Gerakan Dakwah Transformatif

“Ideologi bukan ibarat baju yang bisa dipakai atau digantungkan menurut musim. Bukan pula untuk disembunyikan di bawah bantal. Ideologi mengandung norma-norma, titik-tolak, motivasi, pendorong dan sumber-sumber tenaga untuk gerak melaksanakan program. Bagi masing-masing pejuang, ideologi sudah lama tertanam dalam bathin mereka, ada yang bersifat transendental melalui wahyu ilahi, ada pula sebagaian hasil pemikiran manusia yang sudah bersejarah. Ideologi dan program adalah dua sisi dari mata uang yang satu”. (M. Natsir)

Anatomi Masyarakat Islam : Telaah Realitas

Bentuk masyarakat Islam yang mengikuti pola pemahaman terhadap ajaran Islam yang sangat dipengaruhi oleh situasi sosial-historis-politik. Para urutannya kemunculan keragaman interpretasi terhadap ajaran Islam dipicu oleh hubungan Islam dengan sosio politik Timur dan Barat. Hubungan Islam dengan peradaban Timur bisa dikatakan mengalami masa harmonis sehingga peradaban Timur selanjutnya seperti merepresentasikan Islam itu sendiri, sementara hubungan Islam dengan peradaban Barat, kendati sangat tidak harmonis, ternyata telah menyebabkan beberapa ajaran Islam yang “dijungkirbalikan” oleh pemahaman Barat. Pemahaman ini tentu saja didukung oleh ilmu pengetahuan yang berkembang di kawasan tersebut. Sehingga hasil dari hubungan tersebut menyebabkan muncul berbagai tipologi masyarakat (gerakan) Islam.

Pada tahun 1985, R.Hrair Dekmejian menyebutkan ada sembilan dialetikal masyarakat Islam :

  1. Sekularisme (secularism) versus Teokrasi (theocracy);
  2. Islam Modernisme (Islamic modernism) versus Islam Konservatif (Islamic conservatism);
  3. Islam Pembangunan (establishment islam) versus Islam Fundamentalis (Fundamentalism islam);
  4. Para Elit Penguasa (Rulling elites) versus Islam Radikal (Islamic radicals);
  5. Orang Kaya (elites Ellites) versus Islam Sosialis (Islamic Socialist)
  6. Nasionalisme etnik (ethnic Nationalism) versus Penyatuan Islam (Islamic Unity);
  7. Islam sufi (sufi Islam) versus Militansi Fundamentalis (Fundamentalist Militancy)
  8. Islam Tradisional versus Islam Fundamentalis
  9. Wilayah Islam (Dar al-Islam) versus Wilayah perang (Dar al-Harb)

Secara spesifik dalam konteks ke-Indonesia-an, peta masyarakat Islam telah banyak diuraikan oleh beberapa sarjana asing. Salah satu yang paling dan selalu mengundang perdebatan adalah adanya Islam Abangan, Santri, Priyayi. Kendati ini dalam konteks Jawa, namun belakangan menggunakan tipologi ini untuk menggeneralisasi masyarakat Islam di Indonesia. Pada gilirannya munculah berbagai ragam tipologi masyarakat Islam di Indonesia yang berkembang sampai sekarang mirip dengan apa yang disebutkan diatas .

Gerakan Dakwah Transformatif

Istilah Transformasi bisa ditemukan dalam buku Kuntowijoyo, Identitas Pilitik Umat Islam. : Dalam buku tersebut terdapat beragam istilah diantaranya Transformasi Politik, dan Transformasi Budaya. Istilah ini juga muncul pada trend pemikiran Islam yaitu “Teologi Transformatif” (Sosialisme Demokrasi Islam) tetapi pandangan yang hendak di sampaikan pada tulisan ini bukan pemikiran teologi transformatif tetapi Gerakan Dakwah yang berpijak pada Transformasi tatanan masyarakat secara utuh dan menyeluruh.

Sesungguhnya Gerakan Dakwah Transformatif adalah gerakan dakwah yang diberjalankan oleh Rosululloh SAW. Beliau melaksanakan Transformasi yang fondamental dalam tatanan masyarakat pada seluruh aspek kehidupan. Transformasi ideology, politik, social, budaya, ekonomi, pendidikan bahkan system keamanan negara dan struktur negara. Inilah yang dijaman Rosululloh dikenal dengan Perjuangan Islam Kaffah. Dakwah yang merubah perilaku individu, masyarakat, dan negara secara utuh, integral dengan cara “Radikal” dan “Revolusioner”.

