Restorasi atawa Ideologi Baru

Restorasi berasal dari kata to restore, menurut Webster’s Third New International Dictionary to restore diberi arti to bring back or to put back into the former or original state, atau to bring back from a state of changed condition. Jadi menurut Webster restorasi bermakna mengembalikan pada keadaan aslinya, atau mengembalikan dari perubahan yang terjadi.

Restorasi berarti pemulihan, yaitu pengembalian keposisi semula dengan memperbaharui atau mengembalikan sesuatu yang sudah diambil atau hilang.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dirancang oleh para founding fathers yang tergabung dalam suatu badan yang bernama Badan Peyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang sangat mendasar dirumuskan secara cermat baik dalam teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia maupun dalam Undang-Undang Dasar 1945, utamanya Pembukaannya, yang berisi konsep, prinsip dan nilai-nilai yang sangat mendasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep, prinsip, nilai tersebut menjadi dasar dalam menentukan kelembagaan negara serta dalam menyusun peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI. Ternyata dalam perjalanan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga setiap kali perlu dimonitor untuk diluruskan kembali sesuai dengan misi yang diemban oleh negara. Dengan berlangsungnya reformasi, nampak terjadinya berbagai penyimpangan yang perlu diluruskan, dikembalikan pada orisinalnya.

Pasti timbul pertanyaan, apakah dalam perkembangan kehidupan bernegara tidak dibenarkan terjadinya perubahan untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Jawabnya pasti boleh, bahkan mungkin merupakan keniscayaan. Namun bagaimana perubahan ini diselenggarakan ada batas-batasnya; sekurang-kurangnya bahwa perubahan itu jangan sampai mengeliminasi jatidiri bangsa. Sebab bila hal ini terjadi berarti suatu tindakan bunuh diri, dan hal ini merupakan aib yang tidak dapat dimaafkan. (sumber)

Adalah Nasional Demokrat (Nasdem) yang membawa jargon Restorasi Indonesia menawarkan gagasan-gagasan untuk demokrasi Indonesia yang matang, yang menjadi tempat persandingan keberagaman dengan kesatuan, dinamika dengan ketertiban, kompetisi dengan persamaan, dan kebebasan dengan kesejahteraan. Kami mencita-citakan sebuah demokrasi berbasis warga negara yang kuat, yang terpanggil untuk merebut masa depan yang gemilang, dengan keringat dan tangan sendiri.

Anies Bawesdan, salah satu deklarator organisasi masyarakat (ormas), Nasional Demokrat (Nasiokrat), mengatakan bahwa kehadiran ormas yang baru lahir ini merupakan sebagai sebuah yang menawarkan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik bagi Bangsa Indonesia.

“Ada beberapa poin yang dinyatakan dalam sebuah Manifesto yang diberinama, “Restorasi Indonesia” ujar Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini.

Ia juga menolak proses demokrasi yang hanya sekedar merumitkan tata cara berpemerintahan, tapi tidak mewujudkan adanya kesejahteraan umum, kemudian menolak demokrasi yang hanya menghasilkan rutinitas sirkulasi kekuasaan tanpa kehadiran pemimpin yang berkualitas dan layak diteladani.

“Menolak demokrasi tanpa orientasi pada publik, yang sekedar menjadi proyek reformasi tanpa arti,” tegasnya.

Kemudian, ujarnya lagi, kehadiran ormas ini mencita-citakan demokrasi Indonesia yang matang, yang menjadi tempat persandingan keberagaman dengan kesatuan, dinamika dengan ketertiban, kompetisi dengan persamaan, dan kebebasan dengan kesejahteraan.

“Serta mencita-citakan sebuah demokrasi berbasis warga negara yang kuat, yang terpanggil untuk merebut masa depan yang gemilang, dengan keringat dan tangan sendiri,” ujar Anies. (sumber)

Apa perlu menggagas Ideologi baru ?

Secara historis dapat dijelaskan, bahwa istilah “ideologi” adalah berasal dari sejarah Perancis ketika mengalami pencerahan, sebagai sebuah ilmu pengetahuan tentang hasil pemikiran atau idea manusia, artinya ideologi merupakan sebuah konsep ilmiah, yang mempergunakan racikan atau pola empirik maupun logika berfikir rasional. Ideologi dengan demikian sebagai bagian dari ilmu politik, yang mencoba mempersatukan usaha manusia yang bersifat politik bagi terbentuk dan terselenggaranya pemerintahan yang dianggap baik dan benar.

Pada awal sejarahnya itu, ideologi dianggap sebagai alat politik yang membawakan pemikiran revolusioner untuk menghancurkan pemerintahan model lama dengan strukturnya yang dianggap tidak lagi sesuai dengan suasana baru yang demokratis. Tetapi istilah ideologi atau ideologues pernah mengalami konotasi negatif sebagai doktrin bukan bersifat ilmiah seperti awalnya yang bersifat destruktif, oleh pengaruh Revolusi Perancis. Hal ini sebagai pengakuan ahli politik Perancis : Antoine Revarol (1753-1801) yang mengatakan, bahwa ideologi telah berubah menjadi doktrin yang destruktif dan ini telah menjadi kenyataan sejarah bahkan sebagai doktrin yang berbahaya bagi tertib politik yang baik; ideologi menjadi idea yang berbahaya, karena ingin merobek-robek tiang-tiang dunia yang ada. Di Perancis pada zaman revolusi itu para pemuda dengan berteriak keras berusaha merobohkan semua rintangan yang ada, sekalipun dengan kekerasan, membawa panji-panji ideologi. Memang Revarol hidup di zaman berkecamuknya revolusi dahsyat.

