SAJAK NEGERI ENTAH KENAPA
/Abdul Hadi W, M.
Tak ingin kukatakan
Atau kubisikkan ini
Dulu — di musim kemarau atau penghujan
Namun kubisikkan
Dan kutulis juga sajak ini sekarang
Entah Kenapa
Di negeri entah kenapa
(Mungkin itu tidak ada di peta
Atau hanya rekaan
Seorang yang tak mengerti arah angin
Dan peta yang selalu berubah)
Andai kita tidak di sini
Di kota ini, di negeri ini
Mungkin kita tak tahu
Kapal yang kita tumpangi ini
Selalu dikemudikan kapten gila
Lihatlah langit tahun baru
Tak ada bedanya
Dengan langit tahun yang lalu
Zaman tetap asing di sana
Dan kian bertanduk-tanduk
Lebih setengah abad sudah
Kita berlayar bersama kapal oleng ini
Sudah lupa kita dari mana berangkat
Dan di mana pula akan melepas sauh
Timbunan sampah peristiwa-peristiwa
Membusuk di bandar-bandar yang kita singgahi
Kita tak dapat lagi menghitung dan mambaca
Musim hujan atau kemarau
Sama buruknya bagi anak-anak dan orang dewasa
Polisi dan tentara mondar mandir di mana-mana
Tidak ada yang mereka bedil
Kecuali rakyat, lelaki dan wanita
Atau sejumlah mahasiswa
Di Aceh atau Jakarta
Sama saja
Dalam mengatur keamanan
Dan menghentikan kerusuhan
Para preman rasanya lebih berkuasa
Ketimbang polisi dan aparat lainnya
Jangan pula tercengang atau heran
Kalau para taipan dan pengucur modal asing
Lebih disegani dan bergengsi
Dibanding menteri atau presiden
Jangan tanyakan padaku
Tentang penduduk asli
Yang sedang dibasmi
Dan diusir oleh penduduk asli lainnya
Atas nama apapun
Untuk kepentingan apapun
Di manapun
Di Halmahera atau di Ambon
Apakah tentara, pemimpin politik atau agama
Atau gerombolan bandit
Yang melakukan
(Tak perlu menunggu pemimpin gereja, ulama
Atau komentar komite hak asasi manusia) —
Mestinya kita tidak berdiam diri
Udara yang kita hirup
Asalnya dari nafiri kematian
Perlukah kegetiran ini dikubur
Sambil menanti kegetiran lain
Bangkit dari makam barunya?
Andaikan kita tidak di sini
Kita takkan tahu. Sungguh
Ada sebuah negeri
Negeri yang suka mengulang-ulang
Mengulang-ulang kejembelannya
Dua ratus juta sudah
Jumlah penduduknya, malah lebih
Tahun demi tahun
Kita hitung laba kita
Namun yang kita dapatkan
Ember yang bocor tak berkesudahan
Umur kita sia-sia saja
Ditabung di asuransi jiwa
Harapan sendiri selalu mengeluh
Terlalu sarat oleh harapan
Yang mustahil diharapkan
Hasrat bersaudara dan bahu membahu
Apalagi bersatu padu
Memberantas kemiskinan
Telah raib ditelan waktu
Milik kita hanya
Pendapatan yang tekor
Dan perpecahan
Namun kita boleh berbangga
Karena semangat kita masih bergelora
Memuja dan mengelu-elukan pemimpin
Yang tidak sigap membela nasib kita
Atau baiknya kita ngeceng saja
Di mall, di jalan-jalan, di mana saja
Kita saksikan keganjilan
Yang tak pernah kita anggap ganjil
Tanpa ada sebab atau yang menggerakkan
Sederet kerusuhan dan kekacauan
Muncul silih berganti
Merembet bagai mercon rentengan
Siapa satpam negeri ini
Dan penanggungjawabnya?
Apakah rumah ini milik gendruwo
Badan inteligen asing?
Ini bukan mimpi atau khayalan
Kita sudah begitu akrab
Dengan kepura-puraan
Dan kemunafikan
Atau kita bangun lagi negeri
Dari mimpi baru
Parlemen baru
Partai baru
Presiden baru
Tentara baru
Polisi baru
Universitas baru
Jaksa agung baru
Lembaga HAM baru
Kelompok konglomerat baru
Pemeras baru
Para penipu baru
Kita bangun lagi negeri
Dari khayalan baru
Yang tak bisa dikhayalkan
Kecuali di negeri baru
Di abad yang benar-benar baru
Yang bisa dikhayalkan
2003
(maaf) izin mengamankan PERTAMA dulu. Boleh kan?!
Hanya bisa bersedih sambil teriakkan imbauan; mari perbaiki segalanya.
kadua dulu kang
Kang eta fotona seksi pisaaannn 😀
Sajaknamah no komeng… ‘nais’
fotona…. komeng…
Kang Cepot itu laptop kang Cepot nya?
walaaaah enya nya seksi … pura2 teu nyadar mode on 😉
Wah boro-boro mau kabedag online pake vaio, yang kelaparan aja masih banyak.
Saudaraku Abdul Hadi…
Ijinkan sejenak aku menemani…
Banyak sudah…yang aku amati…
Cukup lama sudah…aku ikuti…
Sejak 1965 G30S-PKI sampai 1998 REFORMASI…
Akupun…semakin tak mengerti…
Mungkin masih ada yang belum kita cermati…
Siapa sajakah yang menjajah Negeri selama ini?
Mari kita coba…Renungi Kembali…
“Lebih setengah abad sudah
Kita berlayar bersama kapal oleng ini
Sudah lupa kita dari mana berangkat
Dan di mana pula akan melepas sauh”
——
Walah Kang, beberapa hari lagi saya khawatir semakin oleng kapal Indonesia ini.
Fa aina tadzhabun ?
Nuhun Kang.
Salam
Bagus tulisannyaaaa. mantep banget