Solidaritas Dalam Abad Pluralis

Solidarity in a Pluralist Age : Charles Taylor*

Solidaritas adalah esensi dari masyarakat demokratis. Ketiadaannya akan membuat tatanan itu berantakan. Masyarakat demokratis tidak akan berfungsi ketika muncul rasa saling tidak percaya (mutual distrust) atau dengan kata lain, jika ada sebagian anggota masyarakatnya merasa ditinggalkan anggota masyarakat yang lain.

Banyak orang menganggap berkembangnya pandangan individualistis sebagai ancaman terbesar bagi solidaritas. Akan tetapi, hal ini lebih berkaitan erat dengan berkurangnya rasa kebersamaan.

Bukan suatu kebetulan jika negara paling maju di Eropa, misalnya, tercipta di dataran Skandinavia yang secara etnis homogen. Masyarakat di negara-negara tersebut merasa bahwa mereka dapat memahami tetangga mereka dan sesama warga lainnya, dan mereka menjalin hubungan yang erat.

Yang kini menjadi tantangan adalah memupuk rasa solidaritas yang intens di tengah populasi yang beragam. Ada dua cara untuk melakukan ini. Pertama, adalah merujuk kembali ke solidaritas konvensional. Bangsa Prancis, misalnya, berasal dari negara republik sekuler yang unik yang memiliki konsep laïcité (konsep masyarakat sekuler yang meniadakan keterlibatan agama dalam urusan pemerintahan sekaligus meniadakan peran pemerintah dalam urusan-urusan keagamaan -red.). Namun, upaya bangsa Prancis menegakkan solidaritas dengan memaksakan laïcité, sekaligus mendirikan benteng penghalang untuk membendung imigran Muslim, sama sekali tidak efektif dan bersifat kontraproduktif karena mereka mengesampingkan rasa kebangsaan anggota masyarakat lainnya yang juga menetap di Prancis.

Tantangan kedua untuk memelihara solidaritas adalah mendefinisikan kembali identitas. Masyarakat demokratis dihadapkan pada tantangan untuk mendefinisikan kembali identitas mereka dalam dialog dengan sejumlah elemen yang bersifat eksternal dan yang bersifat internal. Anggap saja itu merupakan pengaruh gerakan feminis di Barat. Yang jadi masalah bukan karena membanjirnya imigran. Mereka adalah orang-orang yang dalam beberapa hal, belum diakui kewarganegaraannya yang kemudian menuntut itu, mendefinisikan kembali tatanan politik dengan mendapatkannya.

Kini, tantangan besarnya adalah meredakan kekhawatiran bahwa tradisi bangsa sedang di-luluhlantah-kan; untuk menerima orang-orang yang datang ke tanah air kita dari negara lain dan untuk menemukan solusi mengkreasi kembali etika politik kita di sekitar inti hak asasi manusia, kesetaraan, nondiskriminasi, dan demokrasi. Jika kita berhasil, kita bisa menciptakan suatu perasaan bahwa kita adalah sama, meskipun alasan kita untuk percaya itu mungkin saja berbeda.

Namun, dengan meningkatnya individualisme — yang terfokus pada ambisi pribadi dan kemakmuran ekonomi — di banyak negara menimbulkan kendala untuk mewujudkan visi ini. Tentunya, dengan semakin banyak orang yang kurang memiliki rasa solidaritas — yang secara menakutkan tergambar jelas dalam perdebatan masalah kesehatan di AS — akan merusak fondasi dasar dari masyarakat demokratis modern.

Rasa solidaritas sekelompok masyarakat hanya bisa dipelihara jika kelompok-kelompok spiritual dari masyarakat benar-benar mendedikasikannya. Yaitu, jika Muslim melihat solidaritas sebagai bagian dari agama Islam, jika Nasrani memandang solidaritas sebagai bagian dari ajaran Kristen, dan jika berbagai elemen filosofis lainnya menganggap solidaritas sebagai bagian dari filosofi mereka.