Gerakan dakwah ini menginginkan adanya transformasi masyarakat dan negara kepada cita-cita transcendental yaitu sebuah tatanan masyarakat yang di kehendaki oleh Allah SWT.

Gerakan Dakwah Transformatif bukan dakwah “gincu” atau “warna” terhadap negara dan kehidupan masyarakat, bukan pula “garam” atau “rasa” terhadap kehidupan bernegara dan bermasyarakat, karena Islam adalah “warna” , “rasa” dan “negara” itu sendiri. Sehingga Gerakan Dakwah Transformatif adalah gerakan yang mencita-citakan tegak berdirinya Negara Islam, karena Islam adalah Negara dan dalam negara Wajib tegaknya Syari’at Islam.

Cita-cita politik Islam bukan hanya legalistic/formalistic bukan juga hanya substansialistik tetapi kedua-duanya. Islam mencita-citakan adanya legalistic/formalistic dan hadirnya nila-nilai substansialistik. Islam tidak hanya dipahami sebagai “Islam Ibadah”, tidak juga hanya “Islam Politik” tetapi Islam adalah keseluruhan Ibadah yang menyangkut pula dimensi sosial politik.

Terlepas adanya the politic of fear atau faer factor,– “Politik Ketakutan” sebagian umat Islam secara khusus dan umumnya bangsa Indonesia atas sejarah masa lalu, cita-cita Negara Islam bukan hanya suatu keharusan atau solusi alternatif dari carut marutnya kehidupan peradaban manusia tetapi adalah SUATU KEWAJIBAN sehingga wajib untuk diperjuangkannya.

Sedikit literature yang mengangkat adanya Gerakan Dakwah Transformatif pada masa Orde Baru khususnya kurun waktu 1980-2000, sehingga bisa dikatakan keberadaanya diantara “ada dan tiada”. Gerakan ini “ada” setidaknya dalam wacana-wacana pemikiran politik Islam dan dikatakan tiada karena termarginalkan oleh negara dan komunitas dakwah lainnya dan kalaupun ada dalam kontek gerakan dakwah pada masa Orde Baru ini juga masih “abu-abu” alias “samar” apakah betul-betul murni gerakan dakwah transformatif atau ulah dari invisible government Ali Moertop Cs yang melakukan “rekayasa politik”.

Adanya upaya pengkerdilan/pembonsaian gerakan dakwah bahkan pembumi-hangusan dari setiap gerak upaya menegakan “Kedaulatan Allah” dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia ini disebabkan pada beberapa hal diantaranya :

  • Periode 1980 –1990 adalah periode yang masih dihinggapi oleh Trauma Sejarah sehingga negara memberikan sikap refresif terhadap setiap gerakan yang mengarah pada cita-cita mendirikan Negara Islam.
  • Trauma Sejarah melahirkan sikap tidak berani “fear factor” dari setiap elit politik sampai dengan tahun 2004 sekarang untuk menerima pandangan dan harapan pada penegakan syari’at Islam.
  • Penghukuman (Hukuman sosial maupun politik) terhadap Gerakan Dakwah Transformatif yang tidak adil dengan memberikan lebel : Subversif, Makar, Terorisme, Fondamentalis, Sesat dll baik oleh kelompok sosial masyarakat maupun negara yang berkuasa. Sehingga ruang geraknya menjadi terbatas, terinjak dan terdzolimi. Tidak ada kebebasan seperti yang dihirup oleh gerakan dakwah lainnya. Hal ini sebetulnya wajar karena secara prinsip ideologis membuat front terhadap penguasa negara.
  • Gerakan dakwah transformatif “terkesan” sendirian dan dikucilkan oleh “teman-teman-nya” dalam upaya membangun kesadaran Islam bagi Umat Islam untuk melaksanakan Islam secara kaffah, utuh dan menyeluruh.

Strategi Pemerintah Orde Baru pada gerakan-gerakan dakwah yang mencirikan “Transformatif” adalah mendeskriditkan para aktifis Muslim dengan cara menghubung-hubungkan mereka dengan ekstrim kanan, terorisme dan kemudian mengancam dan menganiaya mereka. Sebelum pemilihan Presiden Soeharto keempat kali di bulan Maret 1983, ratusan Muslim dibunuh oleh pasukan berani mati di Jawa Timur.

