Perang Jawa-2 ; Latar Belakang Perang Diponegoro

Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa Sultan Hamengku Buwono II dinobatkan pada tanggal 2 April 1792. Dalam masa kesultanannya, Gubernur Jenderal H.W. Daendels telah mengeluarkan peraturan yang men¬sederajatkan pejabat-pejabat Belanda seperti Residen Surakarta dan Yogyakarta dengan sultan dalam upacara-upacara resmi. Selanjutnya Daendels menuntut Patih Danureja II (kaki tangan Belanda) yang dipecat oleh sultan supaya dikembalikan kepada posisi semula. Tetapi sebaliknya Raden Rangga Prawiradirja III, yang menjadi bupati-wedana Mancanegara Yogyakarta, yang senantiasa menentang campur tangan Belanda, untuk diserahkan kepada Belanda guna mendapat hukuman.

Tuntutan Daendels ini ditolak oleh Sultan Hamengku Buwono II, sehingga ia mengirimkan pasukan Belanda untuk menundukkan sultan. Pertempuran terjadi antara pasukan Belanda dengan pasukan sultan; tetapi ke¬kalahan berakhir bagi pasukan sultan, di mana Raden Rangga Prawiradirja gugur dalam pertempuran, dan Sultan Hamengku Buwono II pada bulan Januari 1811 diturunkan dari tahta dan digantikan oleh puteranya Adipati Anom menjadi Sultan Hamengku Buwono III atau Sultan Raja.

Sultan Hamengku Buwono III ini adalah ayah dari Diponegoro. Pertentangan antara Sultan Hamengku Buwono II (paman Diponegoro) dengan Sultan Hamangku Buwono III (ayahnya sendiri), turut melibatkan Diponegoro yang pada saat itu telah cukup dewasa yaitu berumur 26 tahun (lahir tahun 1785). Dan ia secara politik berpihak kepada Sultan Hamengku Buwono II atau disebut Sultan Sepuh.

Kemarahan Sultan Sepuh dan Diponegoro, bukan hanya Daendels secara sewenang-wenang menurunkannya dari tahta kesultanan Yogyakarta, tetapi juga daerah-daerah seperti Kedu, Bojonegoro dan Mojokerto yang selama ini berada dibawah kekuasaan kesultanan Yogyakarta dirampas oleh Belanda.

Peran Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang kejam dan rakus berakhir pada tanggal 16 Mei 1811, dan digantikan oleh J.W. Jansens. Jabatan Jansens sebagai Gubernur Jenderal hanya beberapa bulan saja, sebab setelah itu pasukan Inggeris menyerbu Belanda, di mana akhirnya Belanda menyerah kalah di Kali Tunntang, Salatiga, Jawa Tengah. Peralihan kekuasa¬an antara Belanda kepada Inggeris, dipergunakan se¬baik-baiknya oleh Sultan Sepuh (Sultan Hamengku Buwono II) untuk merebut kembali kesultanan Yogyakarta. Usaha ini berhasil dan bahkan sultan sepuh memerintahkan agar Patih Danureja II dihukum mati, karena persekongkolannya dengan Belanda.

Kehadiran Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal penguasa kolonial Inggeris di Indonesia, mengokohkan kekuasaan Sultan Sepuh dengan jalan tetap mengakui Sultan sepuh sebagai Sultan Hamengku Buwono II yang berkuasa di daerah Yogyakarta dan menetapkan Sultan Hamengku Buwono III menjadi Adipati Anom.

Tetapi tatkala Raffles meminta daerah-daerah Kedu, Bojonegoro dan Mojokerto sebagai warisan dari Daendels, Sultan Sepuh menolaknya; tetapi Adipati Anom (Sultan Hamengku Buwono III) menerimanya bahkan membantu Inggeris. Pertentangan ini menjadi alasan bagi Raffles untuk mengirimkan pasukan guna menundukkan Sultan Sepuh (Sultan Hamengku Buwono II), dan berhasil. Sultan sepuh ditangkap dan dibuang ke Penang, Adipati Anom diangkat oleh Inggeris menjadi Sultan Hamengku Buwono III pada tanggai 28 Juni 1812.