Agama dapat menyumbangkan basis yang kuat bagi solidaritas sehingga memarginalisasikan agama adalah suatu kesalahan besar. Masyarakat demokratis, dalam keragaman yang luar biasa, mendapat kekuatan dari bermacam-macam mesin komitmen untuk etika kebersamaan. Mereka tidak dapat mematikan salah satu mesin dan berharap dapat melestarikan suatu komunitas politik.

Secara historis, etika politik dari masyarakat Eropa di masa lalu berlandaskan satu fondasi dasar. Berbagai lapisan masyarakat berusaha menciptakan sistem yang tidak mencampuri urusan agama dengan pemerintahan (laïque), dengan mencoba keluar dari ajaran Kristen. Akan tetapi, mereka membuat kesalahan yang sama dengan cara yang berbeda, memunculkan gerakan Jacobin yang berhaluan kiri.

Memang, kita tidak boleh mendasarkan satu pandangan saja, baik laïcité maupun pandangan tertentu lainnya. Kita sekarang mendiami wilayah yang belum terpetakan. Kita menghadapi tantangan yang belum pernah dihadapi sebelumnya dalam sejarah manusia, penciptaan etika solidaritas politis yang sangat kuat yang dengan penuh kesadaran berlandaskan kehadiran dan penerimaan terhadap berbagai pandangan yang berbeda.

Hal ini hanya akan berhasil jika kita terlibat dalam pertukaran informasi yang masif satu sama lain dalam rangka menciptakan rasa saling menghormati terhadap pandangan yang berbeda. Oleh karena itu, berkembangnya Islamophobia di Eropa dan AS serta upaya untuk mereduksi Islam dan menciptakan slogan-slogan menghasut, adalah sejenis kebodohan yang bebal — tidak ada deskripsi yang lebih baik dari itu — dari para pendiri masyarakat demokratis. Itu adalah pandangan yang benar-benar meremehkan pandangan “yang lain”.

Kita hanya bisa hidup berdampingan jika kita berbicara satu sama lain dengan keterbukaan dan keterusterangan. Ketika semua itu terlaksana, akan tercipta rasa solidaritas dari seluruh akar pandangan yang berbeda.

*Charles Taylor is Professor emeritus at McGill University in Montréal and Permanent Fellow at the Institute for Human Sciences (IWM) in Vienna. His most recent book is A Secular Age.

Copyright: Project Syndicate/Institute for Human Sciences, 2010.
www.project-syndicate.org

51 Komentar

  1. lontong kasarung berkata:

    indonesia makin aneh2 aja ‘serangan’nya, kasus papua baru2 ini harusnya segera ditangani serius dgn pendekatan kemanusiaan dan prosperity serta dibuat proses2 penanganan yg lebih manusiawi thd rakyat sendiri, yg terlihat dan yg ditakutkan adalah para pejabat dan aparat justru melayani ASING bukan rakyat sendiri, akhirnya pada momentum tertentu, hal2 tersebut digunakan sebagai senjata makan PEMAKAINYA oleh tuhan2 asing terutama barat dan negara2 adidaya lainnya dalam perebutan sda, seperti kasus teroris dan separatis harusnya dilibatkan tokoh2 agama, adat, dan masyarakat dalam proses integrasi, ditunggu kiprah tokoh agama tertentu terutama yg berani ‘melep
    as’ timor2; selain itu pemerintah pusat harus berani memberi ‘ruang/peran positif aktif’ di daerah2 lain terutama di jawa kepada putra2 papua selain sebagai bumper pelaku2 premanisme/mafioso. tolong damailah dan bersatu untuk memanfaatkan momentum global menuju KEJAYAAN NUSANTARA. juru2 strategi negeri ini harus berpikir lebih kreatif u menyiasati perubahan2 global.