Pada September 1984 di Tanjung Priok, Jakarta Utara, sepasukan tentara menembakan pelurunya ke arah kerumunan Muslim yang berajak menuju kantor Polisi tempat empat pengurus masjid ditahan. Sedikitnya tiga puluh orang terbunuh dan banyak lagi yang terluka. Antar 1985 dan 1987, lebih dari 150 orang Muslim diberi hukuman berat karena berbagai aktifitas politik. Dalam banyak pengadilan politik pada tahun 1989 dan 1990, para aktifis Islam diberi hukuman berat di Lampung, Bima, Bandung, Bogor, Jakarta, Malang dan Aceh. Tuduhan beragam dari mulai menghina pemerintah hingga tuduhan subsevsif yang bermaksud mendirikan sebuah Negara Islam.

Berjalan di “Kedalaman Bumi”

Sering kita terpedaya oleh serba adanya kehidupan “permukaan bumi” sesuatu yang “tampak” kasat mata kadang menjebak langkah kaki menapak diluar tanpa merasakan perjalanan di “kedalaman bumi”. Emas yang disuguhkan di etalase lebih diminati tinimbang gumpalan emas yang membutuhkan eksplorasi. Bensin, solar, premium dan bahan bakar memberikan kemudahan aktifitas kehidupan walaupun sekian elementnya menjadi faktor kesengsaraan. Bila harus memilih memancing ikan di sungai atau lautan dengan membeli ikan di etalase supermarket tentunya lebih enjoy antri di kassa dengan menenteng ikan gureme di plastik. Sungguh “keterlaluan” kalau ada yang mengajak mari berjalan di “kedalaman bumi”.

Pandangan materialis merubah struktur bathin yang immaterialis, pola hidup lahiriah menerpa unsur ruhaniyah baik secara personal maupun sosial. Hidup di “permukaan bumi” yang lebih terlihat “gincunya” dan mungkin juga telah terasa “garamnya” lebih dipilih dibandingkan dengan “kedalaman bumi” yang hanya ada gumpalan emas, milyaran kubik minyak bumi, milayaran kilogram ikan-ikan beragam jenis.

Hayatilah perumpamaan-perumpamaan dari Allah SWT tentang kehidupan, betapa pohon yang menjulang kelangit dan berbuah setiap musim terlahir dari akar yang kokoh kuat pada “kedalaman bumi”. Madu manis dalam botol-botol terbuat dari kerja keras tiada henti pasukan lebah menghisap madu-madu kembang yang sedang mekar. Manusia (Umat Islam) telah terlupakan oleh keindahan sesaat manis “permukaan bumi/dunia”, terbuai oleh kemenangan “fatamorgana” yang berlari kedepan dan kembali mundur kebelakang dari waktu ke waktu tiada henti.

Di masa sekarang ini, umat Islam dimudahkan dengan berbagai corak dan ragam “dagangan” dakwah. Etalase buku menyuguhkan pemahaman “instan” tentang aqidah, syari’ah dan tassawuf, menjajakan sejarah dan dakwah menghadirkan pemikiran politik yang strategis dan kritis mengetengahkan pemahaman aliran yang indah mulai Syi’ah, Mu’tajilah sampai Ahmadiyah.

Pengajian-pengajian meriah dimana-mana, umat Islam mempunyai banyak pilihan untuk mendapatkan “syurga” dengan harga murah. Mau hidup di isi dari masjid ke masjid, tahajud berjamaah setiap bulan, dzikir berjamaah, mengasah wawasan tentang khilafah, menata qolbu ala Aa Gym atau sekedar mendengarkan ceramahan di majelis ta’lim semua ada tanpa ikatan tanpa bayaran tanpa tekanan.

Sedikit penghuni negeri ini yang hidup di “kedalaman bumi” mencari mata air ridho Ilahi, bersusah payah mendapat hidayah, bergegas hidup dalam jama’ah ahlus Sunnah karena takut hari qiamah.

Penutup

Mencoba membaca benang kusut gerakan dakwah di Indonesia masa kini, pada akhirnya yang ditemukan bukan hanya kusut semerawutnya dakwah tetapi mencirikan pula kesemerawutan keadaan masyarakat (Islam). “semaraknya” dakwah tidaklah melahirkan “kegairahan” untuk menegakan dan memperjuangkan aturan dan kedaulatan system Islam, malah makin bertambah keengganan dan penolakan terhadap usaha dan upaya dari sebagian Mu’min dan Muslim yang tetap istiqomah untuk membela hukum-hukum Allah.

