Sisingamangaraja XII (1845 – 1907) Pejuang Islam yang Gigih

sisingamangaraja-xiiSisingamangaraja merupakan nama besar dalam sejarah Batak. Dia tokoh pemersatu. Dinasti Sisingamangaraja dimulai sejak pertengahan tahun 1500-an, saat Raja Sisingamangaraja I yang lahir tahun 1515 mulai memerintah. Dia memang bukan raja pertama di sana. Pemerintahan masa sebelum itu dikenal dengan nama bius. Satu bius merupakan kumpulan sekitar tujuh horja. Sedangkan satu horja terdiri dari 20 huta atau desa yang punya pimpinan sendiri. Ada Bius Toba, Patane Bolon, Silindung dan sebagainya.

Dari 12 orang yang melanjutkan dinasti Sisingamangaraja, Singamangaraja XII merupakan raja paling populer dan diangkat sebagai pahlawan nasional sejak 9 November 1961. Lukisan dirinya yang dibuat Augustin Sibarani yang kemudian tercetak di uang Rp 1.000 yang lama, merupakan satu-satunya “foto” diri Sisingamangaraja. Dia naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Singamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon.

Penobatan Si Singamangaraja XII sebagai Maharaja di negri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka). Belanda merasa perlu mengamankan modal asing yang beroperasi di Indonesia yang tidak mau menandatangani Korte Verkaring ( perjanjian pendek) di Sumatra terutama Aceh dan Tapanuli. Kedua konsultan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Belanda sendiri berusaha menanamkan monopilinya di kedua kesultanan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan peperangan yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.

Satu yang masih terus jadi bahan diskusi hingga hari ini, adalah agama yang anutan Sisingamangaraja XII. Sebagian yakin, dia penganut kepercayaan lama yang dianut sebagian besar orang Batak. Mirip dengan dua agama besar dunia Islam dan Kristen, agama Batak hanya mengenal satu Yang Maha Kuasa, Debata Mulajadi Na Bolon atau Ompu Mulajadi Nabolon. Sekarang agama Batak lama sudah ditinggalkan, walau tentu saja kepercayaan tradisional masih dipertahankan.

Daya tempur yang sangat lama ini karena di tunjang oleh ajaran agama islam. Hal ini jarang jarang di kemukakan oleh para sejarawan, karena merasa kurang relevan dengan predikat Pahlawan Nasional. Atau karena alasan-alasan lain merasa kurang perlu membicarakanya. Kalau toh mau membicarakan tentang agama yang di anut oleh Si Singamangaraja XII, mereka lebih cenderung untuk mengakui Si Singamangaraja XII beragama Pelbagu. Pelbagu semacam agama animisme yang mengenal pula pemujaan dewa. Debata Mulajadi sebagai mahadewa. Juga mengaenal ajaran Trimurti: Batara Guru (dewa kejayaan), Debata Ser

Satu hal yang sukar diterima adalah bila Si Singamangaraja XII beragama animisme, karena kalu kita perhatikan Cap Si Singamangaraja XII yang bertuliskan huruf arab berbunyi; Inilah Cap Maharaja di negri Toba kampung Bakara kotanya. Hijrah Nabi 1304. Pada cap tersebut terlihat jelas penggunaan tahun hijriah Nabi. Hal ini memberikan gambaran tentang besarnya pengaruh ajaran Islam yang menjiwai diri Si Singamangaraja XII. Adapun huruf batak yang masih pula di abadikan, adalah sama dengan tindakan Pangeran Diponegoro yang masih mengguakan huruf jawa dalam menulis surat.

Begitu pula kalau kita perhatikan bendera perangnya. Terlihat pengaruh Islam dalam gambar kelewang, matahari dan bulan. Akan lebih jelas bila kita ikuti keterangan beberapa majalah atau koran Belanda yang memberitakan tentang agama yang di anut oleh Si Singamangaraja XII, antara lain; Volgens berichten van de bevolking moet de togen, woordige titularis een 5 tak jaren geleden tot den Islam jizn bekeerd, doch hij werd geen fanatiek Islamiet en oefende geen druk op jizn ongeving uit om zich te bekeeren. ( Sukatulis, 1907, hlm, 1)

Menurut kabar-kabar dari penduduk, raja yang sekarang (maksud Titularis adalah Si Singamangaraja XII) semenjak lima tahun yang lalu memeluk agama Islam yang fanatik, demikian pula dia meneka supaya orang-orang sekelilingnya menukar agamanya. Berita di atas ini memberikan data kepada kita bahwa Si Singamangaraja XII beragama Islam. Selain itu, di tambahkan pula tentang rakyat yang tidak beragama Islam, dan Si Singamangaraja XII tidak mengadakan paksaan atau penekanan lainnya. Hal ini sekaligus memberikan gambaran pula tentang penguasaan Si Singamangaraja XII terhadap ajaran agama itu sendiri.

