Abad Pasundan

Oleh H.M. DIDI TURMUDZI*

SEBAGAI organisasi yang berdiri pada 1913, Paguyuban Pasundan dalam tiga tahun mendatang akan genap berusia 100 tahun. Inilah momentum yang sangat bersejarah bagi Paguyuban. Momentum ini memperbesar kepercayaan diri dan menggugah harapan meskipun momentum ini juga menimbulkan tantangan yang sangat berat.

Periode kepemimpinan Paguyuban dalam lima tahun mendatang merupakan momentum untuk menimbang-nimbang lagi, atau merumuskan kembali, jalan yang hendak ditempuh Paguyuban di kemudian hari. Dalam hal ini, salah satu tantangan yang harus dijawab meniscayakan Paguyuban agar dalam seabad usianya organisasi ini tidak menjadi sepuh, mapan, dan konservatif. Sebaliknya, Paguyuban merasa tertantang untuk menunjukkan, organisasi ini telah teruji oleh waktu, kreatif, dan luwes menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Hal terpenting adalah bagaimana agar Paguyuban tetap dibutuhkan masyarakat, khususnya masyarakat Sunda, dalam arti turut menjawab masalah-masalah yang dihadapi orang banyak dewasa ini. Hanya dengan begitu, kiranya, keberadaan Paguyuban tetap dirasakan.

Oleh karena itu, seluruh rengkak paripolah Paguyuban pada hari-hari mendatang insya Allah sedapat mungkin akan menyegarkan kembali ingatan dan kesadaran kolektif akan komitmen Paguyuban yang dicetuskan sejak organisasi ini memulai langkahnya lebih kurang seabad silam. Komitmen itu tiada lain dari komitmen untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan dalam arti yang seluas-luasnya.

Jalur pendidikan, budaya, dan sosial ekonomi, dengan demikian, diandalkan sebagai jalur utama yang akan ditempuh oleh Paguyuban di kemudian hari. Jalur itu pula, sesungguhnya, yang selama ini ditempuh Paguyuban dalam upaya merealisasikan cita-citanya.

Jejaring pemikiran

Berbagai cetusan pikiran yang lahir di dan dari lingkungan Paguyuban, juga pencapaian-pencapaian Paguyuban selama ini, akan diingat dan direnungkan kembali supaya menjadi endapan batin para pengelola Paguyuban. Kami tidak akan melupakan, misalnya, Perdjoeangan Pagoejoeban Pasoendan karya Moh. Koerdie, pengarang Sunda terkemuka pada zamannya yang pernah memimpin surat kabar Sunda Sipatahunan. Tulisan-tulisan itu selamanya akan menjadi inspirasi.

Selain merenungkan kembali gagasan, catatan, dan cita-cita yang sempat tercetus, tentu saja kita pun perlu mengambil inisiatif untuk turut merumuskan apa-apa yang belum tetapi perlu dirumuskan. Bersama elemen-elemen masyarakat lainnya, Paguyuban akan dengan senang hati ikut mengidentifikasi, memahami, dan menafsirkan garis-garis pokok perubahan masyarakat seabad kemudian. Kita perlu mempertemukan pemikiran lintas disiplin yang berkaitan dengan tantangan dan peluang masyarakat satu abad nanti.

Paguyuban juga memandang perlu mengambil inisiatif untuk mempererat kembali jejaring dengan sesama kekuatan masyarakat lokal, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Dalam hal ini, konsentrasi patut diarahkan pada upaya-upaya menggali kembali berbagai kearifan lokal, menjembatani hubungan di antara elemen-elemen masyarakat lokal, dan merumuskan relevansi kearifan lokal dengan berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat kontemporer.

Sebagai gambaran, dapat disebutkan, sebagai lajuning laku dari penandatanganan nota kesepahaman antara Paguyuban Pasundan dan Gabungan Persatuan Penulis Nasional (Gapena) Malaysia, di Bandung, Februari lalu, kami sedang berupaya menyelenggarakan seminar internasional bertema “Pemetaan Budaya Nusantara”. Langkah seperti ini untuk menggali berbagai kearifan lokal dari berbagai wilayah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat Sunda. Mudah-mudahan, kita akan sampai pada sebentuk ketahanan budaya yang dengannya agama serta kearifan lokal disegarkan kembali, terutama di tengah kecenderungan menguatnya gejala dekadensi moral bangsa.

