak ilmu yg tdk pernah saya tau, saya dapatkan setelah membacanya, nice info kopral… lanjutkan!

    1. Usup Supriyadi berkata:

      sama. tari, begitu juga dengan saya…. 😀

      1. Hafid Algristian berkata:

        idem. saya juga. 😀

  2. Kakaakin berkata:

    Banyak juga contoh kaum yang dilenyapkan Allah dari muka bumi akibat perangai kaumnya yang buruk…

    1. Negeri saba’ kan salah satunya bu?

  3. alamendah berkata:

    (Maaf) izin mengamankan KETIGAX dulu. Boleh, kan?!
    Berarti saat ini Indonesia sedang diisi oleh generasi Penikmat atau jangan2 malah generasi penghancur….

    1. ya..kita tidak tau, bagi yang bisa menikmati zaman sekarang ini ya termasuk generasi penikmat. Tapi jika tidak bisa menikmati dan malah menghancurkan ya termasuk generasi penghancur. Jadi tergantung darimana Anda merasakan.

  4. Sang Penjelajah Malam berkata:

    Semoga Indonesia selalu berada dalam lindungan-Nya

  5. Jadi, kita yang ada pada zaman sekarang ini termasuk generasi yang mana menurut Ibnu Khaldun? dan bisakah siklus itu berubah? Kalo bisa, bagaimana caranya agar sebuah rezim bisa bertahan dan disukai oleh masyarakat (civil Society)?

  6. Ifan Jayadi berkata:

    Oleh karena itu, jadilah kita kaum yang bersyukur dan berada pada jalan yang benar dari Allah SWT, Insya Allah, Rahmat Nya akan selalu mengiringi kehidupan kita

    ————–
    Kopral Cepot : Yup … moga menjadi Abdan Syakuro.

  7. Assalaamu’alaikum Kang KC
    Lama juga tidak hadir menjengah sahabat yang penuh sejarah di jiwanya.
    Saya sangat suka membaca posting Kang KC ini.

    Mohon izin dulu kang untuk copy paste kerana penulisan hebat kang KC punya kaitan dengan kuliah saya iaitu Tamadun Islam di bawah tajuk Peradaban Tamadun Manusia – bangun jatuhnya sesuatu bangsa. Jika sudah kang izinkan, baru saya copas muatannya. Terima kasih didahulukan. 😀

    **********

    Merujuk kepada tulisan kang di atas, sejarah tamadun manusia telah membuktikan jatuh bangunnya sesuatu bangsa tersebut. malahan di dalam al-Quran dengan jelasnya Allah mengisahkan beberapa bangsa yang hebat, kemudiannya hancur dan musnah akibat kesombongan, kecuaian, kelalaian dan tama haloba mereka dengan kurnia Allah sehingga dihina dinakan.

    Kronologi sejarah bangsa memberi gambaran kekuatan yang dibangunkan oleh bangsa tersebut hasil dari ketidakpuasan hati, penindasan yang dilakukan dan kerapnya tidak menyukai pemerintah yang zalim telah mengakibatkan jiwa memberontak dan bangun membentuk satu komuniti yang kuat dan gagah pertahanannya untuk berjaya memunggah kesatuan negara yang baru. kemudiannya runtuh dan musnah akibat kemewahan dan kesenangan yang dikecapi olehi generasi ke generasi yang terkemudian.

    Mudahan kita akan selalu menjaga peradaban dan ketamadunan bangsa kita agar tidak runtuh dan tercemar. Budaya kuning dari Barat masa kini, bisa membenam jiwa anak2 muda yang larut dengan budaya hegemoni Barat yang melalaikan.

    Semoga Allah selalu melindungi kita semua. Amiin.
    Salam mesra selalu dari saya di Sarikei, Sarawak.