Mohammad Said, dalam bukunya Sisingamangaraja XII menyatakan kemungkinan benar bahwa Sisingamangaraja seorang Muslim. Pedomannya berasal dari informasi dalam tulisan Zendeling berkebangsaan Belanda, J.H Meerwaldt, yang pernah menjadi guru di Narumonda dekat Porsea. Meerwaldt mendengar Sisingamangaja sudah memeluk Islam.

Di majalah Rheinische Missionsgessellschaft tahun 1907 yang diterbitkan di Jerman yang menyatakan, bahwa Sisingamangaraja, kendati kekuatan adi-alamiah yang dikatakan ada padanya, dapat jatuh, dan bahwa demikian juga halnya dengan beralihnya dia menjadi orang Islam dan hubungannya kepada orang Aceh.

Hubungan dengan Aceh ini terjadi Belanda menyerang Tanah Batak pada tahun 1877. Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala.

Pertukaran perwira dilakukan. Perwira terlatih Aceh ikut dalam pasukan Sisingamangaraja XII untuk membantu strategi pemenangan perang, sementara perwira Batak terus dilatih di Aceh. Salah satunya Guru Mengambat, salah seorang panglima perang Sisingamangaraja XII. Guru Mengambat mendapat gelar Teungku Aceh.

Informasi itu berdasarkan Kort Verslag Residen L.C Welsink pada 16 Agustus 1906. Dalam catatan itu disebutkan, seorang panglima Sisingamangaraja XII bernama Guru Mengambat dari Salak (Kab. Pakpak Hasundutan sekarang) telah masuk Islam. Informasi ini diperoleh oleh Welsink dari Ompu Onggung dan Pertahan Batu.

Dalam sebuah surat rahasia kepada Departement van Oorlog, Belanda, Letnan L. van Vuuren dan Berenshot pada tanggal 19 juli 1907 menyatakan, Dat bet vaststaatdat de oude S .S. M. Met zijn zonns tot den Islam waren over gegaan, al zullen zij wel niet Mohamedan in merg en been geworden zijn/ Bahwa sudah pasti S. S. M. yang tua dengan putra-putranya telah beralih memeluk agama Islam, walaupun keislaman mereka tidak seberapa meresap dalam sanubarinya.

Surat Kabar Belanda Algemcene Handeslsblad pada edisi 3 Juli 1907, sebagaimana dinyatakan Mohammad Said dalam bukunya, menuliskan, “Menurut kabar dari pendudukan, sudahlah benar raja yang sekarang (maksudnya Sisingamangaraja) semenjak lima tahun yang lalu telah memeluk Islam. Tetapi dia bukanlah seorang Islam yang fanatik, demikian pula dia tidak menekan orang-orang di sekelilingnya menukar agamanya”.

Informasi ini semakin menguatkan dugaan Sisingamangaraja XII telah memeluk Islam. Apalagi terlihat pola-pola Islam dalam pola administrasi pemerintahannya, misalnya bendera dan stempel.

Bendera Sisingamangaraja XII yang berwarna merah dan putih., berlambang pedang kembar, bulan dan bintang, mirip dengan bendera Arab Saudi sekarang. Bedanya bulan dalam bendera Sisingamangaraja XII yang terletak di seblah kanan pedang merupakan bulan penuh atau bulan purnama, bukan bulan sabit. Sedangkan bintang yang terletak di sebelah kiri memiliki delapan gerigi, bukan lima seperti yang biasa terlihat di mesjid dalam lambang tradisi Islam lainnya. Namun benda bergerigi delapan itu bisa juga diartikan sebagai matahari.

Bagian luar stempel Sisingamangaraja yang mempunyai 12 gerigi pinggiran juga menggunakan tarikh Hijriah dan huruf Arab. Namun huruf Arab itu untuk menuliskan bahasa Batak, “Inilah cap Maharaja di Negri Toba Kampung Bakara Nama Kotanya, Hijrat Nabi 1304”. Sedangkan aksara bataknya menuliskan Ahu Sahap ni Tuwan Singa Mangaraja mian Bakara, artinya Aku Cap Tuan Singa Mangaraja Bertakhta di Bakara.