Setelah itu, terbawa oleh revolusi modern di Inggris, ideologi memperoleh kembali arti aslinya yang rasional, yakni ketika kaum Liberal maupun Konservatif, ketika hendak menyerang sebuah doktrin yang mereka tidak sukai, mereka mengenakan senjata ideologi secara rasional, tidak seperti di Perancis. Dalam mengritik kaum sosialis misalnya, kaum Liberal menggunakan ideologi untuk memperbaiki masyarakat. Sebaliknya kaum Sosialis atau Marxis juga menempuh jalan yang sama, yakni menggunakan ideologi sebagai senjata untuk menghadapi lawan politik. Walaupun demikian sering kali sifat destruktif ideologi, sebagai yang disinyalir Antoine Revarol (bukunya, De la Philosophie Moderne”, Paris 1802) bisa muncul kembali kepermukaan, ketika situasi pertentangan memanas.

Seorang ahli politik dan sosiologi terkenal Robert Mac Iver, dalam bukunya “European Ideologies”, New York, Philosophical Library, 1948, memberikan definisi tentang ideologi sebagai berikut : “ a political and social ideology is a system of political, economic and social values and idea from which objectives are derived. These objectives from the nucleus of a political program” (bahwa ideologi politik dan sosial adalah sebuah sistem nilai dan pemikiran politik, ekonomi dan sosial, yang memunculkan sasaran-sasaran. Sedang sasaran-sasaran ini membentuk intisari sebuah program politik).

Dengan pengertian itu, maka ideologi akan memunculkan serangkaian gagasan, berupa sasaran-sasaran yang dinamis yang bisa mempengaruhi bahkan membimbing masa depan harapan bisa menentukan nasib masa depan manusia banyak.  Definisi Mac Iver itu mengisyaratkan secara jelas bahwa ideologi hendaknya memiliki sifat mengatur atau “normatif”, berupa kaidah dasar, disamping  juga memiliki fungsi memberikan “ilham atau inspirasi” bagi pemilik ideologi serta sifat ideologi haruslah rasional dengan tata logika yang benar, tepat dan singkat. (sumber)

Sebuah gerakan ideologis akan sukses jika mampu membangkitkan militansi pendukungnya karena tertarik akan cita-cita sosial yang ditawarkan sehingga muncul kohensi dan militansi para pendukungnya.

Tanpa adanya ”musuh bersama” yang mengikat anak bangsa, ideologi biasanya akan pudar pelan-pelan. Perseteruan Barat dan Timur, misalnya, saat ini tak lagi militan karena ideologi kapitalisme dan sosialisme kian membaur.

Dengan munculnya fenomena global networking society dan kian melemahnya identitas lokal dan nasional, pemerintah mesti menciptakan ideologi baru yang menyatukan kepentingan semua anak bangsa dan menjadi pengikat kohesi emosi dan cita-cita bersama, sebagaimana yang pernah terjadi pada tahun 1945 dan 1966.

Rakyat sudah lelah dengan wacana yang penuh gugatan, tetapi tanpa alternatif solusi. Berita media massa selama ini penuh dengan kejutan, tetapi bukan kejutan gagasan yang mencerahkan. Kita memerlukan ideologi yang mendorong terwujudnya Indonesia cerdas, Indonesia sehat, dan Indonesia sejahtera. (sumber)

8 Komentar

  1. alamendah berkata:

    (maaf) izin mengamankan PERTAMA dulu. Boleh kan?!
    Yups, saya juga lelah dengan berbagai wacana yang penuh gugatan namun nyaris tanpa solusi dan hasil nyata

    1. winant berkata:

      bukan waktunya untuk menggugat/menuntut perbaikan
      tapi kita yang muda saatnya menciptakan perubahan

  2. Padly berkata:

    Aku koq ga yakin dengan semua wacana yang mereka gulirkan,karena menurutku apapun kalau tanpa kontrol dari Al quran (maksudnya disini adalah berkhidmat untuk islam) pasti berakhir buat kepentingan pribadi mereka sendiri. Bagaimana menurut Kopral?

    ———–
    Kopral Cepot : “selalu ada udang dibalik batu” … 😉

  3. sedjatee berkata:

    jangan-jangan itu semua muncul karena kekecewaan politik
    marjinalisasi politik terkadang memunculkan semangat absurd
    termasuk ide-ide nyleneh belakangan ini
    salam sukses Kopral

    sedj

  4. Asop berkata:

    Restorasi?
    Saya jadi ingat restorasi meiji di Jepang. 😀

  5. wardoyo berkata:

    Di Indonesia ideologi jadi sesuatu yang sakral…
    Ujung-ujungnya absurd deh.
    Thanks pencerahannya.

  6. majorprad berkata:

    Kayaknya ideologi yang pas tuh ideologi yang Merancang isi kepala manusia deh. Lebih netral. Supaya nggak ada udang di balik bakwan melulu… 😀

  7. nbasis berkata:

    menumpang dan ditumpang. Mudah-mudahan Nasdem tidak sedang mengukur inch by inch Indonesia untuk “dirinya” sambil berkata “ini untuk bangsa”. marilah kita tunggu ke-45 orang deklarator nasionalnya bersikap apa ketika kelak Nasdem metamorfosis menjadi partai yang “berkelahi” untuk kekuasaan.
    hal yg selalu membuat risau ialah seruan-seruan kenasionalan seolah dengan semangat menuduh keagamaan dan kesukuan tak ubahnya sebagai “dosa”.

    ————–
    Kopral Cepot : “dosa” sebagai “Najis Mugholadoh” 😦

Tinggalkan Komentar