    ———–
    Kopral Cepot : Dengan senang hati … apapun yg ada di rumah KC, Bunda bisa copas 😉 …
    Hatur tararengkyu atas komentar yang berharga ini … kepingin dapat kuliahan dr Bunda 😉

    1. Alhamdulillah, terima kasih Kang Kc. senang hati saya atas izinnya. Sekarang juga saya copas. 😀

      Hehehe… mahu kuliah dengan saya ya. Boleh. mudahan bisa suatu hari nanti. mana tahu kan ! CUMA..bimbang kang KC tidak berhenti ketawa nanti kerana saya tidak serius dalam mengajar. Santai dan mesra pelajar. Whuaallah. 😀

      Thanks Kang KC. Semoga Allah memberkatimu.
      Salam pagi yang indah.

      1. Usup Supriyadi berkata:

        senangnya kalau begitu…. 😀

  8. Ibunya Galang berkata:

    Assalamu’alaikum wr.wb

    Kejadian bencana alam, tsunami, gempa dll, bagi org2 sekuler tak ada hub nya dg dosa dan teguran alloh swt. Bagi mereka hanya dianggap sbg gejala alam biasa. Bagi org2 yg beriman, yg masih percaya alloh swt, sbenarnya itu musibah dan teguran alloh swt, krn kita telah memperlakukan alam dg semena-mena. Pandangan islam thd musibah, ada dua: pertama, sebagai cobaan dan hrs sabar krn akan mengangkat derajat; kedua, sebagai hukuman dan laknat, krn kita dianggap berbuat maksiyat.

    Musibah: pertama, musibah individual; kedua, musibah massal. Yg pertama, karena dosa2 individual. Yg kedua, karena dosa2 massal dan terorganisir, sehingga yg tdk berbuat dosa pun kena hukuman atau kena dampaknya. Termasuk jenis yg kedua…, adalah perbuatan korupsi, yg dampaknya terhadap berbagai kejadian bencana alam disekitar kita, spt banjir besar krn hutan rusak, tabrakan kereta api, dst; krn diakibatkan melemahnya semangat amar maruf nahyi mungkar. Smoga, kita mau mengingatkan dan tdk berdiam diri membiarkan kerusakan di sekitar kita.

    Salam kenal …

    —————
    Kopral Cepot : Hatur tararengkyu pengingatnyah 😉

    1. Usup Supriyadi berkata:

      salam ibundanya, Galang 😉

  9. belum selesai baca, baru setengah,mantab banget. lanjut koment dulu

  10. achoey berkata:

    Subhanallah
    Membaca ini menggugah gairah
    Berharap tak menjadi generasi penghancur dan tak ada generasi penghancur

  11. Usup Supriyadi berkata:

    Masya ALLAH…

    saya harus segera membaca Muqaddimah!

    Dan, adalah tugas kita yang sekarang ini membentuk generasi berikutnya yang lebih baik, dan mengkontrol diri kita masing-masing agar jangan malah menghancurkan…

  12. aming berkata:

    semoga kita semua dilindungi olh Alloh SWT..

    like this post bro…

  13. hudaesce berkata:

    Semoga kita semua tak termasuk Generasi penikmat ataupun penghancur, dan semoga negeri ini selalu berada dalam LindunganNYA.

  14. mida berkata:

    Point pertama dari tiga perkara aja (‘ashabiyyah) kita ga punya… Malah saling sikut dan tawuran di mana-mana… 😦
    Postingan sarat makna Kang…

  15. sedjatee berkata:

    saya telah membaca Muqaddimah
    karangan Ibnu Khaldun yang sangat fenomenal
    isinya sangat bagus, berbicara ttg sejarah dan filosofi
    ulasan yang mantap Kang Cepot..
    nice info,, salam sukses..

    sedj

  16. iis berkata:

    qta sebagai generasi akhir jaman harus menjadi generasi yang kuat yang menjadi banggaan pemimpin qita “ROSULLULLAH”

  17. Republican Wasp berkata:

    Setiap rezim memang memiliki masa jayanya sendiri-sendiri. Yg jelas suatu rezim akan mulai mendekati keruntuhannya ketika para birokrat & orang-orang atasnya mulai terpancing untuk memprioritaskan kepentingan diri atau golongannya ketimbang kepentingan rakyat atau negaranya

Tinggalkan Komentar