“Sebenarnya bendera dan stempel itu sudah mencirikan corak Islam dalam pemerintahan Sisingamangaraja. Dengan demikian kuat kemungkinan dia sudah memeluk Islam, tetapi tidak ada data otentik jadi tidak bisa dipastikan kebenarannya,” kata Ketua Majelis Ulama Sumut H Mahmud Azis Siregar.

Keterangan lebih mendalam disampaikan, Dada Meuraxa dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Suku-suku di Sumatera Utara. “Sisingamangaraja XII sudah masuk Islam dan disunatkan di Aceh waktu beliau datang ke Banda Aceh meminta bantuan senjata,” kata Meuraxa.

Dalam buku itu Meuraxa menyebutkan, keterangan itu berdasarkan pernyataan seorang sumber, Tuanku Hasyim, yang mengutip pernyataan bibi-nya yang juga istri Panglima Polem yang menyaksikan sendiri upacara tersebut di Aceh.

“Walaupun belum cukup fakta-fakta Sisingamangaraja seorang Islam, tetapi gerak hidupnya sangat terpengaruh cerita Islam. Sampai kepada cap kerajaannya sendiri tulisan Arab. Benderanya yang memakai bulan bintang dan dua pedang Arab ini pun memberikan fakta terang,” tulis Dada Meuraxa.

Singamangaraja XII sendiri bernama Ompu Pulobatu, lahir pada 18 Februari 1845 dan meninggal 7 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda di Dairi. Sebuah peluru menembus dadanya. Menjelang nafas terakhir, akibat tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel itu, dia tetap berucap, “Ahuu Sisingamangaraja”.

Ucapan itu identik dengan kegigihannya berjuang.Turut tertembak juga waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya Lopian. Sedangkan sisa keluarganya ditawan di Tarutung. Itulah akhir pertempuran melawan penjajahan Belanda di tanah Batak sejak tahun 1877. Sisingamangaraja sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung. Makamnya baru dipindahkan ke Soposurung, Balige seperti sekarang ini sejak 17 Juni 1953.

sumber :
http://mjinstitute.com/sejarah/21-si-singamangaraja-xii-gugur-sebagai-pahlawan-islam
http://khairulid.blogspot.com/2005/03/mempertentangkan-agama-sisingamangaraja.html

(Up-date ; 7 Mei 2009)
Tanggapan Dari syariffuddin hutabarat : Tentang Agama Sisingamangaraja XII

Suatu kehormatan bagi saya mendapat tanggapan dan respon terhadap apa yang ditulis di blog ini, khususnya berkenaan dengan sejarah pahlawan nasional Sisingamangaraja XII dan apresiasi dari Bang Syariffudin Hutabarat terhadap tulisan ini maupun terhadap pribadi yang empunya blog, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Dari tiga tanggapan yang diberikan oleh Bang Syariffudin, dua tanggapan terakhir saya masukan dalam update posting ini.

Tanggapan kedua dari Bang Syariffudin Hutabarat
salam,
anda tidak layak untuk menulis sejarah Sisingamangaraja XII karena tidak punya data dan bukti dan masih mengutif “identik” dan itu menyesatkan,anda tidak layak untuk mempersepsikan sejarah kalau anda tidak punya data dan bukti karena itu akan merusak tatanan yang susah ada,apakah anda sudah siap di tuntut keluarga suatu hari kelak kalau tulisan anda menyimpang dari kebenaran yang di yakini keturunannya yang masih hidup saat ini.

saya bertanya pada saudara kopral cepot, tolong jelaskan masyarakat mana yang meyakini Sisingamangaraja islam dari suku aceh,kalau anda tidak bisa menjelaskan dengan data dan fakta yang bisa di pertanggung jawabkan berarti anda sudah memfitnah dan menyesatkan banyak orang dan itu hukumnya haram dalam ranah tulisan ilmiah.
Saudara kopral tidak menulis novel yang pelaku dan tempat kejadiannya fiktif,tapi anda menulis tentang Raja Sisingamangaraja XII sebagai pahlaawan Nasional Indonesia sebagai pelaku sejarah yang mengusir penjajah Belanda dari bumi batak.

saudara kopral jangan bermain-main dengan sejarah???
saudara kopral berhati-hatilah dalam mempersepsikan sejarah,bersifat ilmiahlah sedikit jangan seperti nenek moyang kita dulu yang tidak mengenal tatanan ilmiah dan kita generasi sekarang merobahnya, buatlah diskusi yang hangat,elegan biar saling membangun.
salam

