Bergosok dan Bersatu, 1945

MEREKA, 62 tokoh yang di anggap mewakili bangsa Indonesia, bersidang di gedung Volksraad, Jalan Pejambon, Jakarta Terbentuk pada 29 April 1945, namun baru dilantik pada 28 Mei 1945, sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilakukan esok harinya.

Sidang besar dilakukan dua kali, 4 hari pertama sampai 1 Juni dan yang kedua selama sepekan antara 10-16 Juli 1945. Enam anggota baru ditambahkan dalam sidang kedua ini. Hasilnya? Selama 4 hari rapat pertama berhasil dirumuskan dasar filsafat negara, didasarkan pidato Soekarno pada 1 Juni yang termasyhur itu, yang buat pertama kalinya merumuskan Pancasila. Dan selama sepekan masa sidang yang kedua, disetujui rancangan UUD negara Republik Indonesia yang akan diproklamasikan.

Yang menonjol selama sidang-sidang itu adalah perbedaan pendapat antara “golongan Islam” dan “golongan kebangsaan“. Namun rasa persatuan, dan semangat toleransi yang tinggi rupanya menghasilkan pertemuan paham. Rasa persatuan, semangat toleransi dan tanggung-jawab yang tinggi rupanya begitu menjiwai para anggota, seakan apa yang sedang mereka rumuskan adalah sesuatu yang suci.

Seperti tercermin dalam sidang 10 Juli, tatkala terpaksa dilakukan pemungutan suara untuk memilih apakah negara Indonesia nanti berbentuk “republik” atau “kerajaan “. Sebelum pemungutan suara dimulai, anggota Kiai Abdul Kahar Moezakir meminta sidang untuk mengheningkan cipta lebih dulu. “Oleh karena kita menhadapi saat yang suci, baiklah kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci,” katanya. Usul diterima dan seluruh anggota kemudian berdoa di bawah pimpinan Ki Bagus I Hadikusumo yang membacakan Al-Fatihah. Pemungutan suata yang terlalu sering ingin dihindari. Ujar anggota Abikusno dalam sidang 14 Juli: ” . . . Kita harus memberi dan mendapat. Untuk mengadakan persatuan, janganlah erlihat perbedaan paham tentang soal ini dari seteman. Itulah tanda yang tidak baik buat dunia luar.” Tepuk tangan menyambut seruan ini.

Pemungutan suara (seteman) dibatalkan dan kompromi tercapai. Semua tampaknva merasa bahwa mereka bekerja diburu waktu. Mereka telah bersumpah tidak akan pulang ke daerah masing-masing sebelum UUD Indonesia Merdeka selesai disusun. Dan argumentasi berkepanjangan yang terkadang terjadi dianggap kurang kena.

Proklamasi Kemerdekaan diucapkan pukul 10.00 pada 17 Agustus 1945. Indonesia Merdeka telah lahir. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti namanya menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Dalam satu hari sidang, 18 Agustus 1945, mereka mengesahkan UUD 1945 yang sebagian besar telah dirancang oleh BPUPK.

Sadar bahwa negara baru merdeka 1 hari ini menghadapi tantangan-tantangan besar, para anggota PPKI bertindak cepat. Kata Soekarno yang terpilih sebagai ketua PPKI mengenai UUD yang akan dibahas: “Tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa UUD yang kita buat sekarang adalah UUD sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan: ini adalah UUD kilat. Nanti kalau kita telah bernegara, di dalam suasana yang lebih tenteram kita tentu akan mengumpulkan MPR yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan lebih sempurna . . . Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa selesai dengan UUD ini. Sekarang, siapa yang hendak membuat pemandangan umum yang cekak, singkat, aos?”

Toh satu pasal hampir dilupakan, yakni tentang kemungkinan perubahan UUD. Anggota Iwa Kusumasumantri mengusulkannya dan itulah yang kemudian menjadi pasal 37 UUD 1945. UUD yang mereka sahkan mungkin UUD kilat. Tapi sebuah rumusan cemerlang, Pancasila. telah terkandung dalam pembukaannya.

Mutiara-mutiara Pancasila itu bisa dijumpai dalam pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 — semuanya mencerminkan persatuan dalam perbedaan. Antara lain:

” Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjuangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjuangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah subhanahuwata’ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, supaya keluar dari padanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. ”

Gotong-royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan, saudara-saudara! Kekeluargaan adalah suatu paham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan …. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini bersamasama! Gotong-royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama.

“Apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum bangsawan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”.

Sumber Majalah Tempo Edisi 14 Juni 1980


Catatan Kecil dari Caping :

Pancasila bukanlah sesuatu yang aksidental. Pancasila lahir  sebagai “kompromi antara kekuatan-kekuatan historis” di Indonesia. Kata kuncinya adalah “kompromi” dan “kekuatan-kekuatan historis”. Artinya kita tak bisa meniadakan perbedaan, bahkan pertentangan. Tapi kita perlu memahami, bahkan dalam hidup bersama ini, kompromi tak harus berarti keji. Artinya juga kita tak akan bisa melepaskan Pancasila dari kekuatan-kekuatan historis yang hidup di masyarakat. Kecuali bila kian lama ia  (Pancasila) dianggap sebagai benda yang begitu saja diturunkan dari atas, steril, necis, selesai.

5 Komentar

  1. udienroy berkata:

    Wah kalau urusan beginian inyonge ora uplong mas. Maklum diriku ini orang yang boleh di kategorikan? Ya orang udik lah ➡ maap lah gak bisa kasih respon hehe

  2. Padly berkata:

    Ternyata di awal “Indonesia merdeka” sampai dengan sekarang….Malah banyak orang2 yang mengagung2kan seorang Soekarno (Cape deh…)

  3. majorprad berkata:

    Kalau Soekarno itu berguru pada Tjokroaminoto, maka seharusnya kita bertanya apa sebenarnya keinginan Tjokroaminoto Sejak Tahun 1912 atau isi pidatonya tentang Zelfbestuur (Pemerintahan sendiri) yang dihadiri oleh ratusan ribu orang seluruh Indonesia (nasional) pada tahun 1916 di Bandung dan 1917 jauh sebelum Soekarno mendirikan PNI (1927).

    Tjokroaminoto menandaskan bahwa, “…persaudaraan umat tidak terbatas letak geografis ras suku dan kedudukan, semua berlandaskan persaudaraan Islam.”

    Berarti Kemerdekaan Indonesia (Zelfbestuur) itu adalah kemerdekaan bangsa yang berlandaskan Islam bukan nasionalisme sosialistik (Mirip singkatan NAZI = Nationalsozialismus).

    Betul gak sih Kop? hehe… 😀

    1. Galang berkata:

      mungkin saja mayor 😉

  4. nbasis berkata:

    sedih juga menerima kategorisasi ini: golongan Islam dan golongan kebangsaan. kesalahan yang selalu berulang karena kekurang-fahaman sebagaimana Geertz memakai kategori abangan, santri dan priyayi itu.

Tinggalkan Komentar