Selain langkah-langkah yang bersifat konseptual, Paguyuban juga menyadari perlunya langkah-langkah yang bersifat praktis, dalam arti turut langsung mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh orang banyak dewasa ini. Khusus untuk bidang budaya, pendidikan, dan sosial ekonomi, kiranya diperlukan inisiatif-inisiatif untuk menciptakan terobosan (breakthrough) demi membantu masyarakat kelas bawah agar dapat keluar dari kesulitan hidup sehari-hari.

Dalam hal ini, kami tetap percaya, bahkan yakin, akan signifikannya bidang pendidikan. Melalui pendidikan yang andal akan lahir sumber daya manusia (SDM) yang andal pula. Dengan kata lain, Paguyuban akan senantiasa merasa terpanggil untuk menyediakan kesempatan bagi sebanyak mungkin orang untuk mengenyam pendidikan yang baik demi akselerasi kehidupan ke arah yang lebih baik.

Meskipun tidak mudah, berbagai upaya perlu ditempuh untuk memungkinkan agar sekolah-sekolah di lingkungan Pasundan dapat menjadi sekolah unggulan. Sekurang-kurangnya, hal itu meniscayakan adanya peningkatan kualitas guru dan proses belajar-mengajar demi melahirkan lulusan-lulusan sekolah yang berdaya saing tinggi di kemudian hari. Selain itu, kami juga memandang perlu untuk menjadikan sekolah, sebagaimana keluarga dan media komunikasi massa, sebagai wahana pemeliharaan dan pengembangan kearifan.

Sebagai ilustrasi, dapat dikemukakan, dalam kunjungan kami ke Malaysia beberapa waktu lalu, kami melihat cukup banyak orang Sunda yang bekerja di negeri jiran, dan dianggap “pendatang haram”. Kami sangat prihatin, rendahnya tingkat pendidikan yang sempat mereka tempuh turut menyebabkan marginalisasi terhadap diri mereka. Menurut kebijakan yang berlaku di sana, anak-anak dari kalangan yang dianggap “pendatang haram” tidak memiliki akses ke lembaga pendidikan formal. Oleh karena itu, insya Allah pada bulan Ramadan kami akan mengupayakan pembukaan semacam home school Pasundan di Malaysia. Sehubungan dengan rencana itu, Paguyuban Pasundan Malaysia telah menjalin pembicaraan dengan Kedutaan Besar RI di Malaysia.

Di bidang sosial ekonomi, kami juga prihatin dengan gejala yang menunjukkan banyaknya orang Sunda, khususnya petani, yang terjerat rentenir. Kami merasa perlu berbuat sesuatu. Dalam hal ini, sambil menyadari bahwa lingkungan Pasundan sesungguhnya sudah menjadi potensi ekonomi tersendiri yang cukup besar, kami tergerak untuk mengupayakan pembentukan BMT (Baitul Mal wa Tanwir). Jika langkah kecil ini berhasil, BMT dapat dikembangkan menjadi BPR Pasundan. Lagi pula, sesungguhnya dahulu Paguyuban pernah membuka dan mengelola Bank Pasundan. Sekarang pun kenapa tidak. Yang pasti, selain memerlukan ketahanan budaya, kita pun memerlukan ketahanan ekonomi.

Demikianlah sekelumit gagasan, cita-cita, dan harapan Paguyuban Pasundan dalam upaya menyongsong momentum seabad usia organisasi ini. Mudahan-mudahan Allah SWT merestui langkah kita bersama. Amin.***

*Penulis, Ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan

Sumber tulisan Surat kabar Pikiran Rakyat kolom opini 7 Agustus 2010

Tulisan lainnya :

2 Komentar

  1. majorprad berkata:

    Ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salogak, sareundeuk saigel sabobot sapihanean…

    Jangan sampai tradisi lama yang menjadi rahasia umum terus melekat di masyarakat Sunda, bengkung ngariung bongkok ngaroyok… ngajerit maratan langit.

    Ditiung samemeh hujan… sapapahit samamanis. Guyub rukun! 😀

  2. Sae pisan tah rencana teh, sok ah urang rojong sasarengan. Bank Jabar sareng Bank Pasundan tiasa silih lengkepan.

Tinggalkan Komentar