  2. soe berkata:

    tak pernah ada petinggi negeri ini yang mau berpikir dengan jernih, semuaya serba di anggap susah, bengitu bodoh kalau memang ikut terbelenggu di dalam semua ini

    1. Usup Supriyadi berkata:

      sebaiknya, jangan pilih pemimpin bodoh untuk kedepannya ya…. hm….

  3. Martha Andival berkata:

    Keterbukaan dan keterusterangan itu yg sulit dilakukan…

  4. winarno berkata:

    bang Bond, tolong deh kalo bisa pemerintah jangan persusah bisnis kami impor minuman keras terutama dari perancis, aku bisa bahasanya lhoo, tolong demi industri wisata KULINER KAMI!!!DEMI KEPENTINGAN KAMI!!!

    1. Usup Supriyadi berkata:

      wah, minuman keras ya ❓

  5. winarno berkata:

    ya kalo keterbukaan aku juga jago waktu nulis masalah emas busang, hebatnya aku, hehehehe

  6. winarno, holy man berkata:

    BRA X HEEHE eh salah BRE X

  7. winarno, holy man berkata:

    BRA X HEEHE eh salah BRE X, ingat minuman keras efek nya ga bikin kita kedinginan cuma ilang pikiran plus diangetin double ama bre x, tolong keran impor minuman keras diperluas donk demi industri kuliner man!!!saya yakin daya beli masyarakat sudah semakin tinggi u MINUMAN KERAS, INI BENAR2 INDUSTRI YG SANGAT MENJANJIKAN, JGN LUPA TOLONG FPI JANGAN TERLALU SERING RAZIA, ENTAR BISNIS KAMI GA BISA CONTINUOUS, EHH APA YA BAHASA PERANCISNYA???

    1. Usup Supriyadi berkata:

      apa dari minuman keras peningkatan ekonomi nasional negeri ini ❓

  8. Piss berkata:

    “berkembangnya Islamophobia di Eropa dan AS serta upaya untuk mereduksi Islam dan menciptakan slogan-slogan menghasut, adalah sejenis kebodohan yang bebal”
    Se7 pisan….

    Pokonyamah “Islam is the only true religion…”

    1. Usup Supriyadi berkata:

      satujuh dah

  9. dedekusn berkata:

    Kunjungan rebun2 deui wae kang… semoga kabar baik selalu menyertai….

  10. cacing kasarung berkata:

    hmm artikel di serba sejarah ttg emas yg lalu menarik, dipercaya malah membiarkan, itulah kalo menjadikan mereka sebagai penasehat, dosa turunan? ttg video(ada ga?yg di tv one mah bukan pelanggaran, tapi hiburan) kekerasan thd tersangka teroris yg takkan pernah muncul di publik ketika di tahanan(barat diam), di luar aksi kekerasan thd rakyat sendiri dari sabang hingga merauke, hmm pelaku pembocor mudah diidentifikasi, yg jelas sebenarnya ga ada yg peduli ke rakyat sendiri dari sabang hingga merauke, apalagi orang2 luar negeri dengan segala cecunguknya, terbukti juga seperti tahun 65, hmm bule clan atau negara adikuasa selalu mendapatkan medali pembela kebenaran kepedulian kasih dan terpenting adalah EMAS kuning dan hitam, seperti ga ada yg peduli dgn palestina, irak, afghan, atau afrika, dan negara2 dunia ketiga lainnya kecuali yg sebenar2nya adalah sebagai alat permainan, kita selalu mengikuti irama gendang perang mereka, atau irama gendang tarian ekonomi mereka, beli carefour dari hutang, buat tv one dari hutang, beli tambang dari utang, beli segalanya dari hutang, rekstrurisasi garuda dari utang, dll. bgm caranya cepat kaya?dari hutang orang yg semakin kaya pengen tetap dan lebih ingin kaya lagi dari utang riba, mereka akhirnya tentukan cicilan per bulan kita, mereka tentukan scra tdk langsung u berapa tahun kita harus BEP, berapa harus untung per bulannya, dengan menindas rakyat sendiri, kenapa kalian diam?rakyat papua tidak layak mendapatkan perlakuan kekerasan, apalagi jika seorang muslim membiarkannya, diam berarti kalian mengikuti irama permainan para maniak emas dan kekayaan. manusia kata barat adalah evolusi dari kera, sebenarnya yg mereka inginkan adalah manusia indonesia untuk berevolusi menjadi kera2 yg menutup telinga, mata, dan mulut atas aksi rakusnya barat dan negara2 adikuasa lainnya, indonesia hanya menjadi sapi perah negara2 tetangga2nya, para pemimpin negeri ini hanya tutup mulut, mata, dan telinganya, dan akhirnya memaksa rakyatnya sendiri untuk mengikutinya.

