J I W A Sejarah

~ Jiwa sejarah adalah JejakIdentitasWajahAksi Sejarah ~

Jiwa atau Jiva berasal dari bahasa sanskerta yang artinya benih kehidupan. Kata jiwa jika ditilik dari akar kata bahasa Arab, yaitu kata al-nafs. Al-nafs (nun-fa-sin) menunjukkan arti keluarnya angin lembut bagaimana pun adanya. Al-nafs juga diartikan darah, atau hati (qalb) dan sanubari (damir), padanya ada rahasia yang tersembunyi. Juga berarti ruh, saudara, ‘indahu (kepemilikan) . Dalam al-mu’jam al-falsafy, kata al-nafs diartikan dengan merujuk kepada tiga versi pendapat; Aristoteles, dengan permulaan kehidupan (vegetative), Kelompok Spiritual (al-ruh iyyun) mengartikannya sebagai jauhar (substansi) ruh, dan yang lainnya mengartikan sebagai jauhar (substansi) berfikir. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jiwa memiliki arti roh manusia (yang ada di di tubuh dan menyebabkan seseorang hidup atau nyawa. Jiwa juga diartikan sebagai seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya).

Ilmu jiwa disebut psikologi, berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan “logos” yang berarti ilmu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Di zaman Yunani Kuno para ahli falsafat mencoba mempelajari jiwa, seperti Plato menyebut jiwa sebagai ide, Aristoteles menyebut jiwa sebagai fungsi mengingat. Pada abad 17 filsuf Perancis Rene Descartes berpendapat bahwa jiwa adalah akal .atau kesadaran, sedangkan John Locke (dari Inggris) beranggapan bahwa jiwa adalah kumpulan idea yang disatukan melalui asosiasi.

Ibnu Sina mendefinisikan ruh sama dengan jiwa (nafs). Menurutnya, jiwa adalah kesempurnaan awal, karena dengannya spesies (jins) menjadi sempurna sehingga menjadi manusia yang nyata. Jiwa (ruh) merupakan kesempurnaan awal, dalam pengertian bahwa ia adalah prinsip pertama yang dengannya suatu spesies (jins) menjadi manusia yang bereksistensi secara nyata. Artinya, jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh.

Ibn Qayyim menjelaskan pendapat banyak orang bahwa manusia memiliki tiga jiwa, yaitu nafs muthma’innah, nafs lawwamah dan nafs amarah. Ada orang yang dikalahkan oleh nafs muthma’innah, dan ada yang dikalahkan oleh nafs ammarah. Ibn Qayyim menjelaskan bahwa sebenarnya jiwa manusia itu satu, tetapi memiliki tiga sifat dan dinamakan dengan sifat yang mendominasinya. Ada jiwa yang disebut muthma’innah (jiwa yang tenang) karena ketenangannya dalam beribadah, ber-mahabbah, ber-inabah, ber-tawakal, serta keridhaannya dan kedamaiannya kepada Allah. Ada jiwa yang bernama nafs lawwamah, karena tidak selalu berada pada satu keadaan dan ia selalu mencela; atau dengan kata lain selalu ragu-ragu, menerima dan mencela secara bergantian. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nafs lawwamah dinamakan demikian karena orangnya sering mencela. Sedangkan nafs ammarah adalah nafsu yang menyuruh kepada keburukan.

Jiwa sejarah adalah jiwa manusia. Karena manusia adalah obyek dan subyek dari sejarah. Sejarah berbicara manusia dan dibicarakan manusia. Menurut Fuad Hassan (1989), sejarah adalah manifestasi yang khas manusiawi, pengenalan sejarah merupakan kenyataan yang dapat ditelusuri sejak perkembangan kemanusiaan yang paling dini. Herder dalam Taufik Abdullah (1985) menyatakan bahwa sejarah adalah proses ke arah tercapainya kemanusiaan yang tertinggi. Proses itu adalah dimana manusia berusaha untuk membentuk dan menemukan jati dirinya. Dari yang tidak tahu apa-apa menjadi ragu-ragu akan suatu hal, lalu mengerti dan paham.

Jiwa sejarah adalah jiwa manusia. Jiwa yang tersimpan dalam jejak sejarah, dipahatan candi, ditulisan prasasti, terkubur atas nama batu nisan, di taman-taman para pahlawan, di tempat ziarah pengharap berkah, terpampang di nama jalan raya, stadion olahraga, di gedung-gedung tua, di kuburan tanpa nama. Jiwa sejarah adalah jiwa manusia, jejaknya terhapus, terlupa, terkubur, terdampar, terinjak-injak roda zaman, tertebas pedang waktu menumpahkan darah dan air mata pada tanah air yang dicinta. Jejak sejarah mengingatkan manusia yang pelupa !.

Jiwa sejarah adalah jiwa manusia. Jiwa yang menjadi jati diri  identitas sejarah. Identitas nafs ammarah sejarah, identitas nafs lawwamah sejarah dan identitas nafs muthma’innah sejarah. Jiwa sejarah adalah jiwa  baratayudha, jiwa peran Pandawa dan Kurawa, jiwa kekuasaan Amarta dan Astina yang bertemu di padang Kurusetra. Jiwa sejarah adalah jiwa Adam dan Iblis, jiwa Habil dan Qabil, Jiwa Ibrahim dan Namruzd, Jiwa Musa dan Fir’aun, Jiwa Muhammad dan Abu Jahl. Jiwa sejarah adalah jiwa oportunisme, jiwa bermuka dua, berhati dua, berpikir mendua, jiwa okeh sana okeh sini, jiwa munafikisme. Sejarah adalah tapal batas identitas !.

Jiwa sejarah adalah jiwa manusia, jiwa yang melukiskan wajah sejarah. Sejarah bermata bertelinga, dia melihat dan dilihat, dia mendengar dan didengar, dia merasakan dan dirasakan, dia obyek dan subyek. Wajah pada cermin dan yang bercermin, buruk dan baik, hancur dan tumbuh, kalah dan menang, biadab dan beradab semua tumpah pada cerita dan fakta. “Buruk muka cermin dibelah” buruk wajah sejarah anak cucu kehilangan arah. Sejarah adalah pertanggung jawaban generasi atas generasi !.

Jiwa sejarah adalah jiwa manusia, jiwa yang melahirkan aksi sejarah. Aksi “orang-orang kecil” menjadi “orang-orang besar”, aksi yang tertindas, yang terjajah menjadi yang berkuasa, aksi zero to hero, aksi masa lalu, kini untuk masa depan. Aksi adalah hak hidup maka sejarah mencatatnya !!!.

Jiwa sejarah adalah jiwa manusia, kesatuan Jejak, Identitas, Wajah dan Aksi. Bila jiwanya sakit maka jejaknya jejak yang sakit, identitasnya identitas yang sakit, wajahnya terlihat sakit dan aksinya aksi manusia-manusia sakit. Bila jiwanya jiwa muthma’innah , jejak, identitas, wajah, aksi adalah kesatuan diri (insan), manusia (An-nas) yang muthma’innah, maka Alloh SWT akan menyerunya :

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa puas lagi diridhoi, dan masuklah kepada jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku.” (QS. 89:27-30)

~ Jiwa sejarah adalah JejakIdentitasWajahAksi Sejarah ~

Alhamdulillah …. tiga tahun sudah “serbasejarah” belajar menghargai masa lalu dan membiarkannya sejarah bicara !!

Lebih dari 470 tulisan, lebih dari 720.000 jejak pembaca, lebih dari 7.350 jejak komentar, lebih dari 1.780 jejak share, dan lebih dari 18.500 jejak spam … semua jejak tersimpan disini dan belajar tak kan pernah berhenti !!!

~ Hatur tararengkyu buwat semua sahabat ~

Menggali jejak sukma nagara | Mengibas cakrawala mengepak mayapada | Melesatkan pemikiran yang tak tembus peluru | Membiarkan hati bersuara.

*Referensi :

  1. Metodologi Sejarah, Kuntowijoyo, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994
  2. Mengerti Sejarah.(Terj. Nugroho Notosusanto). Gottschalk, Louis., Jakarta:UI Press. 1983.
  3. Manusia, Filsafat dan Sejarah, Dr. Juraid Abdul Latief, M.Hum., Jakarta, Penerbit Bumi Aksara, 2006.

*Gambar diambil tanpa ijin dari google.

2 Komentar

  1. jiwa adalah sesuatu hal yang abstrak tidak dapat dilihat dengan kasat mata lain dengan badan raga yang dengan jelas tampak oleh pandang mata. tetapi ada suatu ikatan yang kuat tidak bisa dipisahkan jalin berkelindan antara kedua-duanya. raga badan tubuh sakit belum tentu jiwanya sakit ( meskipun jalin berkelindan ). tapi apabila jiwanya sakit bisa jadi hampir dipastikan tubuh akan terpengaruh menjadi ikut sakit pula ( psychiatri prof dr a.maramis bab : psychosomatic ). itulah jiwa kalau orang jawa mengatakan sukmo , orang madura bilang sokma . jiwa sukmo – sokma membentuk hati yang bagus bersih suci , tepatlah dikatakan gusti ( gus : bagus ti : hati ) tempat bersemayam yang khaliq dimana perlu syarat mutlak yang tidak bisa ditawar tidak boleh ( haram ) didekati hal – hal yang kotor . sifatnya allergi bertentangan berlawanan bertolak belakang saling menjauh dan kontradiksi. konon sigmund -freud bapak kedokteran jiwa terkenal kondang dengan psychoanalysanya tigapuluh tiga prosen penyakit jiwa bisa disembuhkan , tigapuluh tiga prosen bisa atau tidak bisa disembuhkan dan tigapuluh tiga prosenya lagi tidak bisa disembuhkan (permanent) alias gila total. j i w a sejarah ( j: jejak i; identitas w: wajah a: aksi sejarah ) adalah juga bagian dari suatu populasi umat manusia yang juga bersifat abstrak bukan phisik. jelas ada perbedaan tapi mengandung unsur persamaan dalam jiwa yang sakit bisa dipastikan badan ikut merasakan sakit ( dalil – hukum atau rumus ) . bagaimana jiwa sejarah masa lalu yang telah kita lewati masing-masing kita punya argumen sendiri-sendiri ( karena telah berlalu ). adakah yang peduli dengan jiwa sejarah kita pada saat ini ?? APAKAH TERMASUK KATAGORI YANG PERTAMA (bisa disembuhkan ) ATAU KATAGORI YANG KEDUA (bisa sembuh/ tidak bisa disembuhkan ) SEMOGA KATAGORI YANG KETIGA INI ( gila total ) TIDAK BERLAKU KALAUPUN IYA PALING TIDAK MASIH DALAM koridor AXIOMA yaitu belum menjadi DALIL – RUMUS – HUKUM !!! wallohualam bissowab (doktertoeloes malang ).

  2. Usup Supriyadi berkata:

    Alhamdulillaah 🙂

    ————-
    Kopral Cepot : … sesuatu 🙂

Tinggalkan Komentar