Tanggapan ketiga dari Bang Syariffudin Hutabarat
salam,
kenapa tanggapan saya yang kedua tidak di posting dan merubah tanggapan anda,ada apa ini?
kalau saudara kopral cepot belum siap untuk menulis sesuatu secara ilmiah jangan dipaksakan dan anda menulis tentang sosok Pahlawan kemerdekaan repupblik Indonesia dan itu aset bangsa yang harus di hargai dan ingat jangan main-main dengan sejarah bangsa.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya dengan segala peristiwa yang terjadi saat itu.
tulisan anda jangan di posting di internet karena akan di baca seantero jagad dan janganlah penulis kontroversial yang tidak ada juntrugannya dan mamfaatnya dan itu tidak akan mencerahkan umat,terimakasih
salam

Kopral Cepot mencoba merespon.
@ Bang Syariffudin ; tulisan anda tidak ilmiah dan tidak ada bukti autentik disertakan dalam tulisannya dan semuanya asumsi,bisa benar dan lebih parah bisa menyesatkan, anda kopral cepot harus belajar sosiologi budaya batak di Bakkara tempat raja Sisingamangaraja, meneliti tentang budaya orang batak, dan meneliti literatur di perpustakaan di negeri Belanda sebagai tambahan literatur,mewancarai keturunannya yang masih hidup sebagai saksi sejarah,setelah itu semua sudah lengkap baru anda menulis tentang agama yang dianut Sisingamaraja XII,terlepas menganut agama apa tapi ada bukti ilmiah yang bisa dibuktikan dan diperdebatkan.

Kopral Cepot ; Tanks atas sarannya.. tapi jujur ajach bang, aku bukan sejarawan aku hanya orang yang mau dan sedang belajar sejarah. Secara pribadi aku tidak punya kepentingan apa2 terhadap agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII atau siapapun juga. Tetapi aku sangat menghargai dan saluuut terhadap ‘daya juang’ dari para pahlawan kita. berkenaan dengan posting ini aku ambil dari ;
http://mjinstitute.com/sejarah/21-si-singamangaraja-xii-gugur-sebagai-pahlawan-islam
http://khairulid.blogspot.com/2005/03/mempertentangkan-agama-sisingamangaraja.html

Jadi skali lagi aku hanya “sang pembelajar”

@ Bang Syariffudin Hutabarat : anda tidak layak untuk menulis sejarah Sisingamangaraja XII.

Kopral Cepot : Memang aku tak layak menulis sejarah bukan hanya sejarah Sisingamangaraja XII saja sejarah yang lainnya juga aku tak layak bang. skali lagi aku hanya “sang pembelajar”. Setiap posting sejarah di serba sejarah aku berupaya untuk mencantumkan referensi baik berupa buku sejarah maupun hasil pencarian yang dibantu oleh mbah google. Kalo aku boleh jujur…. aku tuh berterima kasih sama mbah google yang telah membantu aku “sang pembelajar”.

@ Bang Syariffudin Hutabarat : kalau saudara kopral cepot belum siap untuk menulis sesuatu secara ilmiah jangan dipaksakan dan anda menulis tentang sosok Pahlawan kemerdekaan republik Indonesia

Kopral Cepot : he he he he … emang sih aku terlalu memaksakan diri untuk menulis sejarah di “serba sejarah” ini. Tapi klo aku engak memaksakan diri, kapan aku bisa belajar… ? 😀

@ Bang Syariffudin Hutabarat : ingat jangan main-main dengan sejarah bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya dengan segala peristiwa yang terjadi saat itu.

Kopral Cepot : ……….. ? pusing jawabnya

@ Bang Syariffudin Hutabarat : tulisan anda jangan di posting di internet karena akan di baca seantero jagad dan janganlah penulis kontroversial yang tidak ada juntrugannya dan mamfaatnya dan itu tidak akan mencerahkan umat,terimakasih

Kopral Cepot :Terima kasih sarannya bang, tapi maaf dah terlanjur di posting di internet. kalo menurut aku pembaca internet itu pinter-pinter, bisa milih dan milah mana yang benar mana yang salah. kalo kebetulan tulisan aku salah… yang jangan diterima tapi kalo bener mudah-mudahan bermanfaat. Sesuatu yang “kontroversial” bisa mengasah otak kita untuk cerdas… dan kecerdasan awal dari pencerahan umat.

demikian tanggapan dari “sang pembelajar” KOPRAL CEPOT. dan beribu-ribu terima kasih buat Bang Syariffudin atas saran dan kritikannya, ini membuat aku semakin giat untuk belajar sejarah.