  11. agrakom aka agranet multiCITRA siberkom aka detik aka pma berkata:

    tes tes mobil baru gua alphard di tv one, jgn iri loe pada!

  12. Usup Supriyadi berkata:

    Korea Bagi Indonesia : Sebuah Ancaman?

     

    nyuhun keun pandangan na atuh kang…..

  13. Yohan Wibisono berkata:

    Nice Article, inspiring. Aku juga suka nulis artikel bidang bisnis di blogku : http://www.yohanwibisono.com, silahkan kunjungi, mudah-mudahan bermanfaat. thx

  14. yusuf berkata:

    saya bukan orang pemerintahan, saya bukan seorang yang sekolah di bidang pemerintahan, rasanya tidak adil jika setiap ada masalah selalu pemerintah yang jadi sasaran. setiap ada masalah dinegeri ini selalu terkait antara satu dengan lainnya, masyarakat, rakyat dan pemerintah hendaknya jangan saling salah menyalahkan.

  15. Abdul Aziz berkata:

    Pruralisme sosiologis merupakan keniscayaan, tapi pluralisme teologis seperti yang diusung oleh segelintir orang sudah kebablasan, dan tidak bisa diterima.

    Kumaha menurut Akang ?

    —————
    Kopral Cepot : Leres kitu pak …. malah skrg ini pluralisme telah menjadi “agama baru”

  16. Setuju Kang..
    Tapi Untuk Memuculkan kesolidaritasan yang baik bukan hanya diperlukan dengan musyawarah tetapi kesadaran individualisme itu sendiri dalam menjalin keragaman antar kelompok berbeda. Intinya adalah sikap menghargai satu sama lain.

    Memang sulitnya sikap solidaritas berkembang dengan baik jika sistem yang dianutnya sistem Pluralisme, dikarenakan sistem meraka sedikitnya masih mencampuri urusan politik, pemerintahan, serta keagamaan…

    Gimana Menurut Akang?

    Created By http://godzinbudakbaong.blogspot.com/

    1. kopral cepot berkata:

      1000% sa7 … cacakan budak baong 😆

  17. senep berkata:

    hehehehehe……………………………………………

  18. nbasis berkata:

    Tampak modernisasi jadi westernisasi, multikulturalisme jadi apa ya? Pluralisme jadi apa ya?
    Seolah Barat itu lebih tahu segalanya. Bangsa MC krn penjajahan yang lama membuat DPR pun pengen membebek etika ke Yunani? Yunani yang ada Plato dulu kah? atau yang kini sudah seperti Cengkareng?
    Perbenturan peradaban jadi jualan Huntington: lakulah dan larislah. Itu mantan Perdana Menteri Australia 2 pekan lalu ngamuk. Dia bilang “manja-manja nian orang muslim ini. Cekik saja leher mereka semua”.
    Obama hrs tetap di depan, dan SBY manut sajalah. Emang bisa apa?
    Inlanderitas adalah sebuah penyakit, meski kompeni sudah diusir oleh Naga Bonar yang harus menangis di depan patung Jenderal Soedirman karena kucing pun sudah lagak jadi harimau

Tinggalkan Balasan ke kopral cepot Batalkan balasan