Kisah Orang-Orang Istana

SIANG itu mendung menggantung. Sekelompok demi sekelompok dan bus demi bus memadati pelataran depan Tugu Monas yang menghadap Istana Kepresidenan. Polisi membuat barisan berlapis pada Rabu pekan lalu itu.

Hari itu genap setahun periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Unjuk rasa besar-besaran digelar para mahasiswa di depan Istana. Pagi-pagi, ketika demonstrasi belum lagi dimulai, ratusan polisi sudah bersiaga di sepanjang Jalan Medan Merdeka Utara. Gulungan kawat berduri setinggi satu meter dipasang memisahkan jalan raya dan halaman depan kantor presiden itu.

Di dalam Istana Merdeka suasana terasa kontras. Hawa panas massa menguap di udara. Di Bina Graha, tempat sebagian anggota staf khusus Presiden berkantor, unjuk rasa yang digelar beberapa puluh meter di depan mereka tak terlampau dibahas.

“Tidak ada kegentingan di sini,” kata Staf Khusus -Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparringa. “Kami tidak menganggap demo itu sebagai sesuatu yang berbahaya,” kata Denny Indrayana, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum dan Pemberantasan Korupsi. “Proporsional saja.”

Pagi itu, staf khusus Istana lebih disibukkan oleh kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tengah bersiap diwawancarai radio Elshinta secara langsung. Temanya: evaluasi satu tahun pertama masa kepemim-pin-an Yudhoyono. Wawancara dimulai pukul delapan teng. “Saya mohon doa restunya, berikan dukungan pada kami untuk bekerja,” kata Yudhoyono di akhir interviu.

Setelah itu, staf khusus kembali ke rutinitas mereka masing-masing. Ada yang memantau pemberitaan media sepanjang pekan itu, sekaligus mengukur reaksi publik atas peringatan setahun pemerintahan SBY-Boediono. “Saya pergi ke sejumlah titik demonstrasi, memantau di lapangan bersama Heru Lelono,” kata Denny Indrayana pekan lalu. Heru Lelono adalah Staf Khusus Presiden Bidang Informasi.

Sardan Marbun, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial, menyalin dan mengelompokkan pesan pendek dan surat yang masuk ke nomor telepon pengaduan RI-1 dan kotak pos 9949. Semuanya dicetak dan dibagikan untuk dianalisis. Dalam sebulan, bisa ada 5.000-6.000 pesan pendek yang masuk ke Istana. Satu demi satu isinya diperiksa, dikonfirmasi, dan direspons.

“Pada dasarnya kami adalah juru dengar, juru suara, dan juru pandang Presiden,” kata Daniel Sparringa. Artinya, kata Daniel, mereka menyerap aspirasi publik, menyuarakan posisi Istana, dan memberikan pandangan kepada Presiden. “Tapi kami bukan pembisik,” ia menambahkan.

Inilah lingkaran terdalam mesin kepresidenan Yudhoyono: all the president’s men. Sembilan anggota staf khusus ditambah dua juru bicara. Mereka bekerja di bawah komando Menteri-Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Dipo adalah birokrat veteran yang bertahun-tahun menjabat Deputi Menteri Koordinator Perekonomian, sebelum ditugaskan menjadi Sekretaris Jenderal D8-Kelompok Kerja Sama Ekonomi Negara-negara Berkembang-di Ankara, Turki. Dia direkrut tiga bulan setelah kabinet terbentuk, pada Januari 2010.

Staf khusus ini adalah orang-orang yang dipilih langsung oleh Presiden. Berasal dari berbagai latar belakang dan beragam keahlian, sebagian disatukan oleh kede-katan personal mereka dengan Yudhoyono.

Selain Daniel, Denny, Sardan, dan Heru Lelono, ada Andi Arief, bekas aktivis mahasiswa di Yogyakarta, dan kolega dekatnya, Velix Wanggai. Andi adalah Staf Khusus Bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Adapun Velix menempati posisi Staf Khusus Bidang Otonomi Daerah.