Aku tunggu balik responya… salam


 

630 Komentar

  1. phasky berkata:

    wowww… wowwww… woww…. penulis yang sangattttt,,, sanngggaatttt BANGSAT.. hebat anda… tau bendera sisingamangaraja dulu gimana,,,dan bilang agama nya islam

    HEI CEPOTKOPRAL BANGSAT, KALO MASIH BELAJAR SEJARAH JANGAN LANGSUNG POST BEGINIAN TAIK.. INI NAMANYA KAU DAH PROPAGANDA,

  2. SI SINGAMANGARADJA
    |Diterjemahkan dari J. Tideman, Hindoe-Invloed In Noordelijk Batakland (Met Een Kaart), Uitgaven Van Het Bataksch Instituut – No. 23, Amsterdam, 1936 (hlm 24-27)|

    Akhirnya, sepatah kata pun tentang sosok luar biasa Si Singamangaradja, raja suci orang Batak, yang tentangnya bahkan orang Batak Kristen dalam tulisan-tulisan baru-baru ini menulis dengan penghormatan dan keyakinan akan keabadiannya. [1]

    Menurut legenda, kelahirannya bersifat supernatural; baik sebagai putra Batara Guru, atau setelah tujuh tahun hamil sebagai anak laki-laki berusia tujuh tahun, atau sebagai keturunan dari (di kemudian hari Mohammedan) pangeran Minangkabau. Dari jauh dia terlihat lebih besar dari orang biasa. Hal ini dikenali dari noda berbulu di lidah dan darinya memancarkan kekuatan magis, yang dapat membuat penampilannya mematikan, kekuatan yang baru-baru ini (pada 1931 dan 1932) dicari oleh banyak orang di mata air sungai kecil di Bakkara, bekas kediaman Si Singamangaradja.

    Dalam semua ini banyak bahasa Indonesia yang diungkapkan, tetapi namanya jelas-jelas berasal dari asing (Skr. Singa = singa, binatang yang tidak diketahui orang Batak dan manga raja adalah korupsi maharaja, Skr. Pangeran agung, pangeran tertinggi), sedangkan juga beberapa keanehan dari legenda titik kelahirannya hingga untaian Hindu. Tiga tahun setelah ibunya mengandung, Toga Bakkara, utusan surgawi, burung layang-layang, Leang2 Mandi, mengajarinya sila-sila untuk mencelupkan, menanam, menganyam, kalender, dan banyak lagi, yang dia ungkapkan setelah kelahirannya.

    Mandi di mata air dengan air kekuatan magis mengingatkan pada ziarah yang dikenal di India ke ‘Tirthas’, penyeberangan sungai, yang dikaitkan dengan sumur, danau, sumur atau pertemuan sungai. “Ketika seseorang mandi di dalam tirthas, dia akan mencapai kekuatan keajaiban yang ditahan di dalam air”. [2]

    Si Singamangaradja, seperti dapat dilihat dari penjelasan sebelumnya, adalah pusat kekuatan setengah dewa di antara orang Batak yang memecah belah, yang dipuja oleh semua orang sebagai semacam mesias atau sebagai dukun suci. Dia adalah seorang setengah dewa, bukan penguasa dalam pemahaman kita, tetapi seorang pangeran yang menyebarkan perdamaian, memberi hujan, dan menetapkan hukum.

    Vogel menjelaskan tentang kekuatan magis para pangeran Hindia Belanda pada jaman dahulu bahwa itu adalah kekuatan ketuhanan yang, menurut kitab hukum Manoe, diekspresikan dalam “raja” manusia, karena ia diciptakan dari esensi, “bagian-bagian yang kekal”. . ” dari delapan lokapala atau penjaga dunia, yaitu Indra (dewa hujan), Anila (angin), Waroena (laut), Yama (kematian), Arka (matahari), Agni (api), Tjandra (bulan) dan Yittesja (kekayaan). Oleh karena itu, fungsi raja sesuai dengan fungsi lokapala. Pangeran dewa dapat menembus kemana-mana (Indra), mengendalikan segalanya (Yama), menuntut pungutan (seperti Arka menyedot kelembaban dari bumi), mengikat penjahat (Agni), membasmi kejahatan (Waruna), menyenangkan rakyatnya dengan pandangannya (Tjandra) dan mendukung orang-orang dalam perjuangan mereka (Vittesja). [3]

    Beberapa kutipan dari bentuk doa, seperti yang tertera dalam sebuah pustaka Batak, yang berada di tanah Neubronner van der Tuuk dan diterbitkan oleh Pleyte, dapat membuktikan bagaimana ide-ide seperti itu hidup di antara orang Batak: pangeran Singa Mangaradja, dll., Yang membeberkan keduanya kebenaran dan kepalsuan. Pemilik air terjun, dan pemilik penunjuk langit serta balai Pandjang dan Pasogit, yang dihiasi dengan gambar burung Patiaradja, yang dapat berbicara, yang kepalanya adalah orang Melayu, yang ekornya menghadap ke arah Tobas, us Tobas, di mana ukuran beras yang benar dan timbangan yang bersih disimpan, dll; di mana dewa turun lebih dulu, yang menghitung apa yang membuat kita manusia bahagia (kaya) “.

    Apa yang dikatakan Vogel dari Indian berlaku di sini untuk orang Batak: “Pada tahap budaya ini, sosok seperti itu memenuhi kebutuhan seorang penguasa ilahi yang terlihat dan dekat, kepada siapa seseorang, sebagai pangeran Tuhan atau Raja Imam, mengirimkan doanya dan kepada siapa yang menawarkan penawaran “.

    Di tempat lain saya berpendapat bahwa institusi raja-raja (raja naopat) terkait erat dengan sosok Si Singamangaradja. [5] Dalam legenda yang dikomunikasikan oleh James tentang kelahiran Si Singamangaraja, disebutkan dua kali tentang pengangkatan empat panghulu, terakhir kali empat ‘Rajas dari empat mata angin, yang setiap tahun harus membawa kuda ke Sueltan Ibrahim, yang menurut legenda Muhamad adalah ayah dari pangeran dewa. [6]

    Meskipun ada yang menyatakan bahwa Si Singamangaradja tidak memungut pajak, saya menyatakan dalam buklet saya di Simelungun bahwa para penguasa Simelungun harus menyampaikan upeti pada kedatangan Si Singamangaradja di Dolok Saribu, masing-masing dengan nilai tertentu. Masing-masing kemudian tinggal di wilayah tertentu di bale saat itu juga. [7]

    Karena itu, Si Singamangaradja juga memenuhi fungsi Arka (lihat di atas)!
    Semua ini menunjukkan bahwa sosok Si Singamangaradja, serta kelembagaan para tetrarki, meski di satu sisi murni Indonesia, di sisi lain sangat dipengaruhi oleh agama Hindu.
    Karakter Si Singamangaradja sangat setuju dengan semua ini dan memberikan alasan kepada Van der Tuuk dan kemudian Joustra dan Ypes untuk mengungkapkan kecurigaan bahwa dia adalah penjelmaan jiwa, yang dapat mengambil berbagai bentuk.

    Terakhir, Joustra menunjukkan bahwa peran yang dimainkan Si Singamangaradja tidak berakhir dengan kematiannya. Sama seperti kelahirannya yang bersifat supernatural, kematiannya tidak berarti kematian dalam arti biasa. Dia pergi dan kepercayaan akan hal ini masih kuat di antara orang Batak, sekarang Si Singamangaradja terakhir sudah terbunuh hampir tiga puluh tahun yang lalu.

    Catatan:

    [1] B.v. Johannes Hoetapea. Sri Singamangaradja, de heilige koning dei Bataks, 1922.
    [2] J. Ph. Vogel. Het Sanskritwoord Tejas. Med. Kon. Akademie van Wetenschappen, afd. letterk., dl. 70, serie B no. 4, bl. 102.
    [3] Vogel. 1. c. bl. 83 en 85.
    [4] C M Pleyte Wzn. Si Singamangaradja, de heilige Koning der Bataks. Btjdr. Kon. Inst. dl. 55, 1903, bl. 47/48.
    [5] J. Tideman. Simeloengoen, bl. 36. Zie over de viervorsten ook Ypes. Bijdr. enz., bl. 423 sq.
    [6] K. A. James. Tft. Bat. Gen. dl. 45, 1902, bl. 134.
    [7] J. Tideman. Simeloengoen, bl. 37.

  3. Sakti mandraguna berkata:

    Banyak yang sudah kena tebar hoaks gara2 begini ternyata hoaksnya sudah ketebar dari dulu tohh…

Tinggalkan Balasan ke al ayubi lubis Batalkan balasan