Untuk memberikan imbalan jasa kepada para pembantu Adipati Anom dalam mengalahkan Sultan Sepuh, maka Pangeran Natakusuma diberikan sebagian daerah kesultanan Yogyakarta menjadi seorang yang merdeka dengan Gelar Paku Alam I; dan Tan Jin Sing, seorang kapten Cina, diberikan pula tanah dan pangkat dengan gelar Raden Tumenggung Secadiningrat (Maret 1813).

Hal ini tentu saja suatu pukulan hebat bagi kesultanan Yogyakarta dan bagi para bangsawannya, karena kehilangan sumber penghidupannya; tanah-tanah lungguh makin susut dan banyak yang hilang.

Seperti halnya Daendels, maka Raffles-pun menjual tanah-tanah pemerintah kepada orang-orang swasta, seperti orang-orang asing Eropa dan Cina, untuk mem¬peroleh penghasilan bagi penguasa kolonial Inggeris. Disamping itu Raffles banyak membawa perubahan dan pembaharuan di dalam mengatur masalah-masalah agraria, antara lain mengadakan pajak tanah. Para petani diharuskan menyerab:kan sepertiga dari hasil buminya kepada penguasa, baik dalam bentuk natura maupun uang.

Selanjutnya pada tanggal 3 Nopember 1814 Sultan Hamengku Buwono III wafat dalam usia 43 tahun; ia digantikan oleh puteranya Pangeran Adipati Anom yang bernama Jarot sebagai Sultan Hamengku Buwono IV. Sultan ini adalah adik Diponegoro dari lain ibu.

Karena usia sultan masih sangat muda, maka dibentuklah sebuah ‘Dewan Perwalian’ dengan Pangeran Natakusuma (Paku Alam I) sebagai wakil sultan. Dalam priode ini, pada tanggal 19 Agustus 1816 John Fendall sebagai wakil pemerintah kolonial Inggeris di Indonesia menyerahkan kekuasaan kepada Van der Capellen, Gubernur Jenderal Belanda sebagai wakil pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Sultan Hamengku Buwono IV tidak lama berkuasa, sebab pada tanggal 6 Desember 1822 wafat; ia digantikan oleh puteranya yang masih kanak-kanak (lahir tanggal 25 Januari 1820), bernama Menol untuk menjadi Sultan Hamengku Buwono V Karena Sultan Bamengku Buwono V masih kecil, maka dibentuk ‘Dewan Perwalian’ yang terdiri atas: Kanjeng Ratu Ageng (nenek perempuan Sultan), Kanjeng Ratu Kencana (ibu Sultan), Pangeran Mangkubumi (anak Sultan Hamengku Buwono II atau paman Diponegoro) dan Diponegoro sendiri.

Dewan perwalian, yang hampir sepenuhnya ditentukan oleh penguasa kolonial Belanda, yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan agama dan adat, maka Diponegoro menolak menjadi wali model penguasa kolonial Belanda. Penolakan ini dijadikan dasar untuk memfitnah Diponegoro oleh penguasa kolonial Belanda dan para kolaborator dari kalangan istana bahwa Diponegoro berambisi untuk menjadi sultan.

Peran penguasa kolonial Belanda dan Inggeris yang seenaknya mengotak-atik pemegang tampuk pimpinan kesultanan Yogyakarta, mengurangkan daerah kekuasaannya dengan jalan merampas dari wilayah kekuasaan sultan serta membebani rakyat dengan berbagai tanam paksa dan pajak-pajak yang tinggi, adalah masalah yang susun susul-menyusul, yang menumbuhkan kebencian dan kemarahan Diponegoro dan rakyat yang mempunyai harga diri dan cinta terhadap kejujuran dan keadilan serta benci kepada setiap kezaliman dan tirani, baik yang dilakukan oleh bangsa asing maupun bangsa sendiri.

Perasaan kesal dan marah tambah membengkak dengan tampilnya golongan Cina sebagai pemegang kunci yang menentukan di dalam kehidupan ekonomi dan sosial, baik di daerah kekuasaan kolonial Belanda maupun di daerah kesultanan, bahkan sampai ke kraton.

Dominasi Cina di dalam bidang ekonomi dan sosial, yang mulai sejak Sultan Agung Mataram (1613-1646) sampai dengan Sultan Hamengku Buwono III (1812-1814), dimana sebagian orang kapten Cina secara resmi diberikan sebagian daerah kekuasaan sultan dengan pangkat Raden Tumenggung Secadiningrat (Maret 1813), adalah. bentuk-bentuk kekuasaan Cina yang begitu mencolok di dalam kehidupan kesultanan Mataram dan dinasti penerusnya. Penguasaan kota-kota pelabuhan dengan syahbandar-syahbandar yang berhak memungut bea-cukai dikuasai Cina, penyewaan tanah yang jatuh ke tangan Cina, para tengkulak yang dimonopoli oleh Cina, baik di daerah kekuasaan kolonial Belanda maupun sultan, menambah kemiskinan rakyat hingga menjadi melarat dan sengsara.

Padahal sejak kehadiran Penguasa kolonial Belanda di Indonesia sampai saat keruntuhan Mataram, Cina senantiasa membantu dan bekerjasama dengan penguasa kolonial Belanda menghancurkan kesultanan Mataram. Letusan perang Jawa ini hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja lagi. Api penyulut cukup sebatang korek api, tetapi lalang kering kerontang yang kena sulutan korek api itu akan meledak menjadi kebakaran yang sulit untuk dipadamkan.

Moment yang tepat itu ternyata sederhana sekali, yaitu pada pertengahan tahun 1825, tepatnya pada awal Juli 1825, Patih Danureja IV, kolabolator Belanda yang setia, telah memerintahkan pejabat-pejabat kesultanan Yogyakarta untuk membuat jalan, di mana antara lain menembus tanah milik Diponegoro dan neneknya di Tegalrejo. Penggunaan tanah milik Diponegoro untuk jalan tanpa sepengetahuan Diponegoro sebagai pemiliknya. Oleh karena itu Diponegoro memerintahkan pegawai-pegawainya untuk mencabut tonggak-tonggak yang dipancangkan sebagai tanda pembuatan jalan oleh Patih Danureja IV. Tindakan Diponegoro ini diikuti oleh protes keras dan menuntut supaya Patih Danureja dipecat dari jabatannya. Tetapi A.H. Smisaert, selaku Residen Belanda di Yogyakarta menolak dan menekan sultan untuk tetap mempertahankan Patih Danureja IV.

Suasana tegang ini dikeruhkan oleh informasi yang menyatakan bahwa penguasa kolonial Belanda akan menangkap Diponegoro. Mendengar berita ini, rakyat yang telah dendam dan marah terhadap penguasa kolonial Belanda berkumpul menyatakan setia untuk membela dan mempertahankan Diponegoro, jika rencana penangkapan itu terjadi. Ketegangan ini menimhulkan kegelisahan.

bersambung…

27 Komentar

  1. Rifky Ramdhoni berkata:

    Perang Diponegoro disebabkan oleh Pangeran Diponegoro tetap ingin agar syariat Islam dijalankan di Jawa. Sementara Belanda yang kafir tidak setuju, karena memang sifat mereka adalah selalu ingin menjauhkan umat Islam dari agamanya. Dan seperti kita telah ketahui bahwa misi penjajahan adalah Gold Glory dan GOSPEL! ingat. GOSPEL!.

    Referensi: jurnal Islamia-Republika, edisi 15 Oktober 2009, dimuat sebuah artikel menarik berjudul ”Diponegoro Pangeran Santri Penegak Syariat”. Artikel itu ditulis oleh Ir. Arif Wibowo, mahasiswa Magister Pemikiran Islam-Universitas Muhammadiyah Surakarta

    P. Swantoro, Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu, (2002)).

    1. Albert Rinekso berkata:

      jangan bawa2 agama ah… SARA

      1. zachib berkata:

        emang begitu adanya………………..sampai sekarang juga tuh…

      2. Agus Gunawan berkata:

        klo /pengikut keyakinan penjajah pasti tak rela di bilang begitu,heran masak agama penjajah di ikuti,hanya orang2 ga nasionalisme klo lahir pas jaman penjajah pasti ga jadi prajurit di ponegoro tapi pasti jadi prajurit patih danurejo pas sekali/adipati anom,/antek penjajah yg kayak gitu,hi amit2

      3. Alif Kota Cahaya berkata:

        SAMPAIKAN SEJARah sesuai ASLINYA, kalau memang ada unsur SARA, agama ya ceritakan dengan sejujurnya, memanipulasi sejarah itu kejahatan luar biasa

  2. ridho arrahman berkata:

    saya salut kpd antasari tapi mengapa iya dpenjara kalau tdk mungkin kasus century akan mudah diatasi dukung pemakzulan sby-boedino korupppppp

  3. Asop berkata:

    Ah makasih artikelnya, saya jadi ingat lagi sejarah. 🙂

  4. Jokotripamardi berkata:

    Coba seandainya presiden sekarang mempunyai watak Pangeran Dipongoro, Malaysa pasti sudah di babat habis,….

  5. eriyiery berkata:

    OOOOPPPPO KUWIIIIIIIIIIII…………………………………………..

  6. orland berkata:

    Ayo semangatlah para pejuang indonesia jangan biarkan harta kebudayaan kita di ambil oleh belanda mari kita rebut kembali harta kekayaan kita

  7. Arip Hans berkata:

    Bangsa yang besar dan mulia adalah yang menghormati dan tidak mengkhianati jasa2 para pahlawannya aik fisik maupun mental

    1. clara berkata:

      ahhhhhhhhhh cacad aja apa tuh

      1. NJM berkata:

        Apa’an Nieh , Ngejek” !!

  8. Arip Hans berkata:

    Bagaimana saat ini, jauh dari harapan

  9. clara berkata:

    cacad ndak menarik

  10. clara berkata:

    cacad abiz di buank aja

  11. menurut survey metro sepuluh ( metro tv ) p.diponegoro menduduki peringkat pertama dari pahlawan paling populer ( tentu saja dengan tidak mengurangi rasa hormat terhadap para pahlawan dan keluarganya ) memang ada rasa kebanggaan tersendiri kalau mendengar,membaca, mengikuti cerita pahlawan yang satu ini ( meskipun orang tidak akan mempercayai jelek-jelek begini masih keturunan / anaknya canggah dari salah satu staffnya p.diponegoro-makanya aku pendam sendiri ) merupakan fakta sejarah penolakan p.diponegoro untuk menduduki sebagai sulthan hamengkubuwono III DAN MEMILIH ANGKAT SENJATA. dimana dana cadangan pemerintahan kolonial belanda terkuras habis dalam menghadapi perlawananya.dan semua tahu dalam perjanjian perdamaianya p.diponegoro dan pasukanya tidak boleh membawa senjata .Jadinya bisa ditebak dengan mudahnya belanda menagkapnya ( lagi -lagi belanda menggunakan politiknya yang KOTOR DAN LICIK ) dilain sisi sebagai seorang muslim sejati.AMATLAH LENGKAP DAN KIRANYA BISA MENJADIKANYA REFERENSI BAGI KITA YANG KATANYA MENJUNJUNG TINGGI-TINGGI JASA PARA PAHLAWANYA ………….
    SUBHANALLOH !!

  12. konkret dalam menindaklanjuti mengejawantahkan merealisasikan mewujudkan merealisasikan mengetrapkan (apapun namanya bukan soal)
    suritauladan (dan mewarisi tentunya) p.diponegoro(rasa hormat yang besar kepada keluarganya) dengan segala kerendahan hati dalam situasi tatanan (sosial budaya dlsb ) carutmarut hingarbingar yang tidak menentu ,bolehlah aku yang fakir (pinjam istilah khotbah) mengusulkan bagi yang merasa ( sekali lagi MERASA tidak ada ikatan resmi) menjalin silaturahmi dengan merintis yang namanya IKATAN KELUARGA BESAR PENERUS CITA-CITA P.DIPONEGORO .p.diponegoro lahir 1785,kiranya kita masuk hitungan canggah (saat ini 2011).bagiku wadah masih merupakan tehnis,yang penting adalah PENGIKUTNYA P.DIPONEGORO (TENTU KETURUNANYA) MASIH EKSIS DAN BANGGA KEPADA LELUHURNYA.blog maupun email saya bisa diconect (maaf bukan untuk promosi / gagasan serius ).semoga gayung bersambut …………..INSYAALLOH .
    n.b :silsilah mbah buyut-mbah kakung/putri-ayah/ibu-anak-cucu-
    cicit-canggah .

  13. Tomy T berkata:

    Terima kasih atas tulisan tentang Pangeran Diponegoro.

  14. NJM berkata:

    Min , Numpang Nanya

    Penyebab Perang Diponegoro Apa ?
    Tolong Di Bales Secepatnya Ya 😀

  15. Alif Kota Cahaya berkata:

    masa lalu ada 2 kelompok, penjajah dan pribumi, ETNIS-etnis pendatang ada yang memihak pribumi mengusir penjajah dan ada yang nyari untung memihak, menjilat penjajah ada yang bermuka 2, Demikian juga yang pribumi ada yang memihak musuh karena bodoh, ada juga yang bermental hipokrit…..perlawanan terhadap penjajah hampir semua suku pribumi dan beberapa etnis pendatang, tetapi bukti sejarah yang memotori dan bergerak secara masif adalah kalangan santri, santri itu atas perintah ulama’ nmaka kemerdekaan indonesia di katakan atas berkat rahmat Allah SWT,

  16. @ Bpk/Ibu/Mas/mBak-NJM bertanya penyebab perang diponegoro apa? ( mohon ma’af a’a kopral saya yang tidak tahu diri ) . pangeran diponegoro sebenar-benar nya adalah seorang WALI ALLAH sekali lagi ( saya pertegas ) pangeran diponegoro adalah seorang WALI ALLAH ( bukan sekedar pejuang muslim biasa atau pejuang santri kebanyakan ) .tentu saja sifat karomah ( yang melekat kepada wali ALLAH ) ada pada diri beliau. seperti yang dilansir di buku pelajaran sekolah atau yang ada pada tulisan artikel a’a kopral cepot ini sebidang tanah yang diserobot oleh belanda yang akan digunakan sebagai jalan raya oleh belanda adalah bukan itu penyebab timbulnya perang diponegoro. perang diponegoro terjadi karena beliau telah lebih dahulu mengetahui ( tahu sebelum terjadi atau kekaromahan ) beliau selaku wali ALLAH itu. seorang pemimpin besar tentu tidak tega melihat rakyatnya tertindas – dibodohkan dan lain sebagainya. saya sangat sependapat dengan bapak /mas Alif Kota Cahaya ” SAMPAIKAN SEJARAH sesuai ASLINYA ” yang artinya menurut mas Alif : adalah sesuatu kejahatan yang sangat luar biasa. pangeran diponegoro ialah seorang WALI ALLAH yang ” PIRSO SAK DHURUNGE WINARAK ” artinya sudah tahu sebelum hal itu terjadi ! sekali lagi a’a kopral cepot mohon ma’af atas segala ketidak-tahu diriian saya ini. salam ” sunda sadayana ” saya sekeluarga dari ” swiss van java ” – gali terus sejarah bangsa tetap semangat

    ….. S A L A M …..( doktertoeloes malang ).

    ———-
    Kopral Cepot : Betul sekali pak… saya secara pribadi sangat setuju dengan pendapat Bapak… Perjuangan luar biasa tentunya dilakukan oleh orang yang luar biasa… Tapi begitulah dalam hal mengungkap fakta dan data sejarah kita harus sabar dan terus menerus menggali sejarah. Interpretasi sejarah terus berkembang sesuai dengan ditemukannya fakta-fakta baru dalam sejarah yang mungkin “masih tersembunyi”. Salam tangkyu atas spirit bapak doktertoeloes yang tak henti-hentinya menyemangati saya untuk terus menggali sejarah … sekali lagi tararengkyu 😉

  17. soe hok gie berkata:

    Stelsel benteng dalam pemberontakan Diponegoro 1827-1830 suatu kajian sejarah perang

  18. aa berkata:

    mari kita kobarkan semangat P. Diponegoro di masa lalu, kita hidupkan lagi di masa kini…..karena P. Diponegoro adalah ahluysunnah waljamaah

  19. Ulul Rosyad berkata:

    mohon ijin copas gan..

Tinggalkan Komentar