Di luar mereka, ada Jusuf, Staf Khusus Bidang Pangan dan Energi. Perusahaannya, PT Jangkar Nusantara Megah, adalah pemasok ransum TNI. Ada pula Agus Purnomo, aktivis lingkungan hidup, yang direkrut paling akhir, pada Februari lalu, untuk posisi Staf Khusus Bidang Perubahan Iklim. Menggenapi delapan orang ini, ada Kolonel Ahmad Yani Basuki, perwira militer bergelar doktor sosiologi yang direkrut menjadi Staf Khusus Bidang Publikasi.

Selain itu, ada Julian Aldrin Pasha, dosen Universitas Indonesia, yang menjadi juru bicara Presiden untuk urusan dalam negeri. Belakangan, mengganti juru bicara urusan luar negeri, Dino Patti Djalal-yang menjadi Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat-masuk Teuku Faizasyah, diplomat senior di Kementerian Luar Negeri.

Merekalah ujung tombak Yudhoyono, mata, telinga, dan perpanjangan lidah sang Presiden. Sahih-tidaknya -informasi dan analisis mereka ber-implikasi pada baik-buruknya keputusan yang diambil Presiden.

Ketika popularitas Yudhoyono terus melorot dan kinerja setahun pertamanya digempur kanan-kiri, wajar jika perhatian kini mengarah pada orang-orang di lingkaran terdekatnya ini. Kelambanan Presiden merespons gempuran Dewan Perwakilan Rakyat dalam kasus Bank Century, beringsutnya langkah Istana membela dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korups-Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah-sikap lemah SBY menghadapi konfrontasi dengan Malaysia, sampai keterlambatannya menjenguk korban gempa di Wasior, Papua, adalah sebagian dari kritik publik yang makin nyaring setahun terakhir ini.

l l l

DEMONSTRASI di luar Istana makin ricuh. Sejumlah demonstran mencoba menarik pagar kawat berduri dengan tongkat-tongkat berkait. Polisi pun merangsek maju. Tembakan peringatan dilepaskan ke udara. Di Menteng, seorang mahasiswa ditembak kakinya.

Namun, di dalam Istana, ketegangan itu seperti terputus. Unjuk rasa itu memang dipantau terus tapi dianggap angin lalu. “Kami tahu aksinya akan lebih besar dari biasanya, karena ini peringatan setahun pemerintahan,” kata Denny.

Dia memastikan Istana tidak menutup kuping atas teriakan pengunjuk rasa. “Namun ada penilaian yang tidak fair terhadap kinerja Presiden selama ini,” katanya. “Selalu ada kecurigaan terhadap kekuasaan.”

Hampir semua orang di Ring Satu Istana punya pendapat serupa. Mereka tak rela rapor SBY dinilai merah. “Harus dicatat, pada setengah tahun pertama, pemerintahan ini disandera oleh para politikus di Senayan,” kata Andi Arief, yang ditemui Tempo, Jumat pekan lalu. “Kinerja menteri-menteri jadi tidak maksimal, karena secara psikologis mereka terganggu oleh kasus Century,” katanya lagi.

Andi memang berperan khusus dalam manuver Istana meredam gejolak politik Century awal tahun ini. Pada saat itu, Andi berkeliling menemui sejumlah tokoh politik-dari Amien Rais sampai Syafi’i Ma’arif. Dia membawa segepok bukti soal peran sejumlah perusahaan yang ikut menguras simpanan Bank Century.

Salah satunya soal keterlibatan PT Selalang Prima Internasional milik politikus Partai Keadilan Sejahtera, Misbakhun. Ketika itu, Misbakhun adalah salah satu anggota Panitia Khusus Bank Century yang paling vokal. “Empat bulan saya mempelajari kasus Bank Century dan mengumpulkan data dari mana-mana,” kata Andi. April 2010, polisi menahan Misbakhun dan kini perkaranya tengah disidangkan. “Ketika saya membawa kasus ini ke polisi, saya tidak lapor Presiden,” kata Andi tenang.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengakui ada banyak kritik atas peran Andi yang melebar dari wilayah tugasnya sebagai Staf Khusus Bidang Bencana. “Tapi saya tidak melihat kucing hitam atau putih, sepanjang dia bisa menangkap tikus,” kata Dipo, menyitir ungkapan terkenal pemimpin Tiongkok, Deng Xiaoping. “Saya yang bertanggung jawab atas konsekuensi politiknya.”

l l l

PERAN Staf Khusus Bidang Hukum, Denny Indrayana, juga tak lepas dari kontroversi. Aktivitasnya mengungkap kasus manipulasi pajak Gayus Tambunan dan sikapnya dalam soal rekening gendut sejumlah petinggi polisi sempat membuatnya jadi sasaran tembak. Dia dinilai mencoba membelokkan isu dari peng-usutan kasus Century. Dihubungi akhir pekan lalu, Denny membantah punya motif politis. “Tidak ada pengarahan dari Presiden seperti itu,” katanya.

Ketika mengusulkan pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny mengaku hanya diberi dua pesan oleh Yudhoyono. “Kami diminta membersihkan semua dan berusaha menangkap big fish alias kasus kakap,” katanya. Dia menuding pihak yang menuduhnya punya motif lain di luar pemberantasan korupsi cenderung berpikir konspiratif.

Tapi kontroversi tak berhenti di sana. Peran Denny yang amat menonjol dalam penanganan kasus -Gayus Tambunan dan pembelaan atas pemimpin KPK, Bibit Rianto dan Chandra Hamzah, tak ayal menuai kecaman lain. Dia dinilai mengesampingkan peran Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

“Ah, itu lebih karena ekspos media saja,” Denny mengelak. Namun tak urung dia kini membatasi kemuncul-annya di media massa. “Saya juga berhati-hati karena pernyataan staf khusus sering ditafsirkan sebagai bagian dari kebijakan Presiden,” katanya.

Satu sumber Tempo menyebut kesan dominan staf khusus ini justru lebih disebabkan oleh gagapnya fungsi komunikasi publik para menteri. “Kalau menterinya sudah maju, buat apa staf khusus yang tampil?” katanya. “Kami malah bisa mengerjakan hal penting lain yang tercecer.”

l l l

DI balik penampilan staf khusus yang gemerlap, soal anggaran ternyata masih jadi ganjalan. Ada satu staf khusus yang kabarnya kebingungan karena klaim pembayaran pulsa teleponnya tak ditanggung anggaran Istana.

Sejumlah staf khusus juga mengaku penghasilan sebagai bagian dari Ring Satu Presiden tak sebanding dengan pendapatan mereka sebagai profesional di luar Istana. “Kalau tahu kondisi anggaran kami, Yesus pun bisa menangis,” kata Andi Arief tergelak.

Model perencanaan anggaran negara dituding sebagai biang keladinya. Ada banyak kegiatan staf khusus, yang tidak ada alokasinya dalam sistem -penganggaran pemerintah. Akibatnya perencanaan anggaran pun dibuat -sekenanya. Buntutnya, fulus yang tersedia dalam pos-pos pengeluaran itu kini banyak yang tak terserap.

Apa solusinya? Sebagian staf khusus memilih berhemat. Yang lain mengaku terus terang harus cerdik bersiasat. Dipo Alam mengakui soal minimnya anggaran ini. “Kita perbaiki tahun depan,” katanya pendek. Dia menampik kemungkinan ketiadaan dana opera-sional ini menimbulkan celah penyalahgunaan kekuasaan. “Tidak mungkin staf khusus bisa mempengaruhi kebijakan Presiden untuk kepentingan pihak tertentu,” katanya.

l l l

HARI beranjak gelap. Demonstrasi di depan Istana, Rabu sore itu, pun perlahan bubar. Mahasiswa-mahasiswa dengan wajah coreng-moreng berhias odol mengemasi spanduk dan bendera mereka yang basah disemprot polisi.

“Saya yakin rakyat tahu bahwa SBY akan menyelesaikan masalah secara gradual,” kata Andi Arief. “Kalau semua orang ingin perubahan cepat, pasti mereka memilih Jusuf Kalla,” katanya lagi.

Keyakinan yang sama ada di semua jajaran staf khusus Presiden Yudhoyono. Mereka amat yakin bahwa pemerintah sudah berada di jalur yang benar. Bahwa semua kritik dan cercaan hanya disebabkan oleh masalah komunikasi yang gagal. “Kementerian sudah bekerja, tapi fungsi humasnya tidak jalan,” kata Dipo Alam.

Ini yang jadi sumber kekhawatiran sebagian orang. Yahya Ombara, penulis buku Presiden Flamboyan SBY yang Saya Kenal dan anggota tim kampanye SBY-JK pada 2004, mengaku khawatir SBY sekarang makin terisolasi dalam zona nyamannya sendiri. “Dia kini dikelilingi orang-orang yang tabiatnya seperti Harmoko,” katanya prihatin.

Penilaian yang sama juga muncul dari sejumlah orang dekat SBY. Pada banyak kesempatan, sejumlah menteri dan staf khusus Presiden kerap memi-lih diam, menyimpan opini dan masuk-an mereka, karena khawatir menyinggung perasaan Yudhoyono.

Soal ini dibantah Dipo Alam. “Mungkin karena Presidennya pintar dan bijak, orang-orangnya minder sendiri sebelum menyampaikan masukan.” (Sumber)

20 Komentar

  1. Usup Supriyadi berkata:

    “Mungkin karena Presidennya pintar dan bijak, orang-orangnya minder sendiri sebelum menyampaikan masukan”

    opo iya lek?

    1. Usup Supriyadi berkata:

      kumaha yeuh… ^^

      mugia sehat

      ————-
      Kopral Cepot : Amien n hatur tararengkyu pidu’ana 😉

  2. edda berkata:

    hmm, blogwalking aja deh 😀

  3. Asop berkata:

    Lingkaran orang2 yang tampak kekar dan kuat…. 😀

  4. sikapsamin berkata:

    Seandainya…sekali lagi seandainya Artikel pak Kopral diatas ini bercerita tentang dunia pewayangan, judul yang pas mungkin begini:

    ” Kisah Orang-Orang Astina “

  5. omagus berkata:

    saya jadi berkesimpulan dengan tanda tanya kang..! ini negara atau kerajaan yah..?

  6. Kakaakin berkata:

    Semoga negara dapat berubah secara gradual… ke arah yang baik tentunya…
    *sepertinya masih harus bersabar sekian tahun lagi*

  7. Sang Penjelajah Malam berkata:

    pokoknya dukung pemerintah agar lebih baik

  8. itempoeti berkata:

    Hampir semua orang di Ring Satu Istana punya pendapat serupa. Mereka tak rela rapor SBY dinilai merah.

    sudah pasti gak rela soalnya kalau SBY gak bener, SBY tinggal bilang, “semua ini gara-gara ketidak mampuan staf khususnya…” 😀

  9. nbasis berkata:

    Jadi teringat zaman Gus Dur: entah siapa-siapa saja dibawa ke Istana. Makan daging rusa mereka di Istana Bogor. Dibikin sate semua. Habis. ha ha

  10. sedjatee berkata:

    jadi tahu syarat menjadi orang dalam
    harus bisa menjadi penyanjung pemerintah
    harus siap mengatakan yang buruk itu baik
    harus tutup kuping pada koreksi dan kritik
    betapa beratnya
    salam sukses aja Om Kopral..

    sedj

  11. Tari-ssi berkata:

    krn gak ngeh apa yg dilakukukan sama org2 pemerintahan, dan juga gak tertarik. makanya aku gk tau. baca tulisan ini jadi tau dikitlah…. hope yg terbaiklah buat negara kita. 🙂

  12. achoey berkata:

    gayamu dalam menuturkan
    abdi suka 🙂

  13. areks berkata:

    trus ending ceritanya itu bagaimana ya masih bingung nih dengan masalah politik

    —————–
    Kopral Cepot : Belon ada endingnyah 😉

  14. tyanto berkata:

    ulasan yang tertahan….

    apa boleh buat!!!!

    tapi ada satu pertanyaan yang tersirat dalam hati yang dilatar belakangi pengalaman pribadi. Saya seringkali berdebat dengan sahabat yang telah lama bersama-sama dalam latar belakang. Namun dalam tim 9 ini tidak terjadi, padahal mereka tidak bersama-sama dalam latar belakang.
    Atw sang kopral Cepot yang belum menilik lebih lanjut tentang latar belakang tim 9 ???

    mungkinkah sang kopral menjadi jendral???

    1. kopral cepot berkata:

      Mundur sekitar 15 tahun lalu, Andi pria asal Bandar Lampung ini hidupnya berkelindan dengan Yudhoyono. Saat itu mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada ini jadi Ketua Umum Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi, yang jadi embrio Partai Rakyat Demokratik.

      Andi juga penggiat Komite Penegak Hak Politik Mahasiswa, yang lebih beken dengan singkatannya: Tegaklima. Dua staf khusus presiden lainnya, Velix Wanggai dan Denny Indrayana, juga aktif di Tegaklima.

      Teman-teman satu almamater bercerita, Andi salah satu mahasiswa yang kerap diundang berdiskusi di markas Korem Pamungkas Yogyakarta. Tuan ru-mah pertemuan itu tak lain Yudhoyono, yang jadi Komandan Resor Militer.

      Tenggelam setelah ribut-ribut Partai Rakyat Demokratik pada pertengahan 1996, Andi muncul kembali enam tahun lalu sebagai Sekretaris Jenderal Jaringan Nusantara. Ini organisasi sayap Partai Demokrat di bawah komando Sudi Silalahi pada Pemilihan Presiden 2004.

      Sukses mengantarkan Yudhoyono ke kursi presiden, Andi mulai masuk Istana. “Saya jadi staf di rumah tangga- kepresidenan,” kata Andi. Pada November tahun lalu posisinya naik lagi jadi staf khusus.

      Menurut banyak sumber, profil orang seperti Andi itulah yang jadi staf khusus presiden. “Rata-rata pernah kenal dengan Yudhoyono di masa lalu dan akrab dengan orang-orang dekatnya,” kata seorang sumber di kalangan Istana.

      So… yg dekat yang dipercaya meski semakin dekat juga bisa bahaya 😀
      nah kalo kopral jadi jendral …. biar sejarah yang bicara 😆

  15. nbasis berkata:

    aku kenal. akau kenal. aku kenal kalian semua. mau lari kemana?

  16. seli_usel berkata:

    hummmmp’z ..

    kalau dipikir2 ini negara apa istana sich.

  17. Nuraeni berkata:

    kalau di indonesia ada istana seperti itu gimana yach…??
    he”..:)

  18. enam puluh delapan tahun merdeka mestinya sudah merasakan nyamanya udara

    kemerdeka’an . pertanya’anya sudah merasa nyamankah masing2 kita ini . gonta –

    ganti presiden masalah yang muncul lebih dahulu politik praktisnya . dicari pemim –

    pin dibutuhkan pemimpin yang bisa membawa masyarakat adil – makmur – gemah

    ripah loh jinawi ……….dicari peminpin – dibutuhkan pemimpin andakah itu ?.

Tinggalkan Komentar