SAMPAI saat ini ulang tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI) diperingati setiap tanggal 5 Oktober. Namun khusus tahun 2008 ini ada tiga kejadian, yaitu 5 Oktober adalah HUT TNI berdasarkan kalender, 9 Oktober berdasarkan pendekatan praktis, dan 14 Oktober pendekatan realistis. Sedangkan peringatannya akan dipusatkan di Surabaya pada 14 Oktober 2008.
Sudah kita ketahui bersama bahwa TNI muncul untuk memenuhi panggilan sejarah dan revolusi kemerdekaan di tahun 1945. TNI lahir dari rakyat, oleh rakyat, hidup di tengah-tengah rakyat dan untuk membela kepentingan rakyat. TNI lahir untuk membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Mengingat bahwa TNI lahir dari rakyat, maka sudah barang tentu TNI memang benar-benar milik masyarakat. Karena itu, apa yang menjadi tantangan rakyat, juga berarti menjadi tantangan TNI. TNI yang berasal dari rakyat dan berada di tengah-tengah rakyat, sehingga terjadi interaksi yang tidak bisa dihindari. Inilah yang biasanya kita kenal sebagai kemanunggalan TNI dan rakyat.
TNI mempunyai peran utama dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa Indonesia, mengawal dan diharapkan selalu bisa menjawab tantangan zaman yang selalu akan muncul menghadang kemajuan bangsa dan negara kita. Ini berarti, TNI selalu akan melihat tugas-tugasnya yang berkaitan dengan upaya masyarakat, bangsa dan negara kita untuk menjawab tantangan zaman di waktu yang akan datang itu.
Kemanunggalan TNI dengan rakyat tidak hanya terlihat dalam kerja sama, bahu-membahu dalam perjuangan fisik maupun nonfisik, tetapi kelahirannya benar-benar muncul dari rakyat. Asal kelahiran TNI diawali dari Badan Keamanan Rakyat serta laskar-laskar rakyat.
Setelah ada perkiraan bahwa kedatangan Tentara Sekutu ke Indonesia juga sekaligus untuk mengembalikan penjajah Belanda ke tanah air kita, maka anggota Badan Keamanan Rakyat dan Laskar Rakyat ini mulai merebut senjata dari Jepang, sehingga sedikit demi sedikit mereka mempunyai senjata api.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan maklumat Tentara Keamanan Rakyat yakni angkatan bersenjata yang berada di bawah kekuasaan pemerintah pusat, sehingga dapat digunakan sebagai penyangga berdirinya negara Republik Indonesia.
Begitu efektifnya TNI, sehingga membuat banyak pihak tertarik atau sebaliknya mencurigai peran TNI tersebut. Sebagai alat negara, TNI digunakan pemerintah untuk menjaga kedaulatan negara dari segala ancaman dan gangguan, TNI menjadi kekuatan yang paling dominan dalam mengatasi berbagai konflik yang muncul di masyarakat, dari politik sampai ekonomi.
Banyak persoalan yang akan dan harus dihadapi TNI agar perannya bisa terlaksana tanpa melahirkan berbagai kecurigaan atau kecemburuan, terutama di kalangan masyarakat yang sangat kritis. Tantangan mempertahankan kredibilitas TNI bukan hal mudah dan perlu perhatian serta praktik sungguh-sungguh untuk itu.
Pada saat kondisi negara masih dalam keadaan terancam perpecahan seperti sekarang ini, TNI diharapkan bisa mengaktualkan peran dominannya. Sebagai dinamisator, TNI harus membangkitkan semangat kebersamaan di kalangan orsospol. Kemampuan mendinamisasikan kehidupan politik dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa itulah yang diharapkan masyarakat dengan menghormati pemerintahan sipil yang terbentuk tanpa memihak salah satu partai politik.
TNI yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat, tetap akan menjadi pelindung semua lapisan masyarakat. Secara ideologis, khususnya dalam perjuangan mencapai cita-cita bangsa, TNI akan tetap netral. Kenetralan ini mulai dilakukan dalam Pemilu 1999 lalu. Netralitas itu penting agar politik aliran tidak mewarnai terus perjalanan bangsa ini.
Sebagai kekuatan pertahanan, kemampuan TNI tidak diragukan lagi. Sudah berulang kali, TNI menyelamatkan bangsa Indonesia keluar dari kemelutnya. Penolakan Panglima Soedirman atas anjuran pemerintah untuk menyerah kepada Belanda, dan memimpin perang gerilya di masa revolusi dulu, serta pemulihan kembali keadaan menyusul percobaan kudeta G 30 S/PKI, adalah dua langkah penting yang dilakukan TNI untuk menyelamatkan Republik ini dari kehancuran.
Sampai tahun 2008 ini, sikap tanggap selalu diperlihatkan TNI. Medan juang TNI bagaimanapun tidak sama lagi dengan generasi pendahulu maupun dari para politisi sipil. Lebih mencuatnya paham dan pelaksanaan demokrasi menyebabkan TNI tidak sembarangan menggunakan pendekatan keamanan. Diperlukan kehati-hatian bagi TNI untuk ikut berperan dalam berbagai persoalan bangsa. Namun demikian, dalam merekonstruksi peran TNI, Indonesia harus melihat kepentingan yang lebih besar. Sekaligus juga kita melihat diri kita dan menyadari betapa luasnya wilayah kita yang harus diamankan ini.
Di samping itu, pada saat negara kita berada di ambang perpecahan, TNI harus mampu menjadi penyelamat utama tanpa harus berpolitik. Tantangan TNI juga berupa peningkatan egoisme kelompok, yang kuat ingin menerkam yang lemah, dan yang kaya ingin memakan yang miskin. Jika para politikus kurang memperhatikan hal-hal seperti itu maka kelompok yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir merasa tidak aman, frustrasi, dan menderita. Karena hal itu juga merupakan ancaman bangsa, maka TNI harus mampu melindungi yang lemah dan menekan yang arogan.
Bagaimanapun juga TNI yang berpihak kepada yang lemah (rakyat) sudah menunjukkan TNI sebagai lembaga demokratis. Dalam keadaan yang semakin memprihatinkan, TNI akan tetap di hati rakyat dan bersama rakyat sehingga Indonesia yang demokratis akan semakin maju dan berkembang. Di sinilah urgensinya bahwa TNI harus tetap mempunyai kewibawaan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Sumber: Kedaulatan Rakyat Online Oleh; Drs A Kardiyat Wiharyanto MM, Dosen Universitas Sanata Dharma.