Hidup bukan untuk membuta tuli, pura-pura tidak melihat dan pura-pura tidak mendengar berdiam diri berpangku tangan padahal realita yang punya “Kuasa” terhadap negara adalah orang-orang yang ‘buta’ dan ‘tuli’ pada ayat-ayat Ilahi. Hidup bukan untuk membuta tuli pada kenyataan negeri bernama Indonesia ini yang telah lama berpaling dari Kedaulatan dan Kekuasaan Allah Al-Malik pemilik Hukum Tertinggi.

Maka apakah yang mesti kita perbuat bila pada kenyataannya tanah tumpah darah negeri dimana kita dilahirkan dibesarkan dan hidup ini tidak menggunakan hukum-hukum Allah untuk mengatur perikehidupan masyarakat dan kenegaraan ?.

Wallohu a’lam

Referensi klik disini

25 Komentar

  1. itempoeti berkata:

    kang..,
    sudah terlalu kenyang mendengarkan dakwah bil-lisan…
    yang diperlukan saat ini adalah dakwah bil-haal…
    satunya tekad, ucap dan lampah…

    ————–
    Kopral Cepot : Sa7 100% …

  2. Dangstars berkata:

    Pengajian-pengajian meriah dimana-mana, umat Islam mempunyai banyak pilihan untuk mendapatkan “syurga” dengan harga murah. Mau hidup di isi dari masjid ke masjid, tahajud berjamaah setiap bulan, dzikir berjamaah, mengasah wawasan tentang khilafah, menata qolbu ala Aa Gym atau sekedar mendengarkan ceramahan di majelis ta’lim semua ada tanpa ikatan tanpa bayaran tanpa tekanan.

    Sedikit penghuni negeri ini yang hidup di “kedalaman bumi” mencari mata air ridho Ilahi, bersusah payah mendapat hidayah, bergegas hidup dalam jama’ah ahlus Sunnah karena takut hari qiamah.

    1. Mustofa Toha berkata:

      Islam yg membumi yg bukan mengawang- awang, realistis, moderat, memurnikan Islam dan pembaharu, non politik, non Madzhab, obyektif, tidak mencela kelompok lain, bekerjasama dg. kelompok Islam lain, menuju Islam Berkemajuan.
      Amiin.

  3. Dangstars berkata:

    Hayatilah perumpamaan-perumpamaan dari Allah SWT tentang kehidupan, betapa pohon yang menjulang kelangit dan berbuah setiap musim terlahir dari akar yang kokoh kuat pada “kedalaman bumi”. Madu manis dalam botol-botol terbuat dari kerja keras tiada henti pasukan lebah menghisap madu-madu kembang yang sedang mekar. Manusia (Umat Islam) telah terlupakan oleh keindahan sesaat manis “permukaan bumi/dunia”, terbuai oleh kemenangan “fatamorgana” yang berlari kedepan dan kembali mundur kebelakang dari waktu ke waktu tiada henti.

  4. sedjatee berkata:

    dakwah banyak difahami seolah-olah hanya menawarkan syurga… sehingga banyak kesesatan yang berbau dakwah, namun diikuti oleh banyak kalangan… semoga para pelaku dakwah bisa mengembalikan arah dakwah ke haluan yang sebenarnya: menegakkan kalimat tauhid di bumi Allah yang suci ini… salam sukses…

    sedj

  5. citrohadiblog's berkata:

    kunjungan malam menjelang tengah malam
    kadang dakwah dijadikan ajang berpolitik atau ajang-ajang yang lain dengan mengatasnamakan agama demi kepentingan sesuatu untuk tercapainya tujuan sehingga masyarakat awam yang menjadi korban kebohongan para juru dakwah yang tidak dapat mempertanggung jawabkan dakwahnya

    mohon maaf sekedar nulis aja mungkin kurang berkenan

    1. Mustofa Toha berkata:

      Itu Benul ( benar dan betul ), jarang kita menghidup- hidupkan agama, kebanyakan mencari peghidupan di Agama.
      Ini realita lho, jangan marah.

  6. citrohadiblog's berkata:

    sekedar menoreh kesan di dinding kang cepot semoga berkenan
    apabila kurang berkenan silahkan dihapus saja komen ini

    jaman sekarang banyak dakwah yang dilakukan sekedar dijadikan kendaraan untuk mencapai satu tujuan
    sehingga masyarakat awam yang taat dan patuh pada tokoh menjadi tertipu dengan dakwah dakwah yang sekedar menjadi tunggangan/kendaraan

    1. citromduro berkata:

      salam dari pamekasan madura
      semoga sejarah tetap terukir dan terpatri dalam hati menjadi prasasti
      bahwa yang namanya citro pernah disini dan mau menjalin persahabatan dan sang tuan rumah

      salam dari pamekasan madura

  7. Ruang Hati berkata:

    Siapapun Kita semua yang ada di dunia sekarang. baik itu seorang pelajar atau pejabat, baik seorang jendral maupun kopral, baik seorang mahasiswa ataupun taruna, baik itu seorang penjahat ataupun pelacur, baik itu seorang koruptor atau pun director, baik seorang menteri ataupun seorang peragawati. Kita semua terlahir dari rahim ibu, ibu yang dengan tulus ikhlas mengandung merawat dan membesarkan kita hingga sekarang kita menjadi seperti ini. Coba saja kalo ibu kita tidak ikhlas mungkin kita sudah di aborsi. Ketika kecil kita sakit beliau merawat kita, ketika kita belum bisa berjalan, beliau menuntun kita, ketika kata belum terucap beliau membimbing kita. Siapapun ibu kita entah renta atau masih muda, entah masih bersama kita ataupun sudah tiada, mari kita ucapkan terima kasih pada beliau, mari kita kasihi beliau sebagaimana kita dulu beliau kasihi, Ya Tuhanku berikanlah tempat teramat istimewa bagi ibuku tersayang.

    Selamat Hari Ibu

  8. Tips blog berkata:

    wah blognya keren ya, berkunjung ke blog sekeren ini bisa membuat barajakom
    ikutan keren, aku numpang keren ya sob, makasi…

    ———
    Kopral Cepot : Wah … biasa2 ajah .. 😉

    1. حَنِيفًا berkata:

      Idem, ikutan keren dan numpang keren…. oceh 😀

  9. حَنِيفًا berkata:

    @Kang
    tu bi kontinyu, kitu ?!

    1. حَنِيفًا berkata:

      Gerakan Dakwah Transformatif 2 by @Juragan 😉

      ————–
      Kopral Cepot : Weleh ..weleeeh .. hoyong tu bi kontinu 😉

      1. حَنِيفًا berkata:

        kontinyu, mencet “mantabs kaleee” 1 Kepencet :mrgreen:

  10. dedekusn berkata:

    Dakwah…..
    Teruslah berdakwah 🙂
    😀
    Punten kang, teu nyamung,
    sukses terus Kang Cepot

  11. mas tyas berkata:

    wilujeng kang..,
    memahami sejarah sangat penting untuk membuka cakrawala kesadaran tentang jati diri, walau sejarah itu sendiri telah dikacaubalaukan oleh kepentingan politik. sejarah mana yang benar semakin semu saja.
    adem ayem tentren, wani ngalah luhur pungkasane: berani mengalah untuk mencapai keluhuran hidup, mamayu hayuning bawono: turut serta melindungi dan melestarikan keharmonian alam, rasanya lebih mampu menentramkan jiwa..
    salam.

    —————
    Kopral Cepot : Matur nuhun tararengkyu atas pencerahan yg menyejukan hati bagi sang pembelajar inih

  12. indra1082 berkata:

    SELAMAT HARI IBU
    JUST 4 MOM

  13. omagus berkata:

    setiap ucapan percuma tanpa perbuatan…!
    ayo..!

  14. Mas Blankon berkata:

    Assalamu’alaikum

    maaf belum ketuk pintu ..
    lama tak mampir dunia maya …
    mampir ke sahabat .. ternyata banyak info manfaat

    Salam sehat wal afiat

  15. IMAN berkata:

    terimakasih

    ———
    Kopral Cepot : Tengkyu 😉

  16. soe hok gie berkata:

    hayo…siapa yg blom punya ikatan….kalo yg ini kagak ada isitilah jomblo…… 😀

  17. Mustofa Toha berkata:

    Islam bila mau diperhitungkan oleh warga dunia, harus dakwah yg multi aspek, moderat, menyesuaikan dg. kondisi zaman, Tajdid, dan purifikasi, non Madzhab, Non Politik, menuju Islam Berkemajuan.

Tinggalkan Balasan ke Dangstars